Senin, 14 Oktober 2024

CRITICAL BOOK REPORT PROGRAM STUDY S1 PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR

Sebagai seorang mahasiswa, kita tentu saja bisa kesulitan dalam menemukan buku yang dapat mempermudah proses belajar, salah satunya juga mengenai materi profesi kependidikan. Maka dari itu, pentingnya membuat "CRITICAL BOOK REPORT" agar memudahkan pembaca dalam menilai buku yang efisien untuk dipelajari. Dari sini jugalah penyusun dapat membandingkan buku yang akan di kritisi guna mempertajam kepekaan terhadap isi buku.

 

B. TUJUAN PENULISAN CBR

Mengkritisi serta membandingkan kelebihan dan kelemahan buku dari segala aspek yang berkaitan dengan topik pembahasan profesi kependidikan.

 

C. MANFAAT PENULISAN CBR

Menambah wawasan akan pengertian dari materi profesi kependidikan.

Membantu pembaca dalam mencari informasi inti dari sebuah buku, mulai dari kelebihan. maupun kekurangan isi buku, Melatih diri untuk menilai atau mengambil kesimpulan dari sebuah buku.

D. IDENTITAS BUKU


Judul               :Profesi Kependidikan

Edisi                :Cetakan ke-5, November 2015

Penulis            :Prof. Dr. Sudarwan Danim dan Dr. H. Khairil

Penerbit           :Alfabeta, CV

Kota Terbit     :Bandung

Tahun Terbit   :2015

ISBN                :978-602-8800-44-0


BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

BAB 1 (ESENSI DAN RANAG PROFESI KEPENDIDIKAN)

Profesi kependidikan terdiri dari dua ranah, yaitu profesi pendidik dan profesi tenaga kependidkan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua jenis "profesi" atau pekerjaan yang saling mengisi. Pendidik dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekali pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga kependidikan. Sebaliknya, tenaga kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa berbuat apa-apa, tanpa dukungan guru yang profesional sebagai aktor langsung di dalam dan di luar kelas, termasuk di laboratoium sekolah.

Karenanya, ketika berbicara mengenai "profesi kependidikan", semua orang akan melirik pada PTK. Mengikuti skema UU No. 20 Tahun 2003. tentang Sisdiknas, siapa yang disebut dengan tenaga kependidikan itu? Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, di mana di dalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru yang tadinya masuk rumpun "pendidik", kini telah memiliki definisi tersendiri. Secara lebih luas Tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu sebagai berikut:

1. Tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji.

2. Tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.

3. Pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.

Kembali ke uraian sebelumnya, profesi kependidikan sesungguhnya memiliki dua ranah besar, yaitu pendidik dan tenaga kependidikan. Penyan- dang profesi atau pemangku pekerjaan pendidik mencakup guru, dosen, konselor, pamong belajar, pamong, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan tenaga atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, yang berfungsi sebagai agen pembelajaran peserta didik. Pendidik dimaksud mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. guru bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

2. dosen bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

3. konselor bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan kon- seling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi

4. pamong belajar bertugas dan bertanggung jawab menyuluh, mem- bimbing, mengajar, melatih peserta didik, dan mengembangkan: model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembel- ajaran pada jalur pendidikan nonformal;

5. pamong bertugas dan bertanggung jawab membimbing dan melatih anak usia dini pada kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain yang sejenis;

6. widyaiswara bertugas dan bertanggung jawab mendidik, mengajar dan melatih peserta didik pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan/atau dalam jabatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;

 

7. tutor bertugas dan bertanggung jawab memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran jarak jauh dan/atau pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan jalur formal dan nonformal;

8. instruktur bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kursus dan/atau pelatihan; dan

9. fasilitator bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan.

Secara definisi kata "guru" bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu. Definisi guru tidak termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), di mana di dalam UU ini profesi guru dimasukkan ke dalam rumpun pendidik.

Sesungguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang bisa berbeda maknanya. Kata pendidik (Bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata educator (Bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster kata educator berarti educationist atau educationalist yang padanannya dalam bahasa Indonesia adalah pendidik, spesialis di bidang pendidikan, atau ahli pendidikan. Kata guru (bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata teacher (bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster, kata teacher bermakna sebagai "the person who teach, especially in school" atau guru adalah seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah. Conny R. Semiawan mengemukakan bahwa kompetensi guru memi- liki tiga kriteria yang terdiri dari:

 

1. Knowledge criteria, yakni kemampuan intelektual yang dimiliki seorang guru yang meliputi penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu. pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang kemasyarakatan dan pengetahuan umum.

2. Performance criteria, adalah kemampuan guru yang berkaitan dengan pelbagai keterampilan dan perilaku, yang meliputi keterampilan meng- ajar, membimbing, manilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dan keterampilan menyusun persiapan mengajar atau perencanaan mengajar.

3. Product criteria, yakni kemampuan guru dalam mengukur kemampuan dan kemajuan siswa setelah mengikuti proses belajar-mengajar.

Dengan demikian jelas bahwa profesi guru merupakan sebuah profesi. yang hanya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien oleh seseorang yang dipersiapkan untuk menguasai kompetensi guru melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus. Oleh karena pendayagunaan profesi guru secara formal dilakukan di lingkungan pendidikan formal termasuk madrasah yang bersifat berjenjang dan berbeda jenisnya, maka guru harus memenuhi persyaratan atau kualifikasi atau kompetensi sesuai jenis dan jenjang sekolah tempatnya bekerja.

BAB 2 (PENDEKATAN PELEMBAGAAN PROFESI)

Pendekatan karakteristik (the trait approach) memandang bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan peker- jaan lainnya. Seseorang penyandang profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya. Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik-karakteristik profesi itu menghasilkan kesimpulan seperti berikut ini.

1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.

 

2. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan penguasaan bidang keilmuan tertentu. Siapa saja bisa menjadi "guru", akan tetapi guru yang sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran.

3. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda pengetahuan teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru besar idealnya berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan dosen atau tenaga akademik biasa.

4. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh peserta didik.

5. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mundiri atau self- organization. Istilah mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas.

6. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah, bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap memberikan bantuan, baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan. bahkan saat dia sedang istirahat sekalipun.

7. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja.

 

8. Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Manakala terjadi "malpraktik", seorang guru harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya. Ketika bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya. Replika tanggungjawab ini menj dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran.

9. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di dunia kedokteran, sistem upah dapat pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus dibayar oleh orang-orang yang menerima jasa layanan darinya.

10. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol- simbol yang berbeda dengan simbol-simbol untuk profesi lain.

Pendekatan institusional (the institutional approach) memandang profesi dari segi proses institusional atau perkembangan asosiasional. Maksudnya, kemajuan suatu pekerjaan ke arah pencapaian status ideal suatu profesi dilihat atas dasar tahap-tahap yang harus dilalui untuk melahirkan proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya. H.L. Wilensky (1976) mengemukakan lima langkah untuk memprofesionalkan suatu pekerjaan.

Pendekatan legalistik (the legalistic approach) yaitu pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh negara atau pemerintah. Suatu perkerjaan dapat disebut profesi jika dilindungi oleh undang-undang atau produk hukum yang ditetapkan oleh pemerintahan suatu negara.

BAB 3 (RANAH PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU)

Berkaitan dengan penyediaan guru. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa hal itu menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non- kependidikan.

Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang- kurangnya SI/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai guru profesional. Pada sisi lain, baik UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Pada sisi lain, dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri. yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi.

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 seperti dimaksudkan di atas mengisyaratkan bahwa ke depan, hanya lulusan S1/ D. IV yang memiliki sertifikat pendidiklah yang akan direkrut menjadi guru. Namun demikian, sunggupun guru yang direkrut telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, ternyata masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar- benar profesional. Memang, pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.

Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja. suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di luar kelas.

 

Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan merupakan proses yang ditempuh oleh guru pada saat menjalani tugas-tugas kedinasan. Kegiatan ini diorganisasikan secara beragam dan berspektrum luas dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi, keterampilan, sikap, pemahaman, dan performansi yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan di masa mendatang. Di banyak negara, saat ini berkembang kecenderungan-kecenderungan baru dalam pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, terutama tenaga guru. Kecenderungan-kecenderungan baru dimaksud adalah: (1) berbasis pada program penelitian. (2) menyiapkan guru untuk menguji dan mengases kemampuan praktis dirinya, (3) diorganisasikan dengan pendekatan kolegialitas. (4) berfokus pada partisipasi guru dalam proses pembuatan keputusan mengenai isu-isu esensial di lingkungan sekolah, dan (5) membantu guru-guru yang dipandang masih lemah pada beberapa aspek tertentu dari kompetensinya. Dengan demikian, kegiatan ini merujuk kepada peluang-peluang belajar (learning opportunities) yang didesain secara sengaja untuk membantu pertumbuhan profesional guru. Lebih spesifik, ia dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial, bahkan dapat dilakukan sebagai wahana promosi bagi guru.

Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekrutmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional sung- guhan, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Guru semacam inilah yang kelak akan menjelma sebagai guru profesional. Edi Suharto mengemukakan masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya.

BAB 4 (PENGEMBANGAN PROFESI DAN KARIR)

Pembinaan dan pengembangan profesional guru atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding. dan lain-lain adalah penting. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah prakarsa personal guru untuk menjalani proses profesionalisasi. Kegiatan P3KG idealnya dilaksanakan dengan secara sistematis dengan menempuh tahapan-tahapan tertentu, seperti analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, mendesain program, implementasi dan deliveri program, dan evaluasi program. Ini berarti bahwa kegiatan pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru secara berkelanjutan harus dilaksanakan atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi yang sistematis. Subkompetensi merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasar- kan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Subkompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran, dan melaksanakan pembel- ajaran yang kondusif.

Subkompetensi merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan meman- faatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

BAB 5 (PRINSIP DAN JENIS KEGIATAN PENGEMBANGAN)

Pembinaan dan pengembangan profesi guru dilaksanakan atas dasar prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum P3KG guru dijelaska seperti berikut ini. Pertama, diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Kedua, diseleng- garakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. Ketiga, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat. Keempat, diseleng- garakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran. Kelima, diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

1. Pendidikan dan pelatihan

a. In-house training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilaku- kan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain, dengan strategu ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.

b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksana- kan di dunia kerja atau industri yang relevan dalam rangka mening- katkan kompetensi profesional guru. Program magang ini diperuntuk- kan bagi guru dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya. magang di sekolah tertentu untuk belajar manajemen kelas atau manajemen sekolah yang efektif. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu yang memerlukan pengalaman nyata.

c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dengan yang kurang baik, antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, dan sebagainya. Jadi. pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra, misalnya, di bidang manajemen sekolah atau manajemen kelas.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda