JURNAL AGAMA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Segala sesuatu yang diciptakan oleh
Allah di muka bumi ini pada asalnya adalah halal dan mubah. Tidak ada satu pun
yang haram, kecuali karena ada nash
yang sah dan tegas dari syari’at yaitu Allah dan Rasul-Nya yang
mengharamkannya. Jadi, makanan yang halal adalah makanan yang dibolehkan untuk
dimakan menurut ketentuan syari’at islam, yaitu segala sesuatu baik berupa
tumbuhan, buah-buahan, ataupun binatang yang pada dasarnya adalah makanan
halal.[1] Sebagaimana
firman Allah Surat Al- Baqarah ayat 168 yang berbunyi sebagai berikut :
ياايها الناس كلوا مما فى الأرضى حللا طيبا ولا
تتبعوا خطوات الشيطن إنه لكم عدومبين
Artinya: “Wahai
manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan. Karena
sesungguhnya,
setan itu musuh yang nyata bagimu”.[2]
Dan firman Allah Surat Al- Maidah ayat
88 yang berbunyi sebagai berikut:
وكلوا
مما رزقكم الله حللا طيبا واتقوا الله الذى أنتم به مؤمنون
Artinya: “Dan
makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal
dan baik dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.[1]
Lawan dari
halal adalah haram. Segi halal dan haram banyak digunakan dalam aspek kehidupan.
Dan penggunaan
yang paling umum dalam ketentuan ini adalah merujuk kepada produk-produk
daging, bahan-bahan makanan, dan farmasi yang kebanyakan dikonsumsi oleh
manusia. Dan makanan
yang dikonsumsi oleh manusia itu ada bermacam-macam jenisnya, Setiap jenisnya digolongkan menjadi dua bagian. Penggolongan
ini biasanya terdiri dari makanan yang dihalakan
dan diharamkan untuk
dikonsumsi.
Salah satu makanan
dari jenis binatang yang menjadi polemik terkait status kehalalannya adalah
bekicot. Dan bekicot itu ada dua macam, ada bekicot darat dan
bekicot air. Adapun bekicot darat yang dalam bahasa arabnya adalah Halzuun Barriy
digolongkan sebagai hasyarot (hewan kecil di darat seperti tikus, kumbang, dan
kecoak yang tidak memiliki darah mengalir. Adapun bekicot air (disebut
keong/tutut) digolongkan sebagai hewan air. Antara kehalalan bekicot darat dan
bekicot air ini berbeda, Bekicot air yang disebut Tutut (Keong/Bellamya javanica/Viviparus
javanicus) adalah hewan yang mirip dengan bekicot namun habitatnya adalah di
air. Akan tetapi hewan jenis ini termasuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan
halalnya hewan air.
Sebagaimana Allah berfirman
dalam surat al-Maidah ayat 96:
أحل لكم صيد البحر وطعامه
Artinya:
Dihalalkan bagimu binatang buruan air dan makanan (yang berasal ) dari air.
(Qs. Al-Maidah: 96).
As-Syaukani
Rahimahullah mengatakan yang dimaksud dengan air dalam ayat di atas adalah
setiap air yang didalamnya terdapat hewan air untuk diburu (ditangkap), baik
itu sungai atau kolam.[2]
Mengenai bekicot darat, ada
perbedaan pendapat mengenai halal atau tidaknya untuk dikonsumsi oleh manusia.
Adapun pendapat yang menghalalkan bekicot untuk dikonsumsi adalah ulama
malikiyah dan syeikh sholeh Al-Munajjid.
Dalam kitab Al-Mudawanah dinyatakan,
“سئل مالك عن شيء يكون في المغرب يقال له الحلزون يكون في الصحارى يتعلق بالشجر
أيؤكل ؟ قال : أراه مثل الجراد ، ما أخذ منه حيّاً فسلق أو شوي : فلا أرى بأكله بأساً
, وما وجد منه ميتاً : فلا يؤكل
Imam Malik
ditanya tentang binatang yang ada di daerah maroko, namanya bekicot. Biasanya
berjalan di bebatuan, naik pohon. Bolehkah dia dimakan? Imam Malik menjawab: Saya
berpendapat, itu seperti belalang. Jika ditangkap hidup-hidup, lalu direbus atau
dipangggang. Saya berpendapat, Tidak masalah dimakan, namun jika ditemukan
dalam keadaan mati, jangan dimakan.”[3]
Al-Baji dalam
kitab Al-Muntaqa Syarh Muwatha’ juga pernah menukil keterangan Imam Malik
tentang bekicot,
ذكاته بالسلق ، أو يغرز بالشوك والإبر حتى يموت من ذلك ،
ويسمَّى الله تعالى عند ذلك ، كما يسمى عند قطف رءوس الجراد
“Cara menyembelihnya adalah dengan dimasak, atau
ditusuk kayu atau jarum sampai mati. Dengan dibacakan nama Allah (bismillah)
ketika itu. Sebagaimana membaca bismillah ketika memutuskan kepala belalang.”[4]
جواز أكل الحلجون بنوعه: البري والبحري، ولو طبح حيا
حرج. لأن البري منه ليس له دم حتى يقال بوجوب تذكيته وإخراج الدم منه، ولأن البحري
منه يدخل في عموم حل صيد البحر وطعامه.
Boleh saja memakan dua
jenis bekicot yaitu bekicot darat dan bekicot air. Sekalipun dimasak
hidup-hidup, tidaklah masalah. Karena bekicot darat itu tidaklah memiliki darah
yang mengalir, lantas bagaimana mungkin dikatakan wajib disembelih. Sedangkan
bekicot air termasuk dalam keumuman ayat “ dihalalkan bagimu binatang buruan
air dan makanan (yang berasal) dari air.
Sedangkan MUI menetapkan bekicot haram untuk
dikonsumsi. Hal ini dapat dilihat dalam Fatwa MUI No.25 Tahun 2012 Tentang
Hukum Mengonsumsi Bekicot. Akan tetapi, meskipun MUI mengharamkan bekicot untuk
dikonsumsi masih banyak terdapat masyarakat di suatu daerah yang mengonsumsinya.
Seperti yang terdapat di daerah dusun sei meranti kecamatan pujud kabupaten
rokan hilir. Kebanyakan masyarakat yang tinggal di daerah dusun sei meranti kecamatan pujud kabupaten
rokan hilir yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim, terdapat beberapa anggota masyarakatnya yang mengonsumsi
Bekicot.
Masyarakat daerah dusun sei meranti Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir mengonsumsi bekicot dengan cara: mereka mencari bekicot-bekicot yang akan dimasak dipohon-pohon pisang atau
di pohon-pohon yang tumbuh disekitar rumah dan lahan mereka, atau daerah lain yang lembap. Banyaknya bekicot yang
mereka ambil tergantung berapa bekicot yang mereka dapatkan karena Bekicot jarang dijumpai pada siang hari dan kebanyakan dijumpai pada
waktu malam hari dikarenakan Bekicot ini lebih suka
ditempat yang lembab.
Masyarakat Dusun Sei Meranti
Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir tidak setiap harinya mengonsumsi Bekicot.
Dalam sebulan mereka mengonsumsinya hanya 2-3 kali saja dikarenakan Bekicot
tersebut susah didapatkan apalagi jika musim kemarau tiba. Daerah yang panas
sebagai salah satu faktor yang menyebabkan Bekicot tersebut jarang dijumpai di
daerah ini.
Ketika penulis mewawancarai Ibu Atik salah seorang masyarakat
Dusun Sei Meranti yang mengonsumsi Bekicot tersebut, ia mengatakan bahwa ia mengonsumsi bekicot karena ia menyukainya, daging
Bekicot itu rasanya enak dan kenyal
seperti ampela ayam. Selain rasanya yang enak Bekicot juga mempunyai banyak gizi dan mempunyai
banyak khasiat seperti untuk mengobati sakit gigi, sesak nafas dan masih banyak
lagi khasiatnya. Ia juga mengatakan bahwa
keluarga mereka sudah membuktikan khasiatnya sewaktu salah satu anggota
keluarganya merasakan sakit gigi. Daging Bekicot dapat diolah dengan berbagai variasi
masakan sesuai selera masyarakat,
seperti disate digoreng tetapi
biasanya mereka lebih
suka disambal.[6]
MUI mengeluarkan fatwa
tentang hukum mengonsumsi bekicot ini dengan pertimbangan bahwa Seiring dengan
dinamika yang sering terjadi di masyarakat, ada sekelompok masyarakat dan rumah
makan yang memanfaatkan bekicot sebagai salah satu menu untuk pangan. Berdasarkan dari hal
tersebut MUI pada
tanggal 31 Mei 2012 menetapkan Fatwa Tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot. Dengan ketentuan:
1.
Bekicot merupakan salah satu jenis hewan yang masuk kategori hasyarat.
2.
Hukum memakan hasyarat adalah haram menurut Jumhur Ulama (Hanafiyyah,
Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyyah), sedangkan Imam Malik Menyatakan
kehalalannya jika ada manfaat dan tidak membahayakan.
3.
Hukum memakan bekicot adalah haram, demikian juga membudidayakan dan
memanfaatkannya untuk kepentingan konsumsi.[7]
Jadi, MUI
mengharamkan Bekicot untuk dikonsumsi dikarenakan Bekicot merupakan jenis hewan
hasyarat. Bukan hanya mengonsumsinya saja yang haram akan tetapi membudidayakan
dan memanfaatkannya untuk kepentingan konsumsi juga diharamkan oleh MUI.
Fatwa MUI ini
ditetapkan dengan memperhatikan berbagai pendapat ulama yang menerangkan mengenai status hukum hewan
yang masuk dalam kategori hasyarat. Seperti pendapat Imam Abu Hanifah, Imam
Ahmad, Daud Ad-Dhahiri, dan Syafiiyah An-nawawi. Mereka mengatakan bahwa:
مذاهب العلماء في حشرات الأرض كالحيات واالعقارب والجعلان وبنات وردان والفأر ونحوها مذهبنا أنها حرام
، وبه قال أبو حنيفة وأحمد وداود . وقال مالك : حلال
“Madzhab-madzhab para ulama tentang hewan melata bumi Pendapat
ulama mazhab tentang binatang kecil bumi seperti ular, kalajengking, kecoa,
tikus dan sejenisnya, mazhab Syafi’i mengharamkannya, demikian pula Imam Abu
Hanifah dan imam Ahmad, sedangkan imam Malik berpendapat halal.”[8]
Ibnu Hazm dalam
kitab al-muhalla juga mengatakan bahwa bekicot haram untuk dikonsumsi.
ولا يحل أكل الحلزون البري , ولا شيء من الحشرات كلها : كالوزغ
، والخنافس , والنمل , والنحل , والذباب , والدبر , والدود كله – طيارة وغير طيارة
– والقمل , والبراغيث , والبق , والبعوض وكل ما كان من أنواعها ؛ لقول الله تعالى
: (حرمت عليكم الميتة) ؛ وقوله تعالى إلا ما ذكيتم
“Tidak halal makan bekicot darat, tidak pula binatang
melata semuanya, seperti: cicak, kumbang, semut, lebah, lalat, cacing dan yang
lainnya, baik yang bisa terbang maupun yang tidak bisa terbang, kutu kain atau
rambut, nyamuk, dan semua binatang yang semisal. Berdasarkan firman Allah, yang
artinya: “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah” kemudian Allah tegaskan yang
halal, dengan menyatakan, “Kecuali binatang yang kalian sembelih.
Kemudian Ibn Hazm menegaskan,
وقد صح البرهان على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا
في الحلق ، أو الصدر , فما لم يقدر فيه على ذكاة : فلا سبيل إلى أكله : فهو حرام ؛
لامتناع أكله ، إلا ميتة غير مذكى
“Dan dalil yang shahih telah menegaskan bahwa cara
penyembelihan yang hanya bisa dilakukan pada leher atau dada. Untuk itu, hewan
yang tidak mungkin disembelih, tidak ada jalan keluar untuk bisa memakannya,
sehingga hukumnya haram. Karena tidak memungkinkan dimakan, kecuali dalam
keadaan bangkai yang tidak disembelih.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda