Minggu, 02 Juli 2017

JURNAL AGAMA ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di muka bumi ini pada asalnya adalah halal dan mubah. Tidak ada satu pun yang haram, kecuali karena ada nash yang sah dan tegas dari syari’at yaitu Allah dan Rasul-Nya yang mengharamkannya. Jadi, makanan yang halal adalah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari’at islam, yaitu segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan, ataupun binatang yang pada dasarnya adalah makanan halal.[1] Sebagaimana firman Allah Surat Al- Baqarah ayat 168 yang berbunyi sebagai berikut :
ياايها الناس كلوا مما فى الأرضى حللا طيبا ولا تتبعوا خطوات الشيطن إنه لكم عدومبين
Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya, setan itu musuh yang nyata bagimu”.[2]

Dan firman Allah Surat Al- Maidah ayat 88 yang berbunyi sebagai berikut:
وكلوا مما رزقكم الله حللا طيبا واتقوا الله الذى أنتم به مؤمنون
Artinya: “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.[1]
Lawan dari halal adalah haram. Segi halal dan haram banyak digunakan dalam aspek kehidupan. Dan penggunaan yang paling umum dalam ketentuan ini adalah merujuk kepada produk-produk daging, bahan-bahan makanan, dan farmasi yang kebanyakan dikonsumsi oleh manusia. Dan makanan yang dikonsumsi oleh manusia itu ada bermacam-macam jenisnya, Setiap jenisnya digolongkan menjadi dua bagian. Penggolongan ini biasanya terdiri dari makanan yang dihalakan dan diharamkan untuk dikonsumsi. 
Salah satu makanan dari jenis binatang yang menjadi polemik terkait status kehalalannya adalah bekicot. Dan bekicot itu ada dua macam, ada bekicot darat dan bekicot air. Adapun bekicot darat yang dalam bahasa arabnya adalah Halzuun Barriy digolongkan sebagai hasyarot (hewan kecil di darat seperti tikus, kumbang, dan kecoak yang tidak memiliki darah mengalir. Adapun bekicot air (disebut keong/tutut) digolongkan sebagai hewan air. Antara kehalalan bekicot darat dan bekicot air ini berbeda, Bekicot air yang disebut Tutut (Keong/Bellamya javanica/Viviparus javanicus) adalah hewan yang mirip dengan bekicot namun habitatnya adalah di air. Akan tetapi hewan jenis ini termasuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan halalnya hewan air.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 96:   
أحل لكم صيد البحر وطعامه
Artinya: Dihalalkan bagimu binatang buruan air dan makanan (yang berasal ) dari air. (Qs. Al-Maidah: 96).
As-Syaukani Rahimahullah mengatakan yang dimaksud dengan air dalam ayat di atas adalah setiap air yang didalamnya terdapat hewan air untuk diburu (ditangkap), baik itu sungai atau kolam.[2]
Mengenai bekicot darat, ada perbedaan pendapat mengenai halal atau tidaknya untuk dikonsumsi oleh manusia. Adapun pendapat yang menghalalkan bekicot untuk dikonsumsi adalah ulama malikiyah dan syeikh sholeh Al-Munajjid.
Dalam kitab Al-Mudawanah dinyatakan,
سئل مالك عن شيء يكون في المغرب يقال له الحلزون يكون في الصحارى يتعلق بالشجر أيؤكل ؟ قال : أراه مثل الجراد ، ما أخذ منه حيّاً فسلق أو شوي : فلا أرى بأكله بأساً , وما وجد منه ميتاً : فلا يؤكل
Imam Malik ditanya tentang binatang yang ada di daerah maroko, namanya bekicot. Biasanya berjalan di bebatuan, naik pohon. Bolehkah dia dimakan? Imam Malik menjawab: Saya berpendapat, itu seperti belalang. Jika ditangkap hidup-hidup, lalu direbus atau dipangggang. Saya berpendapat, Tidak masalah dimakan, namun jika ditemukan dalam keadaan mati, jangan dimakan.”[3]
Al-Baji dalam kitab Al-Muntaqa Syarh Muwatha’ juga pernah menukil keterangan Imam Malik tentang bekicot,
ذكاته بالسلق ، أو يغرز بالشوك والإبر حتى يموت من ذلك ، ويسمَّى الله تعالى عند ذلك ، كما يسمى عند قطف رءوس الجراد
Cara menyembelihnya adalah dengan dimasak, atau ditusuk kayu atau jarum sampai mati. Dengan dibacakan nama Allah (bismillah) ketika itu. Sebagaimana membaca bismillah ketika memutuskan kepala belalang.”[4]
Sedangkan Syaikh Sholeh Al-Munajjid dalam fatawa al-islam sual wa jawab No.114855 berkata:[5]
جواز أكل الحلجون بنوعه: البري والبحري، ولو طبح حيا حرج. لأن البري منه ليس له دم حتى يقال بوجوب تذكيته وإخراج الدم منه، ولأن البحري منه يدخل في عموم حل صيد البحر وطعامه.
Boleh saja memakan dua jenis bekicot yaitu bekicot darat dan bekicot air. Sekalipun dimasak hidup-hidup, tidaklah masalah. Karena bekicot darat itu tidaklah memiliki darah yang mengalir, lantas bagaimana mungkin dikatakan wajib disembelih. Sedangkan bekicot air termasuk dalam keumuman ayat “ dihalalkan bagimu binatang buruan air dan makanan (yang berasal) dari air.
 Sedangkan MUI menetapkan bekicot haram untuk dikonsumsi. Hal ini dapat dilihat dalam Fatwa MUI No.25 Tahun 2012 Tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot. Akan tetapi, meskipun MUI mengharamkan bekicot untuk dikonsumsi masih banyak terdapat masyarakat di suatu daerah yang mengonsumsinya. Seperti yang terdapat di daerah dusun sei meranti kecamatan pujud kabupaten rokan hilir. Kebanyakan masyarakat yang tinggal di daerah dusun sei meranti kecamatan pujud kabupaten rokan hilir yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim, terdapat beberapa anggota masyarakatnya yang mengonsumsi Bekicot.
Masyarakat daerah dusun sei meranti Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir mengonsumsi bekicot dengan cara: mereka mencari bekicot-bekicot yang akan dimasak dipohon-pohon pisang atau di pohon-pohon yang tumbuh disekitar rumah dan lahan mereka, atau daerah lain yang lembap. Banyaknya bekicot yang mereka ambil tergantung berapa bekicot yang mereka dapatkan karena Bekicot jarang dijumpai pada siang hari dan kebanyakan dijumpai pada waktu malam hari dikarenakan Bekicot ini lebih suka ditempat yang lembab.
Masyarakat Dusun Sei Meranti Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir tidak setiap harinya mengonsumsi Bekicot. Dalam sebulan mereka mengonsumsinya hanya 2-3 kali saja dikarenakan Bekicot tersebut susah didapatkan apalagi jika musim kemarau tiba. Daerah yang panas sebagai salah satu faktor yang menyebabkan Bekicot tersebut jarang dijumpai di daerah ini.
Ketika penulis mewawancarai Ibu Atik salah seorang masyarakat Dusun Sei Meranti yang mengonsumsi Bekicot tersebut, ia mengatakan bahwa ia mengonsumsi bekicot karena ia menyukainya, daging Bekicot itu rasanya enak dan kenyal seperti ampela ayam. Selain rasanya yang enak Bekicot juga mempunyai banyak gizi dan mempunyai banyak khasiat seperti untuk mengobati sakit gigi, sesak nafas dan masih banyak lagi khasiatnya. Ia juga mengatakan bahwa keluarga mereka sudah membuktikan khasiatnya sewaktu salah satu anggota keluarganya merasakan sakit gigi. Daging Bekicot dapat diolah dengan berbagai variasi masakan sesuai selera masyarakat, seperti disate digoreng tetapi biasanya mereka lebih suka disambal.[6]
MUI mengeluarkan fatwa tentang hukum mengonsumsi bekicot ini dengan pertimbangan bahwa Seiring dengan dinamika yang sering terjadi di masyarakat, ada sekelompok masyarakat dan rumah makan yang memanfaatkan bekicot sebagai salah satu menu untuk pangan. Berdasarkan dari hal tersebut MUI pada tanggal 31 Mei 2012 menetapkan Fatwa Tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot. Dengan ketentuan:
1.      Bekicot merupakan salah satu jenis hewan yang masuk kategori hasyarat.
2.      Hukum memakan hasyarat adalah haram menurut Jumhur Ulama (Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyyah), sedangkan Imam Malik Menyatakan kehalalannya jika ada manfaat dan tidak membahayakan.
3.      Hukum memakan bekicot adalah haram, demikian juga membudidayakan dan memanfaatkannya untuk kepentingan konsumsi.[7]
Jadi, MUI mengharamkan Bekicot untuk dikonsumsi dikarenakan Bekicot merupakan jenis hewan hasyarat. Bukan hanya mengonsumsinya saja yang haram akan tetapi membudidayakan dan memanfaatkannya untuk kepentingan konsumsi juga diharamkan oleh MUI.
Fatwa MUI ini ditetapkan dengan memperhatikan berbagai pendapat ulama  yang menerangkan mengenai status hukum hewan yang masuk dalam kategori hasyarat. Seperti pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Daud Ad-Dhahiri, dan Syafiiyah An-nawawi. Mereka mengatakan bahwa:
مذاهب العلماء في حشرات الأرض كالحيات واالعقارب والجعلان وبنات وردان والفأر ونحوها مذهبنا أنها حرام ، وبه قال أبو حنيفة وأحمد وداود . وقال مالك : حلال
Madzhab-madzhab para ulama tentang hewan melata bumi Pendapat ulama mazhab tentang binatang kecil bumi seperti ular, kalajengking, kecoa, tikus dan sejenisnya, mazhab Syafi’i mengharamkannya, demikian pula Imam Abu Hanifah dan imam Ahmad, sedangkan imam Malik berpendapat halal.”[8]
Ibnu Hazm dalam kitab al-muhalla juga mengatakan bahwa bekicot haram untuk dikonsumsi.
ولا يحل أكل الحلزون البري , ولا شيء من الحشرات كلها : كالوزغ ، والخنافس , والنمل , والنحل , والذباب , والدبر , والدود كله – طيارة وغير طيارة – والقمل , والبراغيث , والبق , والبعوض وكل ما كان من أنواعها ؛ لقول الله تعالى : (حرمت عليكم الميتة) ؛ وقوله تعالى إلا ما ذكيتم
Tidak halal makan bekicot darat, tidak pula binatang melata semuanya, seperti: cicak, kumbang, semut, lebah, lalat, cacing dan yang lainnya, baik yang bisa terbang maupun yang tidak bisa terbang, kutu kain atau rambut, nyamuk, dan semua binatang yang semisal. Berdasarkan firman Allah, yang artinya: “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah” kemudian Allah tegaskan yang halal, dengan menyatakan, “Kecuali binatang yang kalian sembelih.
Kemudian Ibn Hazm menegaskan,
وقد صح البرهان على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا في الحلق ، أو الصدر , فما لم يقدر فيه على ذكاة : فلا سبيل إلى أكله : فهو حرام ؛ لامتناع أكله ، إلا ميتة غير مذكى
Dan dalil yang shahih telah menegaskan bahwa cara penyembelihan yang hanya bisa dilakukan pada leher atau dada. Untuk itu, hewan yang tidak mungkin disembelih, tidak ada jalan keluar untuk bisa memakannya, sehingga hukumnya haram. Karena tidak memungkinkan dimakan, kecuali dalam keadaan bangkai yang tidak disembelih.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda