JURNAL Mengenai Alquran
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Alquran
adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Kitab suci menempati posisi
sentral bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan Ilmu ilmu ke islaman
tetapi juga merupakan inspiratory dan pemandu gerakan gerakan umat Islam
sepanjang empat belas abad lebih sejarah pergerakan umat ini.Alquran ibarat lautan luas ,dalam dan
tidak bertepi , penuh dengan keajaiban dan keunikan ,tidak akan pernah sirna
dan lekang di telan masa dan waktu. maka untuk mengetahui dan memahami betapa
dalam isi kandungan alquran diperlukan tafsir.
Penafsiran
terhadap alquran mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan
dan perkembangan umat islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
penafsiran Surah al An’am ayat 38 dan 39?
C.
Tujuan
Masalah
1. Supaya
mengetahui penafsiran Surah al An’am ayat 38 dan 39.
PEMBAHASAN
Surah al-Alan’am ayat
38,39:Makkiyah
“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung burung
yang terbang dengan kedua sayapnya,melainkan semuanya merupakan merupakan Ummat
ummat (juga) seperti kamu.tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam
kitab,kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan”.
Kosakata:
Dabbah (Al-An’am/6:38)
Addab, ad-dabib ialah
berjalan secara pelan, merangkak, merayap. Kata dabbah digunakan untuk setiap
hewan dan boasanya untuk sejenis serangga. Pad surah An-Nur/24:45 dijelaskan
bahwa semua jenis hewan di ciptakan dari air. Ada yang berjalan di atas
perutnya, ada yang dengan dua kaki, ada juga yang empat kaki. Kata dabbah pada
ayat ini berupa isim nakirah yang mempunyai pengertian samar-samar aau tidak
diketahui bentuknya sebelumnya ada huruf “ ma” nafiyah, sehingga nakirah tadi
mempunyai arti umum, yang mencakup semua hewan apa saja. Pada ayat ini hanya di
sebautkan dabbah yang dibumi, tidak yang di langit, karena menyebutkan sesuatu
yang bias di lihat lebih utama dan lebih meyakinkan kepada pembaca daripada
menyebutkan sesuatu yang tidak bias di lihat.
Munasabah
Ayat-ayat yang lalu
menerangkan keingkaran dan sikap keras kepal kaum musyrik. Ayat-ayat ini
menjelaskan kekuasaan dan kebesaran allah dialah pencipta, pengatur, penjaga,
penguasa seluruh alam ini, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuannya
dan tidak ada sesuatupun yang dapat merubah dsn menyalahi ketentuan dan kehendaknya.
Tafsir
Ayat ini menyatakan
bahwa allah mengusai segala sesuatu, ilmunya melingkupi seluruh makhluk yang
ada, dialah yang mengatur alam semesta. Semua yang melata di permukaan bumi,
semua yang terbang di udara, semua yang hidup dilautan, dari yang terkecil
sampai yang terbesar, dari yang Nampak sampai yang tersembunyai, hanya dialah
yang menciptakan, mengembangkan, mengatur dan memeliharanya,
Pada ayat yang lain
dalam surah (as-syura/42:29) Allah menyebutkan bahwa selain di bumi,
pelanet-pelanet yang lain pun terdapat makhluk hidup: “dan diantara tanda-tanda (kebesaran) nya adalah penciptaaan langit dan
bumi dan makluk-makhluk yang melata yang dia sebarkan pada keduanya. Dan dia
maha kuasa mengumpulkan semuanya apabila dia kehendaki.(as-syura/42:29)
Adanya makhluk-makhluk
hidup yang di sebutkan Allah pada pelanet-pelanet yang lain, sebagaimana yang
disebutkan oleh ayat ini, merupakan suatu pengetahuan yang di berikan Allah
kepada manusia, dan sebagai bahan pemikiran dan penyelidikan.
Ayat ini mendorong
orang-orang yang beriman agar menyelidiki segala rupa kehidupan makhluk Allah
yang ada di alam ini, untuk memperkuat iman dsn menambha ketaatan serta
ketundukan kepada Allah yang maha kuasa.
Alah menyatakan bahwa
di dalam alquran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hokum-hukum,
hikmah-hikmah. dan bimbingan untuk kebahagian manusia di dunia dan di akhirat
dan kebahagian makhluk pada umumnya.
Menurut Ibnu abbas yang
di maksud dengan alkitab dalam ayat ini ialah “ ummul-ummul kitab “, yakni Lauh
Mahfudz. Karena maksud ayat ini menurutnya adalah : segala sesuatu telah di
tuliskan dalam Lauh Mahfudz.
Tafsir
Ibnu Katsir
Menurut
Mujahid, makna umamun ialah berbagai macam jenis yang nama namanya telah
dikenal. Menurut Qatadah, burung-burung adalah umat, manusia adalah umat,
begitu pula jin.
As-Saddi mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: illaa umamun
amtsaalukum (“Melainkan umat-umat [juga] seperti kalian.”) (Al An’am: 38)
Yakni makhluk juga, sama seperti kalian.
Firman Allah Swt.: maa farath-naa fil kitaabi min syai-in
(“Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab.”) (Al-An’am: 38)
Maksudnya,
semuanya ada berdasarkan pengetahuan dari Allah, tiada sesuatu pun dari
semuanya yang dilupakan oleh Allah mengenai rezeki dan pengaturannya, baik sebagai
hewan darat ataupun hewan laut.
Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan oleh Allah dalam ayat lain yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).”
(Hud: 6) Yakni tertulis nama namanya, bilangannya, serta tempat-tempatnya, dan
semua gerakan serta diamnya terliputi semuanya dalam tulisan itu.
Allah Swt telah berfirman pula :“Dan berapa banyak binatang yang tidak
(dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki
kepadanya dan kepada kalian, dan Dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Ankabut:
60)
Al-Hafizh Abu
Ya’la mengatakan, ‘Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah
menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Waqid al-Qaisi Abu Abbad, telah
menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Isa ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnul Munkadir dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa
belalang jarang didapat dalam masa satu tahun dari tahun-tahun masa
pemerintahan Khalifah Umar r.a. Kemudian Umar bertanya-tanya mengenai hal itu,
tetapi sia-sia, tidak mendapat suatu berita pun. Dia sedih karena hal tersebut,
lalu ia mengirimkan seorang penunggang kuda (penyelidik) dengan tujuan tempat
anu, seorang lagi ke negeri Syam, dan seorang lagi menuju negeri Irak.
Masing-masing ditugaskan untuk memeriksa keberadaan belalang di tempat-tempat
tersebut.
Kemudian datang kepadanya penunggang kuda dari negeri Yaman
dengan membawa segenggam belalang, lalu semuanya ditaruh di hadapannya. Ketika
ia (Umar) melihatnya, maka ia mengucapkan takbir tiga kali. kemudian berkata
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda:
bersabda:
“Allah Swt. telah menciptakan
seribu umat (jenis makhluk), enam ratus umat di antaranya berada di laut dan
yang empat ratusnya berada di daratan. Mula-mula umat yang binasa dari
seluruhnya ialah belalang. Apabila belalang telah musnah, maka merembet ke yang
lainnya seperti halnya untaian kalung apabila talinya terputus.”
Firman Allah Swt.: tsumma ilaa rabbiHim yuhsyaruun (“kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”) (Al An’am: 38)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu
Na’im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: tsumma
ilaa rabbiHim yuhsyaruun (“kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”)
(Al An’am: 38)
Bahwa penghimpunannya ialah bila telah mati.
Bahwa penghimpunannya ialah bila telah mati.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui
jalur Israil, dari Sa’id, dari Masruq, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas;
disebutkan bahwa matinya hewan-hewan merupakan saat penghimpunannya.
Hal yang s ama telah diriwayatkan pula oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas .
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Mujahid dan ad-Dahhak yang semisal.
Hal yang s ama telah diriwayatkan pula oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas .
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Mujahid dan ad-Dahhak yang semisal.
Pendapat yang kedua mengatakan,
penghimpunannya ialah saat hari berbangkit, yaitu di hari kiamat nanti,berdasarkan
firman AllahSwt.yang artinya:“Dan apabila
binatang-binatang liar dikumpulkan.”(AtTakwir: 5)
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah
menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Sulaiman, dari Munzir As Sauri, dari
guru-guru mereka, dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Saw. melhat dua ekor domba
yang sedang adu tanduk (bertarung), lalu Rasulullah Saw. bersabda:
“HaiAbu Zar, tahukah kamu
mengapa keduanya saling menanduk?” Abu Zar menjawab, “Tidak.” Nabi Saw.
bersabda “Tetapi Allah mengetahui, dan Dia kelak akan melakukan peradilan di
antara keduanya.”
Abdur Razzaq meriwayatkannya
dari Ma’ma r , dari AI A’masy, dari orang yang disebutkannya, dari Abu Zar yang
menceritakan bahwa ketika para sahabat sedang berada di hadapan Rasulullah
Saw., tiba-tiba dua kambing jantan saling menanduk [berlaga]. Maka Rasulullah
Saw. bersabda:
“Tahukah kalian mengapa keduanya tanduk-menanduk?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Kami tidak tahu.” Rasulullah Saw. bersabad, “Tetapi Allah mengetahui, dan kelak Dia akan mengadakan peradilan di antara keduanya.”
“Tahukah kalian mengapa keduanya tanduk-menanduk?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Kami tidak tahu.” Rasulullah Saw. bersabad, “Tetapi Allah mengetahui, dan kelak Dia akan mengadakan peradilan di antara keduanya.”
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui
jalur Munzir As-Sauri, dari Abu Zar, lalu ia menyebutkannya, tetapi ditambahkan
bahwa Abu Zar berkata, “Dan sesungguhnya Rasulullah Saw. meninggalkan kami,
sedangkan tidak sekali-kali ada seekor burung mengepakkan sayapnya di langit
melainkan beliau Saw. menceritakan kepada kami pengetahuan mengenainya.”
Abdullah ibnu Imam Ahmad telah
mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku
Abbas ibnu Muhammad dan Abu Yahya Al-Bazzar; keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Nasir, telah menceritakan kepada kami
Syu’bah, dari Al Awwam ibnu Muz ahim, dari Bani Qais ibnu Sa’labah, dari Abu
Usman An-Nahdi, dari Usman r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Sesungguhnya hewan yang tidak
bertanduk benar-benar akan menuntut hukum qisas terhadap hewan yang bertanduk
(yang telah menanduknya) kelak di hari kiamat.”
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma’mam, dari Ja’far ibnu Barqan, dari Yazid ibnul Asam,
dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya:Illaa umamun amtsaalukum maa farrathnaa fil kitaabi min syai-in tsumma
ilaa rabbiHim yuhsyaruun (“melainkan umat-umat [juga] seperti kalian. Tiadalah
Kami lupakan sesuatu pun di dalam AlKitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.”) (Al An’am: 38)
Bahwa semua
makhluk kelak di hari kiamat dihimpunkan, termasuk semua binatang ternak,
binatang-binatang lainnya, burung-burung, dan semua makhluk. Kemudian keadilan
Alllah pada hari itu menaungi semuanya sehingga hewan yang tidak bertanduk
mengqisas hewan bertanduk yang pernah menanduknya. Setelah itu Allah berfirman,
“Jadilah kamu sekalian tanah. ” Karena
itulah orang kafir (pada hari itu) mengatakan, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:“Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (An-Naba:
40)
Hal ini telah
diriwayatkan secara marfu’ di dalam hadits yang menceritakan sur (sangkakala).
Adapun firman Allah dalam surah
al an’am ayat 39:
“Dan orang orang yang mendustakan ayat kami adalah tuli,bisu dan berada
dalam gelap gulita. Barang siapa dikehendaki Allah (dalam kesesatan,niscaya
disesatkannya, dan barang siapa yang dikehendaki Allah(untuk diberi
petunjuk),niscaya dia menjadikannya berada diatas jalan yang lurus”.
Yakni
perumpamaan mereka dalam kejahilannya dan keminiman ilmu serta ketiadaan
pengertiannya sama dengan orang yang tuli tidak dapat mendengar, bisu tidak
dapat bicara, dan selain itu berada dalam kegelapan tanpa dapat melihat. Maka
orang yang seperti itu mustahil mendapat petunjuk ke jalan yang benar atau dapat
keluar dari apa yang mendukungnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya menggambarkan keadaan mereka, yaitu:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari
) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka
tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar.”)
(Al-Baqarah: 17-18)
Sama pula
dengan apa yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam firman lainnya:
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan: gelap gulitayang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya tiadalah dia dapat melihatnya (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan: gelap gulitayang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya tiadalah dia dapat melihatnya (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)
Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan: may yasya-illaaHu
yudl-lilHu wa may yasya’ yaj’alHu ‘alaa shiraathim mustaqiim (“Dan barangsiapa
yang dikehendaki Allah [kesesatannya], niscaya disesatkan-Nya Dan barangsiapa
yang dikehendaki Allah [untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya
berada di atas jalan yang lurus.”) (Al An’am: 39)
Yakni Dialah yang mengatur
makhluk-Nya menurut apa yang dikehendakinya.
Quraish Shihab
Bukti paling kuat atas kekuasaan, kebijaksanaan, dan kasih
sayang Allah adalah bahwa Dia mencipta segala sesuatu. Tiada binatang yang
melata di bumi atau burung yang terbang di awang-awang kecuali diciptakan oleh
Allah dengan berkelompok-kelompok seperti kalian, lalu Dia beri ciri khusus dan
cara hidup tersendiri. Tidak ada sesuatu apa pun yang luput dari catatan Kami
dalam kitab yang terjaga di sisi Kami (al-lawh al-mahfûzh), walau mereka tidak
mempercayainya. Pada hari kiamat, mereka akan dikumpulkan bersama bangsa-bangsa
lain untuk diadili. Makhluk hidup dikelompokkan menurut keluarga-keluarga yang
mempunyai ciri-ciri genetik, tugas, dan tabiat tersendiri. Dalam ayat ini
terdapat isyarat tentang perbedaan bentuk dan cara hidup antara makhluk-makhluk
hidup itu, suatu ketentuan yang berlaku pada manusia dan makhluk hidup yang
lain.
Kajian Historis
Satu
riwayat daripada Jabir bin Abdillah r.a beliau berkata, "Makanlah belalang
kerana ia merupakan satu makanan yang di gemari oleh Sayidina Umar Ibnul
Khattab. Satu ketika Sayidina Umar pernah ditanya tentang belalang adakah dia
memilikinya. Beliau tidak memperolehi berita mengenainya dan tidak memilikinya
buat masa itu dan Sayidina Umar agak sedih kerana tidak dapat sediakan belalang
kepada orang yang meminta itu.
"Lalu Sayidina Umar menghantar seseorang untuk mencari serangga tersebut di merata-rata tempat sehingga sampai ke Syria dan Iraq. Setelah puas mencari utusan Umar balik semula menemuinya dan beliau bertanyakan tentang serangga tersebut sama ada utusan itu memperolehinya atau sebaliknya.
"Lalu Sayidina Umar menghantar seseorang untuk mencari serangga tersebut di merata-rata tempat sehingga sampai ke Syria dan Iraq. Setelah puas mencari utusan Umar balik semula menemuinya dan beliau bertanyakan tentang serangga tersebut sama ada utusan itu memperolehinya atau sebaliknya.
"Jabir
berkata lagi, "Tiba-tiba datang seorang dari Yaman membawa segenggam
belalang. Dia membawanya kepada Umar dan menggenggamnya dengan kedua-dua belah
tangannya. Apabila Umar melihatnya maka gembiralah ia sambil bertakbir tiga
kali. Kemudian Umar berkata, "aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda
yang bermaksud, "Allah Azza Wajalla telah mencipta 1000 umat. Daripadanya
sebanyak 600 umat berada di laut dan 400 umat lagi berada di darat. Dan umat
yang paling awal binasa di kalangan mereka ialah belalang. Apabila serangga itu
mula binasa akan diikuti dengan kumpulan serangga yang lain mengikut peraturan
yang serupa dengan kehancurannya apabila terputusnya rangkaian
kehidupannya."Allah berfirman yang bermaksud, "Kemudian mereka (sekalian) akan dihimpunkan kepada Tuhan mereka (untuk
dihisabdanmenerimabalasan)."(Surahal-An'am:38)
Allah
menghimpunkan semua makhluk pada hari akhirat kelak. Binatang pun dihimpunkan
di sana, di mana ada riwayat mengatakan bagi binatang berlaku berhitungan
terhadap mereka di padang mahsyar.Selepas selesai perhitungan itu dibuat mereka
dimatikan oleh Allah. Perhitungan itu dibuat sama ada di antara binatang itu
sesama binatang ataupun dengan manusia. Mereka dibalas pada hari tersebut.Sementara
manusia tidak dimatikan oleh Allah. Perhitungan itu dibuat sama ada ke syurga
atau neraka. Begitulah juga jin dan syaitan. Mereka diberi balasan setimpal
dengan apa yang mereka telah lakukan di dunia dahulu dan kesudahan mereka juga
ialah sama ada keneraka atau kesyurga.Seterusnya Allah berfirman yang bermaksud," dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat keterangan Kami, mereka adalah bisu dan tuli." (Surah
al-An'am:39)
Yakni
perumpamaan sedikitnya ilmu dan kefahaman serta terlalu jahil mereka yang kafir
atau munafik itu diumpamakan sebagai manusia yang bisu dan tuli, tidak mau mendengar
keterangan tanda-tanda kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya.Sebagaimana dinyatakan
oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya, bahwa bersama dengan sifat-sifat
tersebut menunjukkan mereka juga berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat
kebenaran.
Bagaimana mereka
berupaya keluar daripada kegelapan dan kesesatan sekiranya sifat mereka
sedemikian rupa, sudah tentu mereka tidak akan menemui jalan kebenaran
sebagaimana dinyatakan oleh Allah di dalam firman-Nya yang bermaksud,
"perbandingan hal mereka (golongan munafik itu) samalah seperti orang yang
menyalakan api; apabila api itu menerangi sekelilingnya, (tiba-tiba) Allah
hilangkan cahaya (yang menerangi mereka dan dibiarkan mereka dalam gelap
gelita, tidak dapat melihat sesuatu pun.
KESIMPULAN
Bahwa semua makhluk
kelak di hari kiamat dihimpunkan, termasuk semua binatang ternak,
binatang-binatang lainnya, burung-burung, dan semua makhluk. Kemudian keadilan
Allah pada hari itu menaungi semuanya sehingga hewan yang tidak bertanduk
mengqisas hewan bertanduk yang pernah menanduknya. Setelah itu Allah berfirman,
“Jadilah kamu sekalian tanah. ” Karena
itulah orang kafir (pada hari itu) mengatakan, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:“Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (An-Naba:
40)
perumpamaan orang
orang yang mendustakan ayat Allah dalam kejahilannya dan keminiman ilmu serta
ketiadaan pengertiannya sama dengan orang yang tuli tidak dapat mendengar, bisu
tidak dapat bicara, dan selain itu berada dalam kegelapan tanpa dapat melihat.
Maka orang yang seperti itu mustahil mendapat petunjuk ke jalan yang benar atau
dapat keluar dari apa yang mendukungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agama,Kementrian RI,Al-quran dan tafsirnya,Jakarta:Ikrar
Mandiriabadi
Arifin,Zakaria,
Zainal,Tafsir Inspirasi,2012.Jakarta:Ikrar
Mandiriabadi
Imaduddin
Abul Fida Ismail bin Al-Khatib Abu Hafs Umar bin Katsir Asy-Syafi’I Al-Quraisyi
Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda