MAKALAH TAFSIR AHKAM
PEMBAHASAN
1.0 Ayat minuman surah Al-Maidah
ayat 90-91
a. Al-Maidah
ayat 90
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ
وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk
berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
b. Al-Maidah ayat 91
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ
بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ
وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ
مُنْتَهُونَ
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Q.S. Al-Maidah : 91)
B.
Penjelasan Kosa Kata
a.
QS. Al-Maidah ayat 90
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ (Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamer) kata الْخَمْرُ adalah minuman yang dapat memabukkan yang dapat menutupi akal sehat. Para ulama berbeda pendapat tentang makna khamr, Abu Hanifa
membatasinya pada air anggur yang diolah dengan memasaknya sampai mendidih dan
mengeluarkan busa, kemudian dibiarkan higga menjernih. Yang ini, hukumnya haram
untuk diteguk sedikit atau banyak, memabukkan atau tidak. Adapun selainnya,
seperti perasan aneka buah-buahan yang berpotensi memabukkan atau mengandung
alkohol yang berpotensi memabukkan, maka ia dalam pandangan Abu Hanifah, tidak
dinamai khamr. Pendapat ini ditolak oleh ulama-ulama mazhab lainnya yakni Imam
Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hambali berpendapat bahwa apapun yang apabila
diminum atau digunakan dalam kadar normal oleh seseorang yang normal lalu
memabukkan baik itu dari perasan anggur, kurma, gandum ataupun dari bahan
lainnya, maka ia adalah khamr.
Kata وَالْمَيْسِرُ (berjudi) atau taruhan. Kata ( ميسر ) maysir terambil dari kata ( يسر ) yusr yang berarti mudah. Judi dinamai maysir
karena pelakunya memperoleh harta
dengan mudah, kehilangan harta dengan mudah. Kata ini juga berarti pemotongan
dan pembagian. Dahulu masyarakat Jahiliah berjdi dengan unta untuk kemudian
mereka potong dan mereka bagi-bagikan dagingnya sesuai kemenangan yang mereka
raih. Penulis tafsir Al Kasysyaf mengatakan “termasuk kelompok maisir
adalah segala bentuk perjudian, seperti dadu, catur dan lainnya.” Penulis tafsir Ruhul Ma’ani berkata: “termasuk jenis maisir adalah
segala macam perjudian, seperti dadu, catur dan lain sebagainya.” Mengenai
catur Imam Syafi’i berkata: “apabila catur itu dilakukan tanpa ada taruhan,
tanpa omongan yang jorok dan tanpa melalaikan shalat, makatidaklah haram dan
tidak termasuk maisir.” Dari segi hukum, maysir/ judi adalah segala macam
aktifitas yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk memenangkan suatu
pilihan dengan menggunakan uang atau materi sebagai taruhan.
وَالْأَنْصَابُ (berkorban
untuk untuk berhala) patung-patung sesembahan. Maksud berkorban disini yaitu
menyembahnya (mengagungkannya) atau melakukan penyembelihan atas namanya. وَالْأَزْلَامُ (mengundi
nasib dengan anak panah) permainan undian dengan anak panah. رِجْسٌ (perbuatan
keji) menjijikkan lagi kotor. مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ (termasuk perbuatan setan) maksudnya perbuatan
yang dihiasi oleh setan. مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ رِجْسٌ menunjukkan bahwa meminum khamr, judi, berkorban untuk berhala dan
mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji (menjijikkan dan kotor) yang
termasuk perbuatan setan (dihiasi oleh setan).
فَاجْتَنِبُوهُ (maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu) yakni kekejian yang terkandung di dalam
perbuatan-perbuatan itu, jangan sampai kamu melakukannya. ( فاجتنبوه ) fajtanibuhu, mengandung
kewajiban menjauhinya dari segala aspek pemanfaatan. Bukan saja tidak boleh
diminum, tetapi juga tidak boleh dijual dan tidak boleh dijadikan obat. Demikian
pendapat al-Qurthubi. Menurut Thahir
Ibn ‘Asyur menjauhi hal-hal di atas
adalah dalam konteks keburukan yang dikandung sesuai dengan sifat masing-masing
larangan itu. Menjauhi khamr adalah menjauhi dari segi meminumnya. Menjauhi
perjudian adalah dari segi taruhannya. Menjauhi berhala dari segi penyembelihan
atas namanya. Menjauhi panah-panah dari segi menggunakannya sebagai alat
pilihan dalam menentukan nasib. لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (agar
kamu mendapat keberuntungan).
b. QS.
Al-Maidah ayat 91
أِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطَانُ
أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغَضَاءَ فِيْ الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ (sesungghnya setan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
lantaran-meminum-khamr dan berjudi).
عَنْ ذِكْرِاللّهِ وَعَنِ
الصَّلاَةِ وَبَصُدَّكُمْ (dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan shalat) yang dimaksud dengan menghalangi kamu dari mengingat Allah
disamping dapat berarti melupakan zikir dengan hati dan lidah, juga dapat
berarti melupakan zikir atau peringatan yang disampaikan oleh Rasul SAW. berupa
al- Qur’an dan Sunnah, atau melupakan zikir dari sisi rububiyyah (pemeliharaan)
Allah kepada manusia, dan ini mengantarkan kepada melupakan sisi ‘ubudiyyah
(ibadah) kepada-Nya dan terutama adalah melaksanakan shalat.
فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ (maka apakah kamu akan berhenti ?)
merupakan pernyataan yang bermakna perintah, yang dicelanya terdapat kecaman
terhadap sebagian anggota masyarakat muslim yang ketika turunnya ayat ini belum
menghentikan kebiasaan minum khamr.
C. Sebab
al-Nuzul QS. Al-Maidah ayat 90-91
Pelarangan khamr dilakukan secara bertahap, mulai dari paling ringan
terus meningkat sampai kepada larangan yang bersifat qath’I (pasti yang tidak
dapat ditawar lagi) yakni QS. Al-Maidah ayat 90-91.
Telah diriwayatkan Ibnu Munzir
dari Said bin Zubair, dia berkata : ketika turun ayat 219 dari surat al-Baqarah
yang berbunyi “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah ‘
keduanya itu adalah dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia, dan (tetapi)
dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Maka sebagian sahabat masih terus
meminum khamr karena mendengar adanya manfaatnya, akan tetapi sebagian
lain telah meninggalkan sama sekali karena mendengar dosa besar itu..
Kemudian turun ayat 43 dari surat an-Nisaa’ yaitu “janganlah kamu
hampiri shalat sedang mabuk” maka ada pula sebagian sahabat yang langsung
meninggalkannya, sedang sebagian yang lain tidak meminumnya pada waktu siang,
melainkan hanya pada malam harinya saja ketika hendak tidur. Hingga terjadinya suatu peristiwa yang menimpa dua
kabilah dari kalangan kaum Anshar yang gemar minum khamr. Imam Nasa-I dan imam Baihaqi telah meriwayatkan
sebuah hadits dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah berkata: “sesungguhnya ayat
pengharaman khamr itu diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang menimpa dua
kabilah dari kalangan kaum Anshar yang gemar minum khamr. Pada suatu hari
mereka minum-minum khamr hingga mabuk, sewaktu keadaan mabuk mulai menguasai
mereka, sebagian dari mereka mempermainkan sebagian lainnya. Dan tatkala mereka
sadar dari mabuknya, seseorang diantara mereka melihat bekas-bekasnya pada
wajah, kepala, dan janggutnya. Lalu ia mengatakan: “Hal itu tentu dilakukan oleh
si Fulan saudaraku’. Mereka adalah bersaudara, di dalam hati mereka tidak ada
rasa dengki atau permusuhan antara sesamanya. Selanjutnya laki-laki tadi
berkata: ‘Demi Allah, andai kata si Fulan itu menaru belas kasihan dan sayang
kepadaku, niscaya ia tidak akan melakukan hal ini terhadap diriku’. Akhirnya setelah peristiwa itu rasa dengki mulai
merasuk di dalam dada mereka, lalu Allah SWT. menurunkan ayat 90-91 dari
surat al-Maidah ini.
D. Penjelasan
Singkat
Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan bahwa khamar, berjudi, berkorban
untuk berhala-berhala, mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan setan
yang rijs yakni sesuatu yang kotor dan buruk yang tidak patut dilakukan
oleh manusia yang beriman kepada Allah, yang oleh karenanya Allah
menyuruh manusia untuk menjauhinya agar mendapat keberuntungan baik di dunia
maupun di akhirat.
Imam Bukhari ketika menjelaskan perurutan larangan-larangan itu
mengemukakan bahwa karena minuman keras (khamr) merupakan salah satu cara yang
paling banyak menghilangkan harta, maka disusulnya larangan meminum khamr
dengan perjudian, karena perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan
harta, maka pembinasaan harta disusul dengan larangan pengagungan terhadap
berhala yang merupakan pembinasaan agama. Begitu pula dengan pengagungan
berhala, karena ia merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan Allah) jika
berhala itu disembah dan merupakan syirik tersembunyi bila dilakukan
penyembelihan atas namanya, meskipun tidak disembah. Maka dirangkailah larangan
pengagungan berhala itu dengan salah satu bentuk syirik tersembunyi yaitu
mengundi nasib dengan anak panah, dan setelah semua itu dikemukakan, kesemuanya
dihimpun beserta alasannya yaitu bahwa semua itu adalah rijs (perbuatan keji.
Sedangkan di dalam ayat 91 surat al-Maidah menjelaskan alasan mengapa Allah mengharamkan minuman khamar dan berjudi bagi
orang-orang mukmin. Alasan yang disebutkan dalam ayat ini ada dua
macam, pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin menimbulkan
permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia. Kedua, karena akan melalaikan mareka dari mengingat Allah dan salat.
Timbulnya
berbagai bahaya tersebut pada orang yang suka minum khamar dan berjudi tidak dapat dipungkiri. Kenyataan yang dialami oleh
orang-orang semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Orang yang mabuk
tentu kehilangan kesadaran. Orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan
perbuatan yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak
diucapkannya. Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain,
sehingga menimbulkan permusuhan diantara mareka. Disisi lain orang yang sedang
mabuk tentu tidak ingat melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia
melakukannya, tentu dengan cara tidak benar dan tidak khusu’.
Orang yang suka berjudi biasanya
selalu berharap akan menang. Oleh karena itu ia tidak pernah jera dari
perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang
dipertarukannya. Diantara pejudi-pejudi itu sendiri timbul rasa
permusuhan, karena masing-masing ingin mengalahkan lawanya, atau ingin membalas dendam kepada lawannya yang telah mengalahkannya. Seorang
pejudi tentu
sering melupakan ibadah, karena mareka sedang asik berjudi, tidak akan
menghentikan permaiannya untuk melakukan ibadah, sebab hati mareka sudah tunduk
kepada setan yang senantiasa berusaha untuk menghalang-halangi manusia
beribadah kepada Allah dan menghendakinya kemeja judi.
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi,
maka Allah dengan nada bertannya memperingatkan orang-orang mukmin. “apakah
mareka mau berhenti…? Maksudnya
adalah bahwa setelah mareka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari
perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mareka menghentikannya, karena mareka
sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di
akhirat. Di dunia ini mereka akan mengalamin kerugian harta benda dan kasehatan
badan serta permusuhan dan kebencian
orang lain terhadap mareka, sedangkan di akhirat akan akan ditimpa kemurkaan
dan azab Allah.
E.
Hukum Yang Termuat Dalam Surah
Al-Maidah Ayat 90-91
Dalam ayat 90 surah al-Maidah Allah menjelaskan hukum-hukum mengenai empat jenis perbuatan, yaitu : minum khamar, berjudi, berkorban
untuk patung-patung dan mengundi nasib dengan menggunakan alat-alat yang
menyerupai anak panah yang telah di tegaskan keharamannya dengan penegasan “ فَاجْتَنِبُوهُ (maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu)” yakni kekejian yang terkandung di dalam perbuatan-perbuatan itu, jangan
sampai dilakukannya. Selain itu di dalam ayat ini menyebutkan bahwa
keempat perbuatab tersebut termasuk
perbuatan syaitan yang yang rijs (keji/kotor).
Sedangakan
di dalam ayat 91 surah al-Maidah menyebutkan pengharaman meminum khamr dan berjudi
dan kedua perbuatan itu akan menimbulkan
permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia. Selain itu meminum
khamr dan berjudi akan melalaikan manusia
dari mengingat Allah dan shalat. Di dalam ayat ini di khususkan
pada pengharaman khamr dan berjudi yang sangat tegas, ini terbukti di
dalam ayat ini Allah dengan nada bertannya memperingatkan orang-orang mukmin.
فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ “apakah mareka mau berhenti…?” Maksudnya
adalah bahwa setelah mareka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari
perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mareka menghentikannya, karena mareka
sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di
akhirat.
2.0 Ayat Makanan Dalam Surat Al Anam Ayat 119 Dan 145
1.
Surat Al Anam ayat 119 sebagai berikut:
وَمَا لَكُمْ أَلا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ
فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ
كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia)
benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang
yang melampaui batas[4].
A. Tafsir
Thahir ibn Asyur berpendapat bahwa ayat ini turun dikarebnakan bisa jadi
ada diantara kaum muslimin yang masih kabur pandangannya sehingga tidak
menampik dalih kaum musyrikin yang mengatakan bahwa binatang yang mati tanpa
disembelih lebih boleh dimakan daripada yang disembelih manusia, walau ayat ini
telah menjelaskan secara tersirat bahwa bangkai berembus nyawanya tanpa
dibacakan nama Allah, nah, karena itu ayat ini turun berpesan kepada kaum
muslimin yang masih ragu, yakinlah bahwa makanan yang telah kalian sembelih
dengan nama Allah, demikian juga yang tidak ada ketentuan tentang keharamannya
adalah halal buat kamu. Sungguh mengherankan, mengapa, yakni apa yang terjadi
atas pemikiran dan hati kamu sehingga kamu tidak mau memakan binatang-binatang
halal yang disebut nama Allah ketika penyembelihannya, padahal sesungguhnya
dia, yakni Allah telah menjelaskan kepada kamu malalui Rasulnya dengan
penjelasan secara terperinci menyangkut apa yang diharamkannya atas kamu.
Kerena itu, jangan makan yang diharamkannya, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya
dengan ketentuan tidak melebihi kebutuhan kamu untuk mempertahankan hidup, atau
dia telah menjelaskan kepada kamu secara terperinci tentang makanan yang halal,
dan yang tidak secara rinci dijelaskan hanya yang menyangkut apa yang terpaksa
kamu memakannya.[5]
Siapa yang mengikuti tuntunan ini, mereka telah mendapat petunjuk dan
meraih pengetahuan, walau jumlah mereka sedikit. Dan siapa yang mengabaikannya,
dia sesat jalan dan bodoh, sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar sesat
dan hendak menyesatkan orang lain dengan, yakni disebabkan oleh, hawa nafsu
mereka, tanpa pengetahuan yang mendukunngnya, bahkan pengetahuan telah
menyatakan kekaliruannya. Sesungguhnya Tuhanmu yang telah memelihara dan
membimbingmu, dialah satu-satunya yang lebih mengetahui atau tahu tentang
orang-orang yang bersungguh-sungguh melampaui batas, yakni telah masuk dalam
kelompok mereka yang durhaka sehingga benar-benar telah mantap dalam dirinya
kedurhakaan dan pelampauan batas.
Kata alaihi pada firmannya mengandung makna kuatnya hubungan
antara penyebutan nama Allah itu dan binatang yang disembelih sehingga ini
berarti bahwa basmalah/ nama Allah yang dibaca itu hendaknya dilakukan pada
saat penyembelih bukan sebelum atau sesudahnya.
B. Asbabun Nuzul
Ketika itu banyak sekali orang mengejukan pertanyaan kepada Rasulullah
tentang mengapa diperbolehkan makan binatang yang disembelih dan dilarang makan
binatang yang dimatikan Allah (tidak disembelih). Sehubungan dengan
pertanyaan-pertanyaan itu Allah menurunkan ayat 118-121 sebagai ketegasan,
bahwa sembelihan yang halal dimakan adalah yang disertai bacaan basmalah, yaitu
dengan menyebut nama Allah. (HR. Abu Dawud dan Turmuzi dari Ibnu Abbas)[6].
2.
Surat Al Anam ayat 145 sebagai berikut:
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ
خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ
اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيم[7]ٌ
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
A. Tafsir
Setelah menjelaskan bahwa apa yang mereka haramkan yang bukan bersumber
dari Allah, Rasul diperintahkan untuk menjelaskan apa yang diharamkan Allah
paling tidak sampai saat turun ayat ini. Allah memerintahkan: wahai Nabi
Muhammad kataknlah bahwa pengharaman atas nama Allah tidak mungkin akan terjadi
kecuali berdasarkan wahyu, baik lamgsung dan tegas, dengan teks dan makna,
yakni alquran maupun dengan tidak teks, tetapi melalui pengajaran-Nya,yakni
asSunnah, atau melalui istinbat/penalaran terhadap tuntunan-Nya, sedang
tiadalah aku peroleh sampai saat ini dalam apa, yakni wahyu yang diwahyukan
kepadaku, yakni ayat-ayat Alquran sesuatu makanan yang diharamkan bagi orang
yang hendak memaknnya, baik laki-laki maupun perempuan, menyengkut apa yang
kamu sebut diharamkan Allah dari binatang-binatang itu, kecuali kalau makanan
itu bangkai, yakni berembus nyawanya tidak melalui penyembelihan yang
dibenarkan syara’, atau darah yang sifatnya mengelir, bukan yang membeku,
seperti hati dan limpa, atau daging babi, karena sesungguhnya ia, yakni babi atau
semua yang disebut di atas adalah rijs, yakni kotor.
Setelah menyebut yang haram karena zatnya, ayat ini melanjutkan bahwa
diharamkan juga atau kefasikan, yakni perbuatan yang mengendung resiko keluar
dari akidah yang benar, seperti memakan binatang yang disebut selain nama Allah
ketika penyembelihannya, demikian juga mengingkari nikmat Allah dengan menyebut
selainnya sambil enggan menyebut namanya. Namun demikian, walaupun
makanan-makanan itu diharamkan Allah, kerena sayangnya kepada manusia, dia
memberi kelonggaran sehingga barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, yakni
dalam keadaan yang diduga dapat mengakibatkan kematian, baik karena amat sangat
lapar atau sebab lainnya, sehingga untuk menghindarinya tidak ada jalan lain
kecuali harus memakan salah satu dari makanan-makanan haram itu, sedang dia
tidak menginginkannya, yakni tidak memaknnya, padahal ada makanan halal yang
dapat dimakan, tidak pula memaknnya memenuhi keinginan seleranya dan tidak pula
melampaui batas, yakni tidak memakannya dalam kadar yang melebihi kebutuhan
menutup rasa lapar dan memelihara jiwanya, maka Allah akan mengampuninya karena
sesungguhnya Tuhanmu maha pengampun lagi maha penyayang.
Menurut Thahir Ibn Asyur,ketika turuna ayat ini, belum ada wahyu Alquran
yang menyatakan keharaman makanan-makanan yang disebut dalam ayat ini. Memang,
dalam surat al Maidah ada disebutkan hal tersebut, tetapi ayat-ayat surat al
Maidah turun di Madinah setelah turunnya surat al Anam. Atas dasar itu, dalam
pandangan ulama kelahiran Tunisia itu, firman-Nya: tiadalah akau peroleh dalam
wahyu yang diwahyukan kepadaku adalah wahyu yang diperoleh Rasul. Melalui
pengajarannya, yakni as-sunnah, karena jika yang dimaksud dengan wahyu oleh
ayat ini adalah Alquran maka “pengecualian” yang disebut pada lanjutan ayat ini
belum beliau terima atau temukan. Maksudnya, karena belumada ayat sebelum ayat
ini yang bicara tentang keharaman binatang-binatang tertentu, sedang ayat ini
mengecualikan sesuatu dari wahyu Allah, tentu wahyu yang di maksud bukanlah
ayat Alquran. Jika demikian, wahyu yang dimaksud disini adalah as sunnah.
B. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan Ibnu Mirdawaih dan Hakim dan Ibnu Abbas bahwa orang-orang
jahiliyah biasa mengharamkan sesuatu dan menghalalkan sesuatu tidak didukung
dengan alasan yang kuat. Maka dari itu, turunklah ayat ini sebagai penjelasan bahwa
apa yang dihalalkan Allah boleh dimakan dan yang diharamkan dilarang untuk
dimakan.[8]
C. Munasabah Ayat
Pada ayat-ayat yang lalu kaum Musyrik dikritik dengan celaan yang tajam
karena mereka mengharamkan sebagian dari hewan ternak tanpa petunjuk dari
nabi-nabi atau larangan dari Allah, hanya semata-mata mengikuti hawa nafsu dan
menerima saja tradisi yang berlaku pada nenek moyang mereka. Pada ayat ini
dijelaskan makanan-makanan yang diharamkan untuk kaum muslimin dan
makanan-makanan yang husus diharamkan untuk kaum Yahudi.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda