Sabtu, 01 Juli 2017

MAKALAH TAFSIR AHKAM



PEMBAHASAN
1.0 Ayat minuman surah Al-Maidah ayat  90-91
a.    Al-Maidah ayat 90
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
b.    Al-Maidah ayat 91
  إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Q.S. Al-Maidah : 91)




B.       Penjelasan Kosa Kata
a.    QS. Al-Maidah ayat 90
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ (Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamer) kata الْخَمْرُ adalah minuman yang dapat memabukkan yang dapat menutupi akal sehat. Para ulama berbeda pendapat tentang makna khamr, Abu Hanifa membatasinya pada air anggur yang diolah dengan memasaknya sampai mendidih dan mengeluarkan busa, kemudian dibiarkan higga menjernih. Yang ini, hukumnya haram untuk diteguk sedikit atau banyak, memabukkan atau tidak. Adapun selainnya, seperti perasan aneka buah-buahan yang berpotensi memabukkan atau mengandung alkohol yang berpotensi memabukkan, maka ia dalam pandangan Abu Hanifah, tidak dinamai khamr. Pendapat ini ditolak oleh ulama-ulama mazhab lainnya yakni Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hambali berpendapat bahwa apapun yang apabila diminum atau digunakan dalam kadar normal oleh seseorang yang normal lalu memabukkan baik itu dari perasan anggur, kurma, gandum ataupun dari bahan lainnya, maka ia adalah khamr.
Kata وَالْمَيْسِرُ (berjudi) atau taruhan. Kata ( ميسر ) maysir terambil dari kata ( يسر ) yusr yang berarti mudah. Judi dinamai maysir karena pelakunya memperoleh harta dengan mudah, kehilangan harta dengan mudah. Kata ini juga berarti pemotongan dan pembagian. Dahulu masyarakat Jahiliah berjdi dengan unta untuk kemudian mereka potong dan mereka bagi-bagikan dagingnya sesuai kemenangan yang mereka raih. Penulis tafsir Al Kasysyaf mengatakan “termasuk kelompok maisir adalah segala bentuk perjudian, seperti dadu, catur dan lainnya.” Penulis tafsir Ruhul Ma’ani berkata: “termasuk jenis maisir adalah segala macam perjudian, seperti dadu, catur dan lain sebagainya.” Mengenai catur Imam Syafi’i berkata: “apabila catur itu dilakukan tanpa ada taruhan, tanpa omongan yang jorok dan tanpa melalaikan shalat, makatidaklah haram dan tidak termasuk maisir.” Dari segi hukum, maysir/ judi adalah segala macam aktifitas yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk memenangkan suatu pilihan dengan menggunakan uang atau materi sebagai taruhan.
وَالْأَنْصَابُ (berkorban untuk untuk berhala) patung-patung sesembahan. Maksud berkorban disini yaitu menyembahnya (mengagungkannya) atau melakukan penyembelihan atas namanya. وَالْأَزْلَامُ (mengundi nasib dengan anak panah) permainan undian dengan anak panah. رِجْسٌ (perbuatan keji) menjijikkan lagi kotor. مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ  (termasuk perbuatan setan) maksudnya perbuatan yang dihiasi oleh setan. مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ رِجْسٌ menunjukkan bahwa meminum khamr, judi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji (menjijikkan dan kotor) yang termasuk perbuatan setan (dihiasi oleh setan).
فَاجْتَنِبُوهُ (maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu) yakni kekejian yang terkandung di dalam perbuatan-perbuatan itu, jangan sampai kamu melakukannya. ( فاجتنبوه ) fajtanibuhu, mengandung kewajiban menjauhinya dari segala aspek pemanfaatan. Bukan saja tidak boleh diminum, tetapi juga tidak boleh dijual dan tidak boleh dijadikan obat. Demikian pendapat al-Qurthubi. Menurut Thahir Ibn ‘Asyur menjauhi hal-hal di atas adalah dalam konteks keburukan yang dikandung sesuai dengan sifat masing-masing larangan itu. Menjauhi khamr adalah menjauhi dari segi meminumnya. Menjauhi perjudian adalah dari segi taruhannya. Menjauhi berhala dari segi penyembelihan atas namanya. Menjauhi panah-panah dari segi menggunakannya sebagai alat pilihan dalam menentukan nasib. لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (agar kamu mendapat keberuntungan).




b.    QS. Al-Maidah ayat 91
أِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغَضَاءَ فِيْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ (sesungghnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran-meminum-khamr dan berjudi).
عَنْ ذِكْرِاللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ  وَبَصُدَّكُمْ (dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat) yang dimaksud dengan menghalangi kamu dari mengingat Allah disamping dapat berarti melupakan zikir dengan hati dan lidah, juga dapat berarti melupakan zikir atau peringatan yang disampaikan oleh Rasul SAW. berupa al- Qur’an dan Sunnah, atau melupakan zikir dari sisi rububiyyah (pemeliharaan) Allah kepada manusia, dan ini mengantarkan kepada melupakan sisi ‘ubudiyyah (ibadah) kepada-Nya dan terutama adalah melaksanakan shalat.
فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ (maka apakah kamu akan berhenti ?) merupakan pernyataan yang bermakna perintah, yang dicelanya terdapat kecaman terhadap sebagian anggota masyarakat muslim yang ketika turunnya ayat ini belum menghentikan kebiasaan minum khamr.
C.      Sebab al-Nuzul QS. Al-Maidah ayat 90-91
Pelarangan khamr dilakukan secara bertahap, mulai dari paling ringan terus meningkat sampai kepada larangan yang bersifat qath’I (pasti yang tidak dapat ditawar lagi) yakni QS. Al-Maidah ayat 90-91.
Telah diriwayatkan  Ibnu Munzir dari Said bin Zubair, dia berkata : ketika turun ayat 219 dari surat al-Baqarah yang berbunyi “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah ‘ keduanya itu adalah dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia, dan (tetapi) dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Maka sebagian sahabat masih terus meminum khamr karena mendengar adanya manfaatnya, akan tetapi sebagian lain telah meninggalkan sama sekali karena mendengar dosa besar itu..
Kemudian turun ayat 43 dari surat an-Nisaa’ yaitu “janganlah kamu hampiri shalat sedang mabuk” maka ada pula sebagian sahabat yang langsung meninggalkannya, sedang sebagian yang lain tidak meminumnya pada waktu siang, melainkan hanya pada malam harinya saja ketika hendak tidur. Hingga terjadinya suatu peristiwa yang menimpa dua kabilah dari kalangan kaum Anshar yang gemar minum khamr. Imam Nasa-I dan imam Baihaqi telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah berkata: “sesungguhnya ayat pengharaman khamr itu diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang menimpa dua kabilah dari kalangan kaum Anshar yang gemar minum khamr. Pada suatu hari mereka minum-minum khamr hingga mabuk, sewaktu keadaan mabuk mulai menguasai mereka, sebagian dari mereka mempermainkan sebagian lainnya. Dan tatkala mereka sadar dari mabuknya, seseorang diantara mereka melihat bekas-bekasnya pada wajah, kepala, dan janggutnya. Lalu ia mengatakan: “Hal itu tentu dilakukan oleh si Fulan saudaraku’. Mereka adalah bersaudara, di dalam hati mereka tidak ada rasa dengki atau permusuhan antara sesamanya. Selanjutnya laki-laki tadi berkata: ‘Demi Allah, andai kata si Fulan itu menaru belas kasihan dan sayang kepadaku, niscaya ia tidak akan melakukan hal ini terhadap diriku’. Akhirnya setelah peristiwa itu rasa dengki mulai merasuk di dalam dada mereka, lalu Allah SWT. menurunkan ayat 90-91 dari surat al-Maidah ini.

D.      Penjelasan Singkat
Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan bahwa khamar, berjudi, berkorban untuk berhala-berhala, mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan setan yang rijs yakni sesuatu yang kotor dan buruk yang tidak patut dilakukan
oleh manusia yang beriman kepada Allah, yang oleh karenanya Allah menyuruh manusia untuk menjauhinya agar mendapat keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.
Imam Bukhari ketika menjelaskan perurutan larangan-larangan itu mengemukakan bahwa karena minuman keras (khamr) merupakan salah satu cara yang paling banyak menghilangkan harta, maka disusulnya larangan meminum khamr dengan perjudian, karena perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan harta, maka pembinasaan harta disusul dengan larangan pengagungan terhadap berhala yang merupakan pembinasaan agama. Begitu pula dengan pengagungan berhala, karena ia merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan Allah) jika berhala itu disembah dan merupakan syirik tersembunyi bila dilakukan penyembelihan atas namanya, meskipun tidak disembah. Maka dirangkailah larangan pengagungan berhala itu dengan salah satu bentuk syirik tersembunyi yaitu mengundi nasib dengan anak panah, dan setelah semua itu dikemukakan, kesemuanya dihimpun beserta alasannya yaitu bahwa semua itu adalah rijs (perbuatan keji.
Sedangkan di dalam ayat 91 surat al-Maidah menjelaskan alasan mengapa Allah mengharamkan minuman khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebutkan dalam ayat ini ada dua macam, pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia. Kedua, karena akan melalaikan mareka dari mengingat Allah dan salat.
 Timbulnya berbagai bahaya tersebut pada orang yang suka minum khamar dan berjudi tidak dapat dipungkiri. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Orang yang mabuk tentu kehilangan kesadaran. Orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya. Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain, sehingga menimbulkan permusuhan diantara mareka. Disisi lain orang yang sedang mabuk tentu tidak ingat melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia melakukannya, tentu dengan cara tidak benar dan tidak khusu
 Orang yang suka berjudi biasanya selalu berharap akan menang. Oleh karena itu ia tidak pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang dipertarukannya. Diantara pejudi-pejudi itu sendiri timbul rasa permusuhan, karena masing-masing ingin mengalahkan lawanya, atau ingin membalas dendam kepada lawannya yang telah mengalahkannya. Seorang pejudi tentu sering melupakan ibadah, karena mareka sedang asik berjudi, tidak akan menghentikan permaiannya untuk melakukan ibadah, sebab hati mareka sudah tunduk kepada setan yang senantiasa berusaha untuk menghalang-halangi manusia beribadah kepada Allah dan menghendakinya kemeja judi. 
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, maka Allah dengan nada bertannya memperingatkan orang-orang mukmin. “apakah mareka mau berhenti…? Maksudnya adalah bahwa setelah mareka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mareka menghentikannya, karena mareka sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat. Di dunia ini mereka akan mengalamin kerugian harta benda dan kasehatan badan serta permusuhan dan kebencian orang lain terhadap mareka, sedangkan di akhirat akan akan ditimpa kemurkaan dan azab Allah.
E.       Hukum Yang Termuat Dalam Surah Al-Maidah Ayat 90-91
Dalam ayat 90 surah al-Maidah Allah menjelaskan hukum-hukum mengenai empat jenis perbuatan, yaitu : minum khamar, berjudi, berkorban untuk patung-patung dan mengundi nasib dengan menggunakan alat-alat yang menyerupai anak panah yang telah di tegaskan keharamannya dengan penegasan “ فَاجْتَنِبُوهُ (maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu)yakni kekejian yang terkandung di dalam perbuatan-perbuatan itu, jangan sampai dilakukannya. Selain itu di dalam ayat ini menyebutkan bahwa keempat perbuatab tersebut termasuk perbuatan syaitan yang yang rijs (keji/kotor).
Sedangakan di dalam ayat 91 surah al-Maidah menyebutkan pengharaman meminum khamr dan berjudi dan kedua perbuatan itu akan  menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia. Selain itu meminum khamr dan berjudi akan melalaikan manusia  dari mengingat Allah dan shalat. Di dalam ayat ini di khususkan pada pengharaman khamr dan berjudi yang sangat tegas, ini terbukti di dalam ayat ini Allah dengan nada bertannya memperingatkan orang-orang mukmin. فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ “apakah mareka mau berhenti…?” Maksudnya adalah bahwa setelah mareka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mareka menghentikannya, karena mareka sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat.

2.0 Ayat Makanan Dalam Surat Al Anam Ayat 119 Dan 145
1.        Surat Al Anam ayat 119 sebagai berikut:
وَمَا لَكُمْ أَلا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas[4].
A.      Tafsir
Thahir ibn Asyur berpendapat bahwa ayat ini turun dikarebnakan bisa jadi ada diantara kaum muslimin yang masih kabur pandangannya sehingga tidak menampik dalih kaum musyrikin yang mengatakan bahwa binatang yang mati tanpa disembelih lebih boleh dimakan daripada yang disembelih manusia, walau ayat ini telah menjelaskan secara tersirat bahwa bangkai berembus nyawanya tanpa dibacakan nama Allah, nah, karena itu ayat ini turun berpesan kepada kaum muslimin yang masih ragu, yakinlah bahwa makanan yang telah kalian sembelih dengan nama Allah, demikian juga yang tidak ada ketentuan tentang keharamannya adalah halal buat kamu. Sungguh mengherankan, mengapa, yakni apa yang terjadi atas pemikiran dan hati kamu sehingga kamu tidak mau memakan binatang-binatang halal yang disebut nama Allah ketika penyembelihannya, padahal sesungguhnya dia, yakni Allah telah menjelaskan kepada kamu malalui Rasulnya dengan penjelasan secara terperinci menyangkut apa yang diharamkannya atas kamu. Kerena itu, jangan makan yang diharamkannya, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya dengan ketentuan tidak melebihi kebutuhan kamu untuk mempertahankan hidup, atau dia telah menjelaskan kepada kamu secara terperinci tentang makanan yang halal, dan yang tidak secara rinci dijelaskan hanya yang menyangkut apa yang terpaksa kamu memakannya.[5]
Siapa yang mengikuti tuntunan ini, mereka telah mendapat petunjuk dan meraih pengetahuan, walau jumlah mereka sedikit. Dan siapa yang mengabaikannya, dia sesat jalan dan bodoh, sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar sesat dan hendak menyesatkan orang lain dengan, yakni disebabkan oleh, hawa nafsu mereka, tanpa pengetahuan yang mendukunngnya, bahkan pengetahuan telah menyatakan kekaliruannya. Sesungguhnya Tuhanmu yang telah memelihara dan membimbingmu, dialah satu-satunya yang lebih mengetahui atau tahu tentang orang-orang yang bersungguh-sungguh melampaui batas, yakni telah masuk dalam kelompok mereka yang durhaka sehingga benar-benar telah mantap dalam dirinya kedurhakaan dan pelampauan batas.
Kata alaihi pada firmannya mengandung makna kuatnya hubungan antara penyebutan nama Allah itu dan binatang yang disembelih sehingga ini berarti bahwa basmalah/ nama Allah yang dibaca itu hendaknya dilakukan pada saat penyembelih bukan sebelum atau sesudahnya.
B.       Asbabun Nuzul
Ketika itu banyak sekali orang mengejukan pertanyaan kepada Rasulullah tentang mengapa diperbolehkan makan binatang yang disembelih dan dilarang makan binatang yang dimatikan Allah (tidak disembelih). Sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan itu Allah menurunkan ayat 118-121 sebagai ketegasan, bahwa sembelihan yang halal dimakan adalah yang disertai bacaan basmalah, yaitu dengan menyebut nama Allah. (HR. Abu Dawud dan Turmuzi dari Ibnu Abbas)[6].
2.        Surat Al Anam ayat 145 sebagai berikut:
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيم[7]ٌ
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
                                                                                                     
A.      Tafsir
Setelah menjelaskan bahwa apa yang mereka haramkan yang bukan bersumber dari Allah, Rasul diperintahkan untuk menjelaskan apa yang diharamkan Allah paling tidak sampai saat turun ayat ini. Allah memerintahkan: wahai Nabi Muhammad kataknlah bahwa pengharaman atas nama Allah tidak mungkin akan terjadi kecuali berdasarkan wahyu, baik lamgsung dan tegas, dengan teks dan makna, yakni alquran maupun dengan tidak teks, tetapi melalui pengajaran-Nya,yakni asSunnah, atau melalui istinbat/penalaran terhadap tuntunan-Nya, sedang tiadalah aku peroleh sampai saat ini dalam apa, yakni wahyu yang diwahyukan kepadaku, yakni ayat-ayat Alquran sesuatu makanan yang diharamkan bagi orang yang hendak memaknnya, baik laki-laki maupun perempuan, menyengkut apa yang kamu sebut diharamkan Allah dari binatang-binatang itu, kecuali kalau makanan itu bangkai, yakni berembus nyawanya tidak melalui penyembelihan yang dibenarkan syara’, atau darah yang sifatnya mengelir, bukan yang membeku, seperti hati dan limpa, atau daging babi, karena sesungguhnya ia, yakni babi atau semua yang disebut di atas adalah rijs, yakni kotor.
Setelah menyebut yang haram karena zatnya, ayat ini melanjutkan bahwa diharamkan juga atau kefasikan, yakni perbuatan yang mengendung resiko keluar dari akidah yang benar, seperti memakan binatang yang disebut selain nama Allah ketika penyembelihannya, demikian juga mengingkari nikmat Allah dengan menyebut selainnya sambil enggan menyebut namanya. Namun demikian, walaupun makanan-makanan itu diharamkan Allah, kerena sayangnya kepada manusia, dia memberi kelonggaran sehingga barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, yakni dalam keadaan yang diduga dapat mengakibatkan kematian, baik karena amat sangat lapar atau sebab lainnya, sehingga untuk menghindarinya tidak ada jalan lain kecuali harus memakan salah satu dari makanan-makanan haram itu, sedang dia tidak menginginkannya, yakni tidak memaknnya, padahal ada makanan halal yang dapat dimakan, tidak pula memaknnya memenuhi keinginan seleranya dan tidak pula melampaui batas, yakni tidak memakannya dalam kadar yang melebihi kebutuhan menutup rasa lapar dan memelihara jiwanya, maka Allah akan mengampuninya karena sesungguhnya Tuhanmu maha pengampun lagi maha penyayang.
Menurut Thahir Ibn Asyur,ketika turuna ayat ini, belum ada wahyu Alquran yang menyatakan keharaman makanan-makanan yang disebut dalam ayat ini. Memang, dalam surat al Maidah ada disebutkan hal tersebut, tetapi ayat-ayat surat al Maidah turun di Madinah setelah turunnya surat al Anam. Atas dasar itu, dalam pandangan ulama kelahiran Tunisia itu, firman-Nya: tiadalah akau peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku adalah wahyu yang diperoleh Rasul. Melalui pengajarannya, yakni as-sunnah, karena jika yang dimaksud dengan wahyu oleh ayat ini adalah Alquran maka “pengecualian” yang disebut pada lanjutan ayat ini belum beliau terima atau temukan. Maksudnya, karena belumada ayat sebelum ayat ini yang bicara tentang keharaman binatang-binatang tertentu, sedang ayat ini mengecualikan sesuatu dari wahyu Allah, tentu wahyu yang di maksud bukanlah ayat Alquran. Jika demikian, wahyu yang dimaksud disini adalah as sunnah.
B.       Asbabun Nuzul
Diriwayatkan Ibnu Mirdawaih dan Hakim dan Ibnu Abbas bahwa orang-orang jahiliyah biasa mengharamkan sesuatu dan menghalalkan sesuatu tidak didukung dengan alasan yang kuat. Maka dari itu, turunklah ayat ini sebagai penjelasan bahwa apa yang dihalalkan Allah boleh dimakan dan yang diharamkan dilarang untuk dimakan.[8]
C.       Munasabah Ayat
Pada ayat-ayat yang lalu kaum Musyrik dikritik dengan celaan yang tajam karena mereka mengharamkan sebagian dari hewan ternak tanpa petunjuk dari nabi-nabi atau larangan dari Allah, hanya semata-mata mengikuti hawa nafsu dan menerima saja tradisi yang berlaku pada nenek moyang mereka. Pada ayat ini dijelaskan makanan-makanan yang diharamkan untuk kaum muslimin dan makanan-makanan yang husus diharamkan untuk kaum Yahudi.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda