MAKALAH Pendidikan nasional
Pendidikan
nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis,
serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
melaksanakan amanat tujuan pendidikan nasional tersebut, lembaga pendidikan
secara umum dan khususnya di menyelenggarakan pendidikan melalui jalur
pendidikan formal. Proses belajar mengajar diselenggarakan secara terarah
melalui perencanaan yang disesuaikan
dengan keadaan siswa dan lingkungan. Selain pengembangan prestasi
akademik, pihak sekolah juga memfasilitasi dan menyalurkan bakat murid dengan
berbagai macam kegiatan ekstra kurikuler sehingga ada keseimbangan antara
pengembangan akademik dan pembinaan mental serta kreativias siswa melalui
kegiatan di luar kelas.
Berbicara mengenai
sejarah berarti berbicara tentang rangkaian perkembangan peristiwa yang
menyangkut kehidupan manusia di waktu yang lampau dalam berbagai aspeknya.
Selanjutnya, apabila berbicara tentang pengajaran sejarah, berarti membawa
rangkaian perkembangan peristiwa kehidupan manusia ke dalam kelas untuk
diinformasikan serta disimak oleh siswa. Siswa melalui pembelajaran dalam kelas
itu sendiri, cara mengajar yang inovatif dan tersedianya sarana belajar seperti
buku-buku penunjang dan pemanfaatan sumber belajar sangat dibutuhkan guna
terlaksananya proses belajar mengajar sejarah dengan efektif.
Selama ini, dalam
proses pembelajaran sejarah, guru sejarah kurang optimal dalam memanfaatkan
maupun memberdayakan sumber pembelajaran. Dalam proses pembelajaran sejarah di
tingkat sekolah cenderung masih berpusat pada guru (teacher centered), textbook
centered, dan monomedia. Oleh karena itu tidak dapat disalahkan apabila
banyak siswa menganggap proses pembelajaran sejarah sebagai sesuatu yang
membosankan, monoton, kurang menyenangkan, terlalu banyak hafalan, kurang
variatif, dan berbagai keluhan lainnya sehingga kreativitas siswa tidak muncul.
Pembelajaran
sejarah yang bersifat konvensional dan banyak memiliki kelemahan dalam
prakteknya seperti yang telah diutarakan di atas, menjadikan siswa
bosan dan kurang tertarik pada mata pelajaran ini. Kurangnya minat siswa
terhadap mata pelajaran sejarah menyebabkan rendahnya tingkat kesadaran sejarah
dalam pribadi siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain:
profesionalisme guru dalam mengajar, keterbatasan sarana dan prasarana yang
menunjang pembelajaran sejarah, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
pembelajaran mata pelajaran sejarah itu sendiri. Dari hasil observasi yang
telah dilaksanakan sebelumnya, kesan pembelajaran sejarah yang ada sangat
tergantung dengan bagaimana guru menyampaikan materi kepada siswanya. Jika guru
menggunakan strategi yang menarik, siswa akan antusias untuk mengikuti
pembelajaran. Proses pembelajaran IPS, khususnya mata pelajaran sejarah, oleh
pihak sekolah telah disediakan buku-buku penunjang yang jumlahnya cukup
memadai. Selain itu, terdapat juga fasilitas audio visual di ruang media,
sayangnya masih jarang digunakan untuk pembelajaran, khususnya untuk
pembelajaran sejarah.
Salah satu
alternatif pengajaran sejarah lokal yang dapat diambil dalam proses belajar mengajar
sejarah adalah membawa siswa pada apa yang disebut “Karyawisata”, yaitu
pengajaran sejarah dari lingkungan sekitar siswa. Dengan kata lain, siswa
dibawa untuk lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
budaya yang terdapat di lingkungan daerahnya sendiri serta diharapkan siswa
menjadi lebih akrab dengan lingkungannya sendiri dan terhindar dari
keterasingan akan lingkungan daerahnya sendiri. Selain itu, hal yang menjadi
dasar utama dari usaha pengembangan alternatif ini adalah kemungkinan
pengembangan wawasan baru dalam pengajaran sejarah, serta diharapkan siswa bisa
lebih bergairah dalam
mengikuti pelajaran dan mendapat manfaat lebih besar dari proses
belajarnya.
Pembaharuan dalam
konteks ini adalah dengan lebih memanfaatkan sumber-sumber sejarah di sekitar
siswa sehingga dapat lebih menangkap maksud yang disampaikan dari pelajaran
sejarah melalui fakta-fakta yang dapat mereka lihat di lapangan. Hal ini
dikarenakan pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah belum optimal, sehingga
kekurangan harus diusahakan di luar sekolah melalui media-media yang mendukung,
seperti peninggalan-peninggalan bersejarah. Dalam pembelajaran sejarah,
peninggalan sejarah dapat dijadikan sumber belajar alternatif untuk menunjang
pembelajaran sejarah di sekolah. Artinya, pengalaman yang didapat siswa dari
pengamatan dan pemanfaatan pada objek-objek peninggalan sejarah secara langsung
akan memunculkan persepsi dan kesadaran yang positif terhadap proses
pembelajaran sejarah, khususnya memanfaatkan objek-objek di luar kelas sebagai
sumber belajar sejarah.
Penyempurnaan
kurikulum pengajaran sejarah harus menempatkan sejarah lokal sebagai materi
ajar. Sejarah lokal memiliki arti khusus, yaitu sejarah dengan ruang lingkup
spasial di bawah sejarah nasional. Sejarah lokal barulah ada setelah adanya
kesadaran sejarah nasional. Hal ini untuk membangkitkan kesadaran sejarah
nasional serta menghindarkan siswa tidak tahu atau tidak mengenal nilai sejarah
yang ada di sekitarnya.
Model
karyawisata merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke
suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau
menyelidiki suatu tempat dan untuk memberikan pengalaman nyata pada siswa yang
ada hubungannya dengan pelajaran.
Kerucut
pengalaman yang dikemukan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa
pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau
mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan
melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret
siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka
semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak
siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka
semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale
itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat
melalui proses perbuatgan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses
mengamati dan mendengarkan melaui media tertentu dan proses mendengarkan melaui
bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya memalui
pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya
semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan
bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda