CRITICAL BOOK REPORT PROGRAM STUDY S1 PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR
Sebagai seorang mahasiswa, kita tentu saja
bisa kesulitan dalam menemukan buku yang dapat mempermudah proses belajar,
salah satunya juga mengenai materi profesi kependidikan. Maka dari itu,
pentingnya membuat "CRITICAL BOOK REPORT" agar memudahkan pembaca
dalam menilai buku yang efisien untuk dipelajari. Dari sini jugalah penyusun
dapat membandingkan buku yang akan di kritisi guna mempertajam kepekaan
terhadap isi buku.
B. TUJUAN PENULISAN CBR
Mengkritisi serta membandingkan kelebihan
dan kelemahan buku dari segala aspek yang berkaitan dengan topik pembahasan
profesi kependidikan.
C. MANFAAT PENULISAN CBR
Menambah wawasan akan pengertian dari materi
profesi kependidikan.
Membantu pembaca dalam mencari informasi inti dari
sebuah buku, mulai dari kelebihan. maupun kekurangan isi buku, Melatih diri
untuk menilai atau mengambil kesimpulan dari sebuah buku.
D. IDENTITAS BUKU
Judul :Profesi
Kependidikan
Edisi :Cetakan ke-5, November 2015
Penulis :Prof.
Dr. Sudarwan Danim dan Dr. H. Khairil
Penerbit :Alfabeta,
CV
Kota Terbit :Bandung
Tahun Terbit
:2015
ISBN :978-602-8800-44-0
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
BAB 1 (ESENSI DAN RANAG PROFESI KEPENDIDIKAN)
Profesi kependidikan terdiri dari dua ranah,
yaitu profesi pendidik dan profesi tenaga kependidkan. Pendidik dan tenaga
kependidikan (PTK) merupakan dua jenis "profesi" atau pekerjaan yang
saling mengisi. Pendidik dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekali
pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga kependidikan.
Sebaliknya, tenaga kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa berbuat
apa-apa, tanpa dukungan guru yang profesional sebagai aktor langsung di dalam
dan di luar kelas, termasuk di laboratoium sekolah.
Karenanya, ketika berbicara mengenai
"profesi kependidikan", semua orang akan melirik pada PTK. Mengikuti
skema UU No. 20 Tahun 2003. tentang Sisdiknas, siapa yang disebut dengan tenaga
kependidikan itu? Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, di
mana di dalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan
lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru yang tadinya masuk
rumpun "pendidik", kini telah memiliki definisi tersendiri. Secara
lebih luas Tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana
termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu sebagai berikut:
1. Tenaga kependidikan terdiri atas tenaga
pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan
pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar,
dan penguji.
2. Tenaga pendidik terdiri atas pembimbing,
pengajar, dan pelatih.
3. Pengelola satuan pendidikan terdiri atas
kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar
sekolah.
Kembali ke uraian sebelumnya, profesi
kependidikan sesungguhnya memiliki dua ranah besar, yaitu pendidik dan tenaga
kependidikan. Penyan- dang profesi atau pemangku pekerjaan pendidik mencakup
guru, dosen, konselor, pamong belajar, pamong, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan tenaga atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususanya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, yang berfungsi sebagai
agen pembelajaran peserta didik. Pendidik dimaksud mempunyai tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:
1. guru bertugas dan bertanggung jawab
sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
2. dosen bertugas dan bertanggung jawab
sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. konselor bertugas dan bertanggung jawab
memberikan layanan kon- seling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
4. pamong belajar bertugas dan bertanggung
jawab menyuluh, mem- bimbing, mengajar, melatih peserta didik, dan
mengembangkan: model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan
pembel- ajaran pada jalur pendidikan nonformal;
5. pamong bertugas dan bertanggung jawab
membimbing dan melatih anak usia dini pada kelompok bermain, penitipan anak dan
bentuk lain yang sejenis;
6. widyaiswara bertugas dan bertanggung
jawab mendidik, mengajar dan melatih peserta didik pada program pendidikan dan
pelatihan prajabatan dan/atau dalam jabatan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
7. tutor bertugas dan bertanggung jawab
memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran jarak
jauh dan/atau pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan jalur formal dan
nonformal;
8. instruktur bertugas dan bertanggung jawab
memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kursus dan/atau
pelatihan; dan
9. fasilitator bertugas dan bertanggung
jawab memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan.
Secara definisi kata "guru"
bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki
derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran,
kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik
tertentu. Definisi guru tidak termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), di mana di dalam UU ini profesi guru
dimasukkan ke dalam rumpun pendidik.
Sesungguhnya guru dan pendidik merupakan dua
hal yang bisa berbeda maknanya. Kata pendidik (Bahasa Indonesia) merupakan
padanan dari kata educator (Bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster kata
educator berarti educationist atau educationalist yang padanannya dalam bahasa
Indonesia adalah pendidik, spesialis di bidang pendidikan, atau ahli
pendidikan. Kata guru (bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata teacher
(bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster, kata teacher bermakna sebagai
"the person who teach, especially in school" atau guru adalah
seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah. Conny R. Semiawan mengemukakan
bahwa kompetensi guru memi- liki tiga kriteria yang terdiri dari:
1. Knowledge criteria, yakni kemampuan
intelektual yang dimiliki seorang guru yang meliputi penguasaan materi
pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan
tingkah laku individu. pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan,
pengetahuan tentang kemasyarakatan dan pengetahuan umum.
2. Performance criteria, adalah kemampuan
guru yang berkaitan dengan pelbagai keterampilan dan perilaku, yang meliputi
keterampilan meng- ajar, membimbing, manilai, menggunakan alat bantu
pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dan keterampilan menyusun
persiapan mengajar atau perencanaan mengajar.
3. Product criteria, yakni kemampuan guru
dalam mengukur kemampuan dan kemajuan siswa setelah mengikuti proses
belajar-mengajar.
Dengan demikian jelas bahwa profesi guru
merupakan sebuah profesi. yang hanya dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien oleh seseorang yang dipersiapkan untuk menguasai kompetensi guru
melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus. Oleh karena pendayagunaan profesi
guru secara formal dilakukan di lingkungan pendidikan formal termasuk madrasah
yang bersifat berjenjang dan berbeda jenisnya, maka guru harus memenuhi
persyaratan atau kualifikasi atau kompetensi sesuai jenis dan jenjang sekolah
tempatnya bekerja.
BAB 2 (PENDEKATAN PELEMBAGAAN PROFESI)
Pendekatan karakteristik (the trait
approach) memandang bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang
membedakannya dengan peker- jaan lainnya. Seseorang penyandang profesi dapat
disebut profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian
integral dari kehidupannya. Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau
karakteristik-karakteristik profesi itu menghasilkan kesimpulan seperti berikut
ini.
1. Kemampuan intelektual yang diperoleh
melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi.
Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan
keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.
2. Memiliki pengetahuan spesialisasi.
Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan penguasaan bidang keilmuan
tertentu. Siapa saja bisa menjadi "guru", akan tetapi guru yang
sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan
metodologi pembelajaran.
3. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat
digunakan langsung oleh orang lain atau klien. Pengetahuan khusus itu bersifat
aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas dan teruji.
Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan
makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda
pengetahuan teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang
guru besar idealnya berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan
dosen atau tenaga akademik biasa.
4. Memiliki teknik kerja yang dapat
dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus mampu berkomunikasi
sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh peserta
didik.
5. Memiliki kapasitas mengorganisasikan
kerja secara mundiri atau self- organization. Istilah mandiri di sini berarti
kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia lakukan dapat
dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan
bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas.
6. Mementingkan kepentingan orang lain
(altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya
pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah,
bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap
memberikan bantuan, baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan.
bahkan saat dia sedang istirahat sekalipun.
7. Memiliki kode etik. Kode etik ini
merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja.
8. Memiliki sanksi dan tanggungjawab
komunita. Manakala terjadi "malpraktik", seorang guru harus siap
menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya.
Ketika bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama
anak didiknya. Replika tanggungjawab ini menj dalam bentuk disiplin mengajar,
disiplin dalam melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas
pembelajaran.
9. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang
dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di dunia kedokteran, sistem upah dapat
pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus dibayar oleh
orang-orang yang menerima jasa layanan darinya.
10. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa
berupa penggunaan simbol- simbol yang berbeda dengan simbol-simbol untuk
profesi lain.
Pendekatan institusional (the institutional
approach) memandang profesi dari segi proses institusional atau perkembangan
asosiasional. Maksudnya, kemajuan suatu pekerjaan ke arah pencapaian status
ideal suatu profesi dilihat atas dasar tahap-tahap yang harus dilalui untuk
melahirkan proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya.
H.L. Wilensky (1976) mengemukakan lima langkah untuk memprofesionalkan suatu
pekerjaan.
Pendekatan legalistik (the legalistic
approach) yaitu pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi
oleh negara atau pemerintah. Suatu perkerjaan dapat disebut profesi jika
dilindungi oleh undang-undang atau produk hukum yang ditetapkan oleh
pemerintahan suatu negara.
BAB 3 (RANAH PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU)
Berkaitan dengan penyediaan guru.
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah
No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa hal itu menjadi
kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut
sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum
ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi
yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan
ilmu kependidikan dan non- kependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi
akademik sekurang- kurangnya SI/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang
guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai guru
profesional. Pada sisi lain, baik UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang
berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi
syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus
pendidikan profesi. Pada sisi lain, dua produk hukum ini menggariskan bahwa
peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri. yang sangat mungkin
didasari atas kuota kebutuhan formasi.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74
Tahun 2008 seperti dimaksudkan di atas mengisyaratkan bahwa ke depan, hanya
lulusan S1/ D. IV yang memiliki sertifikat pendidiklah yang akan direkrut
menjadi guru. Namun demikian, sunggupun guru yang direkrut telah memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum
dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, ternyata masih diperluan
program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar- benar
profesional. Memang, pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini
merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan
ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru
pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di
sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk
menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi
akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara.
Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika menghadapi
realitas dunia kerja. suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya
berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya,
melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut
mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di dalam
maupun di luar kelas.
Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan
merupakan proses yang ditempuh oleh guru pada saat menjalani tugas-tugas
kedinasan. Kegiatan ini diorganisasikan secara beragam dan berspektrum luas
dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi, keterampilan, sikap, pemahaman,
dan performansi yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan di masa mendatang. Di
banyak negara, saat ini berkembang kecenderungan-kecenderungan baru dalam
pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, terutama tenaga guru.
Kecenderungan-kecenderungan baru dimaksud adalah: (1) berbasis pada program
penelitian. (2) menyiapkan guru untuk menguji dan mengases kemampuan praktis
dirinya, (3) diorganisasikan dengan pendekatan kolegialitas. (4) berfokus pada
partisipasi guru dalam proses pembuatan keputusan mengenai isu-isu esensial di
lingkungan sekolah, dan (5) membantu guru-guru yang dipandang masih lemah pada
beberapa aspek tertentu dari kompetensinya. Dengan demikian, kegiatan ini
merujuk kepada peluang-peluang belajar (learning opportunities) yang didesain
secara sengaja untuk membantu pertumbuhan profesional guru. Lebih spesifik, ia
dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial, bahkan dapat dilakukan sebagai wahana
promosi bagi guru.
Untuk menjadi guru profesional, perlu
perjalanan panjang. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekrutmen, penempatan,
penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional
sung- guhan, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Guru semacam
inilah yang kelak akan menjelma sebagai guru profesional. Edi Suharto
mengemukakan masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya.
BAB 4 (PENGEMBANGAN PROFESI DAN KARIR)
Pembinaan dan pengembangan profesional guru
atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang,
studi banding. dan lain-lain adalah penting. Namun, yang tidak kalah pentingnya
adalah prakarsa personal guru untuk menjalani proses profesionalisasi. Kegiatan
P3KG idealnya dilaksanakan dengan secara sistematis dengan menempuh
tahapan-tahapan tertentu, seperti analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan
sasaran, mendesain program, implementasi dan deliveri program, dan evaluasi
program. Ini berarti bahwa kegiatan pembinaan dan pengembangan kemampuan
profesional guru secara berkelanjutan harus dilaksanakan atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi yang sistematis. Subkompetensi
merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran, Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami landasan
kependidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi
pembelajaran berdasar- kan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai,
dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi
yang dipilih. Subkompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki indikator
esensial: menata latar (setting) pembelajaran, dan melaksanakan pembel- ajaran
yang kondusif.
Subkompetensi merancang dan melaksanakan
evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan
evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan
berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk
menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan meman- faatkan
hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.
BAB 5 (PRINSIP DAN JENIS KEGIATAN
PENGEMBANGAN)
Pembinaan dan pengembangan profesi guru
dilaksanakan atas dasar prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum P3KG guru
dijelaska seperti berikut ini. Pertama, diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Kedua,
diseleng- garakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multimakna. Ketiga, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat. Keempat, diseleng- garakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
guru dalam proses pembelajaran. Kelima, diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
1. Pendidikan dan pelatihan
a. In-house training (IHT). Pelatihan dalam
bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di kelompok kerja
guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa
sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus
dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilaku- kan oleh guru yang memiliki
kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain, dengan strategu ini diharapkan
dapat lebih menghemat waktu dan biaya.
b. Program magang. Program magang adalah
pelatihan yang dilaksana- kan di dunia kerja atau industri yang relevan dalam
rangka mening- katkan kompetensi profesional guru. Program magang ini
diperuntuk- kan bagi guru dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya.
magang di sekolah tertentu untuk belajar manajemen kelas atau manajemen sekolah
yang efektif. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan
bahwa keterampilan tertentu yang memerlukan pengalaman nyata.
c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui
kemitraan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dengan yang
kurang baik, antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, dan sebagainya. Jadi.
pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah.
Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan
atau kelebihan yang dimiliki mitra, misalnya, di bidang manajemen sekolah atau
manajemen kelas.
Label: CRITICAL BOOK REPORT PROGRAM STUDY S1 PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda