CIRI-CIRI PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN KEMAJUAN
BAB
I PEMBAHASAN
A.
CIRI-CIRI PENDIDIKAN
ISLAM PADA ZAMAN KEMAJUAN
Sejak lahirnya islam, lahirlah pendidikan dan
pengajaran islam, pendidikan dan pengajaran islam itu terus berkembang pada
masa Khulafaurrasyaidin dan Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa kurang lebih
selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang
pengembangan dan bidang kemajuan pendidikan islam. Sementara system pendidikan
masih sama ketika masa Rasul dan Khulafaur rasyidin, hal ini terlihat pada pola
pengajaran dengan system kuttab, tempat anak-anak belajar membaca dan menulis
al-Quran serta ilmu agama islam lainnya. System pola ini bertempat dirumah
guru, istana dan masjid. Yaitu kuttab yang pelaksanaannya di masjid.
Pada masa
Dinasti Umayyah, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, seperti kuttab dan
masjid menjadi tujuan utama para Khalifah dan Gubernur setempat. Pendanaan
lembaga-lembaga pendidikan ini sangat tergantung pada pemerintah sebagai
pemrakarsa dan propagandis. Masjid Jami yang banyak bermunculan pada Dinasti Abbasiyah
di biayai keberaradaannya dan oporasionalnya oleh pemerintah sepenuhnya.
Halaqah-halaqah yang diangkat oleh Khalifah untuk mengajarkan bidan kajian
tertentu. Pada masa-masa akhir, daulah Umayyah dalam kondisi politik yang tidak
stabil, pemborantakan-pemborantakan yang terjadi disana-sini,akibat perebutan
kekuasaan didalam lingkungan keluarga Umayyah sendiri, serta firqah-firqah yang
muncul pada saat itu. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh keluarga Abbas untuk
memulai gerakannya.
Kekuasaan
Dinasti Bani Abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah, dinamakan Khalifah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah
keturunan dari Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti ini didirikan oleh
Abdullah Alsaffah Ibnu Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656
H (1258 M).
Pada
permulaan Dinasti Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat
hebatnya diseluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak
terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan
pemuda-pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan, pergi
kepusat-pusat pendidikan. Meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan
ilmu penegtahuan.
Dinasti Abbasiyah merupakan Dinasti islam yang sempat
membawa kejayaan umat islam pada masanya. Zaman keemasan islam dicapai pada
masa dinasti ini berkuasa. Pada masa ini pula umat islam banyak melakukan
kajian kritis ilmu pengetahuan. Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan
cendikiawan bermunculan sehingga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju begitu
pesat. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun
Al-Rasyid(786-809 M) dan putranya Al-Ma’mum (813-833 M) kekayaan yang
dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit, lembaga
pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat paling
tidak. sebanyak 800 orang Dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah
ini, kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kesusatraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi.
Al-Ma;mun pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemrintahannya, ia menerjemahkan buku-buku Yunani, ia
juga banyak mendirikan sekolah-sekolah, salah satu karya besarnya yang
terpenting pembangunan Bait Al-Hikmah, pusat penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dan perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum. Dan
diberi nama Darul Ilmi, yang berisi buku-buku yang tidak terdapat
diperpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, dan pada saat ini pula Baghdad dapat
memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban islam keberbagai penjuru dunia.
Diantara bangunan-bangunan atau sarana pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah
adalah:
Madrasah
yang terkenal pada saat itu adalah madrasah nidzamiyah, yang didirikan oleh
seseorang perdana menteri Nidzamul Muluk (456-486 M), bangunan tersebut
tersebar luas di kota Baghdad, Balkan, Muro, Tabaristan, Naisabur dan
lain-lain.
- Kuttab, yakni tempat belajar bagi para siswa sekolah dasar dan menengah.
- Majelis Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ilmuan para ulama, cendikiawan dan para pilosof dalam menyeminarkan dan mengkaji ilmu yang mereka geluti.
- Darul hikmah, perpustakaan pusat.
Adapun
ciri-ciri pendidikan islam pada zaman kemajuan antara lain:
1.
INTEGRASI ILMU
Sejak
zaman Bani Umayyah telah tumbuh ilmu pengetahuan baik naqliyah maupun ‘aqliyah.
Selanjutnya, pada zaman banni Abbasiah kemajuan yang dicapai di zaman umayyah
tersebut semakin meningkat banyak pula melahirkan sarjana/ulama. Ilmu dalam
pandangan Islam terbagi dua:
a. Ilmu-Ilmu
Naqliyah
Ilmu
Naqliyah adalah ilmu yang bersumber dari wahyu. Ayat-ayat Qur’an yang turun mengandung
ilmu pengetahuan, diuraikan serta diperinci oleh para ulama, maka lahirlah ilmu
seperti: kalam, fikih, tafsir, Hadits, tasawuf, dan bahasa arab.
Pada
zaman kemajuan, berkembang dengan suburnya semua ilmu-ilmu tersebut. Ilmu
kalam, ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu tasawuf, dan bahasa arab.
Dalam bidang ilmu kalam, pada saat itulah berkembang berbagai aliran:
Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Asy’ariyah, dan Muturidiyah.
b. Ilmu-ilmu
‘Aqliyah
Yang
dimaksud dengan ilmu-ilmu ‘aqliyah yaitu ilmu-ilmu yang tidak dikategorikan
kedalam ilmu lisaniyah dan naqliyah. Yang termasuk dalam bidang ilmu ‘aqliyah
yaitu: filsafat, ilmu pasti, ilmu falak, ilmu bumi, sejarah, fisika, kimia,
kedokteran, ilmu musik, arsitektur, dan lain-lain.
Berdasarkan
kurukulum yang dilaksanakan pada lembaga-lembaga pendidikan islam pada zaman
kemajuanyang telah dikemukakan terdahulu dapat dilihat bahwa pada masa kemajuan
itu ilmu terintegrasi.
Perkenalan
umat islam dengan ilmu pengetahuan non kewahyuan, ketika terjadi penakhlukan
daerah-daerah di belahan utara saudi arabia-syiria, irak, iran, mesir yang kaya
dengan ilmu pengetahuan dan peradaban. Hasil kontak itulah yang menimbulkan
munculnya semangat ilmiah dikalangan kaum muslim dan mulailah muncul periode penerjemahan. Setelah
melewati periode penerjemahan umat islam menjadi pelopor ilmu pengetahuan
terutama sekitar abad kedelapan sampai kedua belas masehi. Pada ketika itu,
berkembanglah dikalangan umat islsm dua pilar utama ilmu pengetahuan, yakni
ilmu-ilmu naqliyah dan ‘aqliyah.
Al-Farabi
mengklasifikasikan pengetahuan sebagai berikut:
1. Ilmu
bahasa: sinteksis, tata bahasa, cara berbicara, puisi
2. Logika:
pembagian, komposis, dan definisi pikiran secara sederhana
3. Ilmu
propaedeutic: ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu optik, ilmu tentang
cakrawala, musik, ilmu gaya barat, ilmu membuat alat
4. Fisika(ilmu
alam): Metafisika(ilmu tentang Tuhan dan prinsip benda)
5. Ilmu
kemasyarakatan: yurisprudensi, retorika.
Al-Farabi
memasukkan studi keagamaan dibawah metafisika dan ilmu kemasyarakatan ( Ashraf,
1985: 29).
Naquib
al-Attas, menjelaskan hakikat pengetahuan bertolak dari pandangan bahwa semua
pengetahuan itu datangnya dari Allah. Penggolongan pengetahuan berdasarkan
kepada kenyataan bahwa manusia itu mempunyai dua jiwa, yang satu adalah
santapan dan kehidupan jiwa sedangkan yang kedua adalah kelengkapan yang dapat
digunakan untuk melengkapi dirinya didunia untuk mengejar tujuan yang
pragmatis. Pengetahuan jenis pertama diberikan Allah melalui wahyu-Nya kepada
manusia lewatt Al-qu’an.
Pengetahuan
jenis pertama menyingkapi misteri wujud dan eksistensi dan mengungkapkan
hubungan sejati antara diri manusia dengan Tuhannya.Pengetahuan ini pada
akhirnya tergantung kepada rahmat Allah dan karna itu menuntut perbuatan dan
amal pengabdian kepada Allah sebagai persyaratan bagi penyampaian yang mungkin,
sehingga dapatlaah disimpulkan bahwa supaya pengetahuan itu dapat dicapai, maka
pengetahuan tentang prasyarat menjadi perlu. Dan ini meliputi unsur-unsur dasar
islam (islam, iman, ihsan). Adapun jenis kedua adalah pengetahuan tentang ilmu-ilmu
yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan, dan penelitian. Hal itu ditempuh
lewat penyelidikan dan perenungan rasional. Kelompok ilmu pertama wajib
diketahui oleh semua. Setiap muslim fard ‘ain, sedangkan kelompok ilmu kedua
fard kifayah (al-attas, 1979:29-34)
2.MUNCULNYA
TRADISI KEILMUAN
Tradisi
ilmiah ini telah terbangun sejak adanya kontak antara umat islam dengan
peradaban yang sudah maju diberbagai negara yang menjadi takhlukan
(syam,irak,persi,mesir), maka mulailah umat islam mengenal ilmu
pengetahuan(sains) dan secara bertahap umat islam mempelajarinya yang akhirnya
menimbulkan kecintaan umat islam kepada ilmu pengetahuan (sains). Atas upaya
kreatif umat islam berkembanglah ilmu pengetahuan itu. Kesemarakan pengembangan
ilmu itu tidak lepas peranan dukungan dari kekhalifahan islam. Ada tiga
kerajaan besar islam yang mendukung pengembangan ilmu itu pada abad
pertengahan. Pertama, kekhalifahan bani abbas yang berpusat di Baghdad. Kedua, kekhalifahan
bani umayyah andalusia yang berpusat di Kordoba. Ketiga, kekhalifahan
fathimiyah yang berpusat di Kairo.
Bani
Abbas memulai tradisi ilmiah itu pada masa khalifah al-Mahdi, dilanjutkan oleh
putranya al-Hadi, lalu mencapai puncaknya pada Harun ar-Rasyid serta anaknya
al-Makmun. Pada masa inilah semaraknya penerjemah, penulisan, bacaan, diskusi
dan dialog tentang ilmu pengetahuan.
Tradisi
ilmiah di Andalusia dimulai pada masa kerajaan bani umayyah di Andalusia di
pelopori oleh al-Hakam bin Hisyam I Abd. Rahman I, dengan dibangunnya akademi Kordoba (Thomson, 2004, 54). Pada
masa kejayaannya, kordoba merupaka salah satu dari keajaiban dunia.
Pada
masa Abdur Raahman III, Spanyol mengalami kemajuan peradaban yang menakjubkan,
khususnya seni arsitektur. Diketahui bahwa kardoba pada saat itu memiliki 300
mesjid, 100 istana megah, 13.000 gedung, dan 300 tempat pemandian umum (K.Ali,
2003:466).
Dinasti
Ftimiyah di Mesir juga mempunyai peranan dalam membangun tradisi ilmiah.
Al-Aziz khalifah kelima dari dinasti fatimiyah yang mencintai pendidikan, di
zamannnya Mesjid Al-Azhar menjadi sebuah akademi.Kekayaan dan kemakmuran
dinasti fatimiyah dan besarnya perhatian para khalifah merupakan faktor
pendorong para ilmuan untuk berpindah ke kairo. Khalifah fatimiyah mendirikan
sejumlah sekolah dan perguruan, mendirikan perpustakaan umum, dan lembaga ilmu
pengetahuan. Dar al-Hikmah merupakan prakarsa terbesar untuk pengembangan ilmu
pengetahuan yang didirikan oleh khalifah al-Hakim pada tahun 1005 M. Khalifah
fatimiyah pada umumnya juga mencintai berbagai seni bangunan (arsitektur).
Mereka mempercantik ibu kota dan kota-kota lainnya dengan berbagai bangunan
megah. Mesjid agung al- Azhar dan Mesjid al-Hakim menandai kemajuan arsitektur
zaman Fathimiyah (K.Ali, 2003:515).
3.ILMUWAN
DAN PRODUKTIVITASNYA
1. Al-Kindi,
nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak
bin sabah bin imran bin ismail bin Muhammad bin al-Asy’at bin Qais al-Kindi.
Lahir di kufah pada tahun 801 M dan wafat di Baghdad tahun 869 M. Tidak banyak
informasi tentang riwayat pendidikannya. Ada riwayat menerangkan bahwa ia
pernah belajar di Basrah dan Baghdad, serta ia seorang cerdas, menguasai bahasa
yunani, siryani disamping belajar bahasa Arab (Ensiklopedia islam jilid III,
1999:69). Ia dijuluki Filsuf dari Arab, hal ini boleh jadi karena kegeniusannya,
dia memiliki keahlian dalam bidang filsafat teologi Arab dan Matematika
(Fakhri, 1987:113).
Karya-karyanya
ada sejumlah 270, dalam bidang filsafat,logika, ilmu hitung, musik, astronomi,
geometris, medis, astrologis, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Karya-karyanya
ini banyak yang diterjemahkan kedalam bahasa latin dan Eropa, sehingga turut
mempengaruhi pemikiran orang-orang Eropa pada abad pertengahan (Ensiklopedia
islam jilid 3, 1999:70).
Diantara
buah pikir al-Kindi adalah tentang jiwa atau roh, eksistensinya terpisah dari
tubuh yang tidak tergantung satu sama lainnya. Menurut beliau, roh atau jiwa
terbagi kepada tiga daya, yaitu daya bernafsu (al-Quwwah as-syahwatiyah),
daya pemarah (al-Quwwah ghadabiyah) dan daya pikir (al-Quwwah
natiqiyah). Selanjutnya, Al-kindi membagi akal kepada tiga macam, yaitu
akal yang bersifat potensial, akal yang sudah keluar dari tingkat potensial
menjadi akal aktual, dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari
aktualisasi (Ensklopedia islam, jilid 3, 1999:70).
2. Al-Farabi,
nama lengkapnya Abu Nashar Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Ushlaq
al-farabi, lahir pada tahun 870 M di Farb dan wafat pada tahun 950 di Aleppo.
Al-Farabi sangat terkenal sebagai ahli logika, hal ini dapat dilihat dari
komentar-komentarnya terhadap logika Aristoteles, diantara karya-karya utamanya
tentang logika ini, antara lain: komentar terhadap Analityca posteriora,
analytica priora, isagoge, Tipika, Shopistica, De Interppretatione, dan De
Cateoriare.
3. Ibnu
sina, nama lengkapnya Abu Ali Husein bin Abdullah, lahir tahun 980 M di
Bukhara, Wafat tahun 1037 di Hamadan. Dikalangan orang barat terkenal namanya
dengan Avvesenna, terkenal sebagai dokter dan filsuf. Sejak kecil ia telah
menghafal Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama. Kemudian ia mempelajari matematika,
logika, fisika, geometri, astronomi, hukum islam, teologi, dan kedokteran. Dia
terjun kedunia kedokteran sejak usianya 17 tahun.
4. Ibn
Rusyd, nama lengkapnya Abu al-walid Muhammad bin Muhammad, lahir tahun 1126,
seorang dokter, ahli hukum, dan tokoh filsuf yang paling menonjol.
Karya-karyanya yaitu Bidayatul Mujtahid, isinya mengenai fikih perbandingan.
5. Al-Khawarizmi,
nama lengkapnya adalah Muhammad bin Musa al-khawarizmi lahir tahun 780 M dan
wafat tahun 850, seorang ahli matematika yang terkemuka, beliau memiliki
jasa-jasa yang tidak sedikit dalam bidang matematika, diantaranya metode
menghitung logaritma dan juga mempelopori penggunaan angka nol. Jasa beliau
yang lain yaitu menggunakan konsep sinus. ( Ensiklopedia Tematik jilid 4,
2003:238)
6. Al-Biruni, nama lengkap Abu Raihan al-Birunni , lahir
873 dan wafat tahun 1048 di khawarizmi. Beliau mempelajari banyak ilmu
pengetahuan seperti, matematika, fisika, geologi, geografi, dan filsafat.
7. Umar
Khayam, nama lengkap Giyasuddin Abu al-Fath Umar bin Ibrahim al-Khayami lahir
di Nisabur,Khurasan 1048 dan wafat 1131M. Beliau adalah seorang penyair besar,
sufi, filsuf, ahli matematika, ahli astronomi. Umar menulis buku al-jabr, buku
matematika terpenting pada abad pertengahan (Ensiklopedia Tematik jilid 5., 2003:239).
4. BERKEMBANGNYA
ATMOSFER ILMIAH
Atmosfer
ilmiah tumbuh dengan subur melalui :
a. Lembaga
kajian ilmiah.
b. Majlis
diskusi, seminar.
c. Perpustakaan.
d. Rihlah
ilmiah.
5..I’TIBAR DAN
‘IBRAH YANG DAPAT DIAMBIL PADA ZAMAN KEMAJUAN PENDIDIKAN ISLAM
a.
Dukungan Pemerintah
Kemajuan
pendidikan islam memperoleh banyak kemajuan selama berabad-abad, karena
dukungan para penguasa. Para khalifah yang memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap pendidikan berpengaruh besar bagi dunia pendidikan islam. Kepedulian
para khalifah telah dimulai sejak zaman khulafaur rasyidin dan
khalifah-khalifah bani umayyaah, kemudian semakin intensif pada zaman kemajuan.
b.Semangat
Berwakaf
Kemajuan
pendidikan islam itu tidak hanya bersifat dari atas ke bawah, yaitu peranan
para khalifah, tetapi juga peranan masyarakat. Masyarakat memiliki partisipasi
dalam bidang pendidikan dengan cara memberikan bantuan pembiayaan lewat wakaf.
c.Semangat
Rihlah Ilmiah
Banyak
musafir yang bertujuan untuk mendalami ilmu pengetahuan, mereka bermukim
ditempat tujuan untuk jangka yang lama, kemudian berpindah lagi ke tempat yang
lain.
d.Semangat
Penyebaran Ilmu
Semangat
penyebaran ilmu itu dapat dilihat terutama dari produktivitas mereka dalam
bidang ilmu pengetahuan. Para ulama dan cendikiawan tersebut telah menulis buku
yang luar biasa banyaknya. Karya-karya mereka itu tersimpan di berbagai
perpustakaan. Tokoh-tokoh seperti, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibn
Rusydy, dan Ibn khaldun, begitu juga imam-imam mazhab yang empat ( Maliki,
Hanafi, Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal) adalah ulama-ulama yang memiliki
tulisan-tulisan dibidangnya.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda