Minggu, 16 Juli 2017

MAKALAH Pendidikan nasional



Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk melaksanakan amanat tujuan pendidikan nasional tersebut, lembaga pendidikan secara umum dan khususnya di menyelenggarakan pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Proses belajar mengajar diselenggarakan secara terarah melalui perencanaan yang disesuaikan
dengan keadaan siswa dan lingkungan. Selain pengembangan prestasi akademik, pihak sekolah juga memfasilitasi dan menyalurkan bakat murid dengan berbagai macam kegiatan ekstra kurikuler sehingga ada keseimbangan antara pengembangan akademik dan pembinaan mental serta kreativias siswa melalui kegiatan di luar kelas.
Berbicara mengenai sejarah berarti berbicara tentang rangkaian perkembangan peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia di waktu yang lampau dalam berbagai aspeknya. Selanjutnya, apabila berbicara tentang pengajaran sejarah, berarti membawa rangkaian perkembangan peristiwa kehidupan manusia ke dalam kelas untuk diinformasikan serta disimak oleh siswa. Siswa melalui pembelajaran dalam kelas itu sendiri, cara mengajar yang inovatif dan tersedianya sarana belajar seperti buku-buku penunjang dan pemanfaatan sumber belajar sangat dibutuhkan guna terlaksananya proses belajar mengajar sejarah dengan efektif.
Selama ini, dalam proses pembelajaran sejarah, guru sejarah kurang optimal dalam memanfaatkan maupun memberdayakan sumber pembelajaran. Dalam proses pembelajaran sejarah di tingkat sekolah cenderung masih berpusat pada guru (teacher centered), textbook centered, dan monomedia. Oleh karena itu tidak dapat disalahkan apabila banyak siswa menganggap proses pembelajaran sejarah sebagai sesuatu yang membosankan, monoton, kurang menyenangkan, terlalu banyak hafalan, kurang variatif, dan berbagai keluhan lainnya sehingga kreativitas siswa tidak muncul.
Pembelajaran sejarah yang bersifat konvensional dan banyak memiliki kelemahan dalam prakteknya seperti yang telah diutarakan di atas, menjadikan siswa
bosan dan kurang tertarik pada mata pelajaran ini. Kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran sejarah menyebabkan rendahnya tingkat kesadaran sejarah dalam pribadi siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain: profesionalisme guru dalam mengajar, keterbatasan sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran sejarah, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran mata pelajaran sejarah itu sendiri. Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan sebelumnya, kesan pembelajaran sejarah yang ada sangat tergantung dengan bagaimana guru menyampaikan materi kepada siswanya. Jika guru menggunakan strategi yang menarik, siswa akan antusias untuk mengikuti pembelajaran. Proses pembelajaran IPS, khususnya mata pelajaran sejarah, oleh pihak sekolah telah disediakan buku-buku penunjang yang jumlahnya cukup memadai. Selain itu, terdapat juga fasilitas audio visual di ruang media, sayangnya masih jarang digunakan untuk pembelajaran, khususnya untuk pembelajaran sejarah.
Salah satu alternatif pengajaran sejarah lokal yang dapat diambil dalam proses belajar mengajar sejarah adalah membawa siswa pada apa yang disebut “Karyawisata”, yaitu pengajaran sejarah dari lingkungan sekitar siswa. Dengan kata lain, siswa dibawa untuk lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya yang terdapat di lingkungan daerahnya sendiri serta diharapkan siswa menjadi lebih akrab dengan lingkungannya sendiri dan terhindar dari keterasingan akan lingkungan daerahnya sendiri. Selain itu, hal yang menjadi dasar utama dari usaha pengembangan alternatif ini adalah kemungkinan pengembangan wawasan baru dalam pengajaran sejarah, serta diharapkan siswa bisa lebih bergairah dalam
mengikuti pelajaran dan mendapat manfaat lebih besar dari proses belajarnya.
Pembaharuan dalam konteks ini adalah dengan lebih memanfaatkan sumber-sumber sejarah di sekitar siswa sehingga dapat lebih menangkap maksud yang disampaikan dari pelajaran sejarah melalui fakta-fakta yang dapat mereka lihat di lapangan. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah belum optimal, sehingga kekurangan harus diusahakan di luar sekolah melalui media-media yang mendukung, seperti peninggalan-peninggalan bersejarah. Dalam pembelajaran sejarah, peninggalan sejarah dapat dijadikan sumber belajar alternatif untuk menunjang pembelajaran sejarah di sekolah. Artinya, pengalaman yang didapat siswa dari pengamatan dan pemanfaatan pada objek-objek peninggalan sejarah secara langsung akan memunculkan persepsi dan kesadaran yang positif terhadap proses pembelajaran sejarah, khususnya memanfaatkan objek-objek di luar kelas sebagai sumber belajar sejarah.
Penyempurnaan kurikulum pengajaran sejarah harus menempatkan sejarah lokal sebagai materi ajar. Sejarah lokal memiliki arti khusus, yaitu sejarah dengan ruang lingkup spasial di bawah sejarah nasional. Sejarah lokal barulah ada setelah adanya kesadaran sejarah nasional. Hal ini untuk membangkitkan kesadaran sejarah nasional serta menghindarkan siswa tidak tahu atau tidak mengenal nilai sejarah yang ada di sekitarnya.





Model karyawisata merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki suatu tempat dan untuk memberikan pengalaman nyata pada siswa yang ada hubungannya dengan pelajaran.
Kerucut pengalaman yang dikemukan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.


Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatgan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melaui media tertentu dan proses mendengarkan melaui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya memalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda