JURNAL REPORT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa
remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak-anak dan dewasa
yang ditandai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Masa remaja
berlangsung dari usia 12-21 tahun yang dibagi menjadi: masa remaja awal (12-15
tahun), masa remaja pertengahan (15- 18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun)
(Monks. dkk, 2006). Pada masa ini, terjadi berbagai perubahan pada diri remaja,
salah satunya adalah perubahan fisik. Terkait dengan perubahan fisik yang
terjadi, para remaja harus dapat menerima keadaan fisiknya dan menggunakan
tubuhnya secara efektif, dimana hal tersebut merupakan salah satu tugas
perkembangan remaja (Santrock, 2003). Perhatian yang berlebihan pada bentuk
tubuh yang sedang mengalami perubahan terutama terjadi selama pubertas pada
masa remaja awal (Santrock, 2003). Para remaja mengembangkan
gambaran pribadi tentang bagaimana bentuk tubuh mereka, dimana hal tersebut
terkait erat dengan body image. Body image merupakan pengalaman
individu yang berupa persepsi terhadap bentuk dan berat tubuhnya, serta
perilaku yang mengarah pada evaluasi individu tersebut terhadap penampilan
fisiknya (Cash, 2012). Periode penting terkait dengan perkembangan body
image terjadi pada masa remaja awal, khususnya bagi para remaja putri.
Perkembangan remaja putri pada masa remaja awal terkait dengan meningkatnya berat
badan, body image yang negatif, dan dorongan yang kuat untuk memiliki
tubuh yang kurus sertamelakukan diet (Levine & Smolak dalam Cash &
Pruzinsky, 2002). Gross (dalam Santrock, 2003) mengungkapkan bahwa para remaja
putri seringkali tidak puas dengan keadaan tubuhnya dikarenakan bertambahnya
lemak tubuh pada diri mereka, sedangkan para remaja putra menjadi lebih puas
karena massa otot mereka meningkat. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap
kecenderungan untuk menjadi gemuk (overweight) ataupun obesitas menjadi
sumber
keprihatinan bagi para remaja putri. Obesitas itu
sendiri merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak
tubuh yang berlebihan (Hasdianah, dkk., 2014).
Sebagaimana
yang terjadi di Indonesia, berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, bahwa prevalensi nasional obesitas umum pada
perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki dan meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2013, prevalensi nasional obesitas umum pada perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki, yaitu 32,9% dibanding 19,7%. Berdasarkan data
tersebut, terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada perempuan dari tahun
2007 sebesar 13,9% dan pada tahun 2010 sebesar 15,5%. (Riset Kesehatan Dasar,
2013).
Perkembangan
body image itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
sosialisasi kebudayaan, pengalaman-pengalaman interpersonal, karakteristik
fisik, dan faktor kepribadian. Pada faktor kepribadian, self-esteem merupakan
hal yang sangat penting terkait dengan perkembangan body image.
Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan mengembangkan
evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya seseorang yang
memiliki self-esteem yang rendah akan meningkatkan body image yang
negatif (Cash & Pruzinsky, 2002).
Self-esteem merupakan sikap seseorang berdasarkan persepsi
tentang bagaimana ia menghargai dan menilai dirinya sendiri secara keseluruhan,
yang berupa sikap positif atau negatif terhadap dirinya (Rosenberg, 1965 dalam
Mruk, 2006). Self-esteem itu sendiri merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan body image. Seseorang yang memiliki self-esteem
yang positif akan mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya,
namun sebaliknya seseorang yang memiliki self-esteem yang buruk akan
meningkatkan body image yang negatif (Cash & Pruzinsky, 2002).
Pada masa
remaja awal, terjadinya berbagai perubahan terutama perubahan fisik membuat
para remaja putri menunjukkan perhatian yang sangat besar pada bentuk tubuhnya.
Remaja putri yang mengalami obesitas akan lebih merasa tidak puas dengan
tubuhnya dan merasa malu dengan berat badan yang dimiliki dibandingkan dengan
teman-teman sebayanya yang memiliki berat badan normal, sehingga hal tersebut
menyebabkan mereka mengembangkan body image yang negatif (Schwartz & Brownell, 2004).
Shroff & Thompson (2006) juga mengungkapkan bahwa remaja putri yang
mengalami obesitas lebih tidak puas dengan tubuhnya yang mengarah pada terbentuknya
body image negatif dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki berat badan
normal. Bagi para remaja putri, pembicaraan mengenai penampilan dan berat badan
sangatlah sensitif. Tekanan yang diterima dari
teman-teman sebaya untuk memiliki tubuh yang kurus sangat terkait dengan
internalisasi yang kuat terhadap ketidakpuasan pada tubuh yang dimiliki.
Tekanan-tekanan yang berasal dari teman-teman sebaya, mempengaruhi para remaja
dalam berperilaku untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman
sebayanya. Pada masa remaja awal, para remaja putri cenderung memiliki self-esteem
yang rendah (Guindon, 2010). Terlebih lagi para remaja putri yang obesitas
mengakibatkan stigma negatif, yang membawa konsekuensi psikologis maupun
sosial, dimana menimbulkan kecemasan sosial, depresi, body image yang
negatif, dan rendahnya kepuasan hidup karena mereka lebih sering ditolak dan
dikucilkan oleh teman-temannya. Remaja putri yang mengalami obesitas lebih
banyak mengalami diskriminasi dibandingkan dengan remaja putra terkait dengan
interaksi sosial dengan teman sebayanya yang mengakibatkan mereka tidak puas
dengan keadaan tubuhnya sehingga membentuk body image yang negatif
(Pearce, dkk., 2002).
1.2 Identifikasi masalah
·
Apakah ada hubungan
self esteem dengan body image pada remaja yang mengalami obesitas.
·
Seberapah besar
pengaruh atau sumbangan yang diberikan self esteem terhadap body image pada
remaja yang mengalami obesitas.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah yang telah dipaparkan diatas, peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
·
Apakah ada hubungan
self esteem dengan body image pada remaja yang mengalami obesitas?
·
Seberapah besar
pengaruh atau sumbangan yang diberikan self esteem terhadap body image remaja yang mengalami obesitas?
1.4 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini
tujuan yang akan dicapai adalah:
1. untuk
mengetahui hubungan self esteem dengan body image pada remaja yang mengalami
obesitas
2. untuk
mengetahui pengaruh atau sumbangan yang diberikan self esteem terhadap body image
remaja yang mengalami obesitas
1.5 Manfaat Penelitian
1. manfaat
teorits : penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan kajian teori dalam
bidang psikologi perkembangan mengenai body image.
2. manfaat
praktis: penelitian ini dapat memberikan pengaruh pada remaja untuk meningkatkan body image yang positif
terhadap dirinya, diharapkan remaja
lebih memahami dan menerima keadaan diri (body image).
1.6 Sistematika Penelitian
Penelitian ini disajikan dalam
beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I :
Pendahuluan
BAB I berisi
tentang penjelasan latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB
II : Landasan Teori
Bab II berisi
tentang teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang
terdapat dalam penelitian ini adalah teori tentang self esteem, body image,
obesitas dan remaja. Bab ini juga mengemukakan hipotesis sebagai jawaban
sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara self
esteem dengan body image remaja yang mengalami obesitas.
BAB
III : Metode Penelitian
Bab ini berisi
uraian yang menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,populasi
dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, validitas
dan reliabilitas alat ukur,prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis
data untuk melakukan pengujian hipotesis yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian.
BAB
IV : Analisa dan Interprestasi
data
Bab
IV berisi uraian gambaran subyek penelitian,hasil penelitian dan deskripsi dari
penelitian.
BAB
V : Kesimpulam, Diskusi, dan
Saran
Bab V berisi
uraian mengenail kesimpulan hasil penelitian, serta saran metodologis dan
praktis.
BAB 11
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Self Esteem
Istilah self esteem
sering digunakan para ahli untuk menandakan bagaimana seseorang mengevaluasi
dirinya. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu tentang
penghargaan terhadap dirinya, percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan atau
tidak, adanya pengakuan (penerimaan) atau tidak. Definisi self esteem menurut
Coopersmith (1967: 4-5) : Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu
dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan
indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian,
kesuksesan dan keberhargaan. Secara singkat self esteem adalah “personal
judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang di ekspresikan dalam
sikap-sikap individu terhadap dirinya.
2.2 Jenis-Jenis
Self-Estetem.
KidsHealts
memaparkan mengenai dua jenis self-esteem yaitu Unhealty Self-Esteem dan
Healthy Self-Esteem. Self-esteem yang rendah atau tidak sehat pada anak
ditandai dengan tidak adanya keinginan melakukan sesuatu hal yang baru, anak
selalu berkata negatif atas kemampuan yang dimilikinya misalnya “Saya bodoh !”,
“Saya tidak pernah belajar dengan baik”.
Ciri yang lainnya adalah anak tidak memiliki toleransi, frustasi, dan
pesimis. Sedangkan pada anak yang memiliki self-esteem yang sehat ditandai
dengan senang memelihara.
hubungan
dengan yang lain, aktif dalam kelompoknya, menyenangkan dalam berhubungan
sosial, mampu menemukan solusi ketika peluang menipis, memahami kekuatan dan
kelemahannya serta memiliki sikap optimis.
Siswa yang memiliki self-esteem tinggi atau self-esteem yang sehat pada
umumnya memiliki kepercayaan diri dan keyakinan yang tinggi pula untuk dapat
melakukan tugas gerak yang diinstruksikan guru. Mereka biasanya
bersungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas jasmani dan selalu berupaya
memperbaiki kekurangan dan terus berlatih meningkatkan kemampuannya. Ciri ini
akan sangat berbeda dengan siswa yang rendah self-esteemnya atau yang tidak
memiliki self-esteem. Umumnya mereka enggan atau bermalas-malasan melakukan
tugas gerak karena merasa khawatir atau tidak percaya terhadap kemampuan yang
dimilikinya, tidak bekerja keras memperbaiki kekurangannya dan merasa cukup
dengan apa yang sudah dilakukannya.
2.3 Ciri- ciri
Karakteristik Harga Diri Self-Esteem
Harga
diri seseorang tergantung bagaimana dia menilai tentang dirinya
yang
dimana hal ini akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Penilaian
individu ini diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat tinggi dan
negatif.
a. Karakteristik harga diri tinggi
Harga
diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa
yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya
diperlukan didalam dunia ini. Karakteristik anak yang memiliki harga diri yang
tinggi menurut
Clemes
dan Bean (2001 : 334), antara lain :
1)
Bangga dengan hasil kerjanya
2)
Bertindak mandiri
3)
Mudah menerima tanggung jawab
4)
Mengatasi prestasi dengan baik
5)
Menanggapi tantangan baru dengan antusiasme
6)
Merasa sanggup mempengaruhi orang lain
7)
Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang luas
b.
Karakteristik harga diri rendah
Remaja
yang memiliki harga diri rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu
dan tidak berharga. Karakteristik anak dengan harga diri yang rendah diantaranya
:
1) Menghindari situasi
yang dapat mencetuskan kecemasan
2) Merendahkan bakat
dirinya
3) Merasa tak ada
seorangpun yang menghargainya
4) Menyalahkan orang lain
atas kelemahannya sendiri
5) Mudah dipengaruhi oleh
orang lain
6) Bersikap defensif dan
mudah frustrasi
7) Merasa tidak berdaya
8) Menunjukkan jangkauan
perasaan dan emosi yang sempit
2.4 Pengertian Body Image
Menurut Davison &
McCabe (2005) istilah body image mempunyai pengertian yaitu persepsi dan sikap
seseorang terhadap tubuhnya sendiri. Selain itu, Papalia, Olds, dan Fieldman
(2001) juga menyebutkan bahwa body image merupakan gambaran dan evaluasi
mengenai penampilan dirinya sendiri.
Tokoh lainnya, Rudd dan
Lennon (2000) mendefinisikan body image sebagai gambaran mental yang dimiliki
seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi dua komponen. Kedua komponen body
image tersebut adalah komponen perseptual
(yang meliputi ukuran, bentuk, berat, karakteristik, gerakan, dan performansi
tubuh) serta komponen sikap (yang meliputi apa yang kita rasakan tentang tubuh
kita dan bagaimana perasaan ini mengarahkan pada tingkah laku). Secara umum,
bisa disimpulkan bahwa body image merupakan pandangan seseorang mengenai
tubuhnya sendiri, dimana seseorang akan melakukan evaluasi dan juga menilai apa
yang dirasakan berkaitan dengan bentuk tubuhnya.
2.5 Dimensi Body Image
Penelitian-penelitian
yang terdahulu mengenai body image pada umumnya menggunakan Multidemensional
Body Self Relation Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) yang dikemukakan
oleh Cash (2002) Cash (2002) mengemukakan ada lima dimensi dalam pengukuran
body image,yaitu :
1)
Appearance evaluation (evaluasi penampilan)
Evaluasi
penampilan yaitu mengukur penampilan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak
menarik serta memuaskan atau belum memuaskan
2)
Appearance orientation (orientasi penampilan)
Orientasi
penampilan yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan penampilan diri.
3)
Body area satisfaction (kepuasan terhadap
bagian tubuh)
Kepuasaan
terhadap bagian tubuh, yaitu mengukur kepuasaan individu terhadap bagian tubuh
secara spesifik, wajah, tubuh bagian atas(dada, bahu lengan), tubuh bagian
tengah (pinggang, perut), tubuh bagian bawah (pinggul, paha, pantat,kaki),
serta bagian tubuh secara keseluruhan.
4)
Overweight preoccupation (kecemasan menjadi
gemuk)
Kecemasan
menjadi gemuk yaitu mengukur kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan
untuk melakukan diet, dan membatasi pola makan
5)
Self-classified weight (Pengkategorian ukuran
tubuh)
Pengkategorian
ukuran tubuh, yaitu mengukur bagaimana individu menilai berat badannya, dari
sangat kurus sampai gemuk. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa dimensi bodyimage sebagai berikut : Appearance
evaluation, Appearance orientation, Body area satisfaction, Overweight
preoccupation, Self-classified weight.
2.6 Faktor-faktor yang
mempengaruhi Body Image
Body
image terbentuk dari sejak individu lahir
sampai selama individu hidup. Banyak hal yang dapat mempengaruhi body image seseorang,termasuk
pandangan atau penilaian orang lain
terhadap penampilan diri sendiri. Beberapa ahli menyatakan ada berbagi faktor
yang dapat mempengaruhi body
image
seseorang adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan body image menurut Cash dan Pruzinsky adalah sebagai
berikut :
1)
Jenis kelamin
Menurut Cash dan Pruzinsky (2002 : 76 )
jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi dalam perkembangan body
image seseorang. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih sering terjadi pada
wanita daripada laki-laki. Pada umumnya wanita, lebih kurang puas dengan
tubuhnya dan memiliki body image yang negatif. Menurut Longe (2008: 118)
wanita biasanya lebih kritis terhadap tubuh mereka baik secara keseluruhan
maupun pada bagian tertentu tubuh mereka daripada laki-laki. Persepsi body
image yang buruk sering berhubungan dengan perasaan kelebihan berat badan
terutama pada wanita. Seorang laki-laki ,lebih memperhatikan masa otot ketika mempertimbangkan
body image mereka. Umumnya body image yang buruk dapat menyebakan
diet konstan dan diet yang bersifat sementara, obesity, dan gangguan
makan serta dapat menyebabkan rendahnya harga diri, depresi, kecemasan dan
keseluruhan tekanan emosional.
Seorang
laki-laki juga ingin menghindari bentuk tubuh gemuk, lembek, namun dikalangan
lelaki yang tidak puas dengan berat dan bentuk berusaha untuk menambah berat
badan untuk mengembangkan lengan atas, dada dan bahu. Menurut Jourard dan
Secord (1955: 194) laki-laki mempunyai kepuasan dengan tubuh mereka jika mereka
bertubuh besar dan seorang wanita lebih puas dengan tubuh
mereka
bila tubuh mereka kurang baginya dari ukuran normal. Para pria memiliki tubuh lebih
berat dan lebih besar sementara wanita ingin lebih ringan dan lebih kecil.
2)
Media massa
Tiggeman (Cash dan Pruzinsky,2002 : 91)
mengatakan bahwa media massa yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal
mengenai figure perempuan dan lakilaki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang.
Tiggeman (Cash dan Pruzinsky,2002: 100) menyatakan bahwa media massa menjadi
pengaruh kuat dalam budaya social. Anak-anak dan remaja lebih banyak
menghabiskan waktunya dengan menonton televisi dan kebanyakan orang dewasa
membaca surat kabar harian dan majalah. Survey media massa menunjukkan bahwa 83
% majalah fashion khususnya dibaca oleh mayoritas permpuan maupun anak
perempuan. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen dalam
berbagai cara.
3)
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal membuat seseorang
cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang
diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan
terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas
dengan penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap
dirinya. Rossen dan koleganya (Cash dan Pruzinsky,2002 :108) menyatakan feedback
terhadap penampilan dan kompetensi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan
interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai
tubuh.
2.7 Obesitas
Obesitas atau yang biasa kita kenal
sebagai kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan
remaja. Pada remaja putri, kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat,
karena keinginan untuk tampil sempurna yang seringkali diartikan dengan
memiliki tubuh ramping/langsing dan proporsional, merupakan idaman bagi mereka.
Hal ini
semakin
diperparah dengan berbagai iklan di televisi, surat kabar dan media massa lain
yang selalu menonjolkan figur-figur wanita yang langsing dan iklan berbagai
macam ramuan obat-obatan, makanan dan minuman untuk rnerampingkan tubuh. Akibatnya jutaan rupiah
uang dibelanjakan untuk diet ketat, obat-obatan, dan perawatan-perawatan guna
menurunkan berat badan. Tidak berbeda dengan rernaja putri, remaja pria pun
takut menjadi gemuk. Bagi mereka, pria yang memiliki bobot berlebih dianggap
akan mengalami permasalahan yang cukup berat untuk menarik perhatian lawan
jenis. Banyak remaja pria yang berharap dapat membuat tubuhnya ideal (menjadi
sedikit berotot/kekar) dan keinginan mereka untuk itu pada sebagian remaja
disalurkan melalui kegiatan olahraga. Namun sayangnya bagi mereka yang
kegemukan kegiatan olahraga akan terasa sebagai siksaan. Hal inilah yang
seringkali dimanfaatkan oleh para penjual produk-produk obat-obatan atau
makanan penurun berat badan dan alat olahraga ringan untuk memperlaris
dagangannya. Dengan melihat fenomena yang terjadi sekarang mi, tidaklah
berlebihan jika dikatakan bahwa obesitas
merupakan salah masalah rumit yang seringkali dihadapi remaja dan juga termasuk
orang dewasa. Hal ini tercermin dalam banyak dana yang dikeluarkan untuk
melakukan diet, membeli obat-obatan pelangsing dan peralatan olahraga yang
bertujuan untuk menurunkan berat badan. Obesitas atau kegemukan terjadi pada
saat badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan adipose
(adipocytes: jaringan lemak khusus yang
disimpan tubuh) secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana
seseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat idealnya
yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di tubuhnya. Dihadapkan pada
obesitas, tidak jarang seorang remaja bereaksi secara berlebihan. Tidak jarang
pula mereka menjadi frustrasi karena meskipun sudah melakukan diet ketat dan
mengkonsumsi ramuan atau obat-obatan penurun berat badan, ternyata bobot tubuh tidak kunjung
susut, bahkan dapat dikatakan sebagai pemicu terjadinya Anoreksia Nervosa dan
Bulimia Nervosa. Apa sebenarnya yang terjadi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
kita perlu melihat faktor-faktor yang menjadi penyebab obesitas. Menurut para
ahli, didasarkan pada hasil penelitian,obesitas dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor tersebut
diantaranya
adalah faktor genetik, disfungsi salah satu bagian otak, pola makan yang
berlebih, kurang gerak/olahraga, emosi, faktor lingkungan, faktor sosial,
faktor kompensasi, dan faktor gaya hidup.
2.8 Hubungan
anatara Self esteem dengan body image pada penderita obesitas
Pada penelitian yang telah dilakukan, penulis
menunjukkan bahwa antara kedua variabel memiliki hubungan yang tergolong besar,
hal tersebut dapat dilihat dari koefisien korelasi berdasarkan hasil dari
teknik analisis. korelasi spearman’s rho sebesar 0,855 Cohen (dalam Pallant,
2011) mengungkapkan bahwa ketika koefisien berada pada rentang 0,50 sampai
dengan 1,00 maka korelasi berada pada kategori yang besar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa self-esteem memiliki dampak yang cukup besar terhadap
perkembangan body image pada remaja awal yang mengalami obesitas.
Berbeda dengan
penelitian-penelitian yang mendukung hasil pada penelitian yang dilakukan oleh
penulis, terdapay penelitian yang dilakukan oleh Ermanza (2008) mengenai
hubungan antara self-esteem dan body image pada remaja putri yang mengalami
obesitas dari sosial ekonomi menengah atas. Subjek pada penelitian yang
dilakukan oleh Ermanza adalah remaja putrid dengan rentang usia pada masa
remaja, yaitu 15 hingga 20 tahun, serta mengklasifikasikan subjek yang memiliki
status sosial ekonomi menengah atas. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan antara self-esteem dengan body image pada remaja
putriyang mengalami obesitas dari sosial ekonomi menengah atas.
Perbedaan hasil penelitian
dapat disebabkan oleh faktor usia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ermanza
(2008), subjek penelitian adalah remaja putrid dengan rentang usia pada masa
remaja, yaitu 15-20 tahun sedangkan penulis memilih subjek penelitian remaja
putrid awal yang berusia 12-15 tahun karena pada masa remaja awal merupakan
periode penting terhadap perkembangan citra tubuh (body image) bagi para remaja
putrid (Cash & Pruzinsky, 2002). Pada remaja awal yang ditandai dengan
terjadinya pubertas, para remaja memiliki perhatian lebih pada tubuhnya dan
membangun citra tubuh (body image) mereka sendiri, dibandingkan dengan masa
akhir remaja (Hamburg, 1974 & Wright, 1989 dalam Santrock, 2003) pada masa
remaja awal terjadinya berbagaiperubahan terutama perubahan fisik membuat para
remaja putrid menunjukkan perhatian yang sangat besar pada bentuk tubuhnya
terdapat penelitian pada remaja dengan rentang usia 12 hingga 15 tahunyang
dilakukan oleh French, dkk., (dalam Guindon,2010) mengungkapkan bahwa rendahnya
self-ssteem pada remaja terkait dengan penampilan fisik. Beberapa penelitian
juga mengungkapkan bahwa tekanan yang diterima dari teman sebaya untuk memiliki
tubuh yang kurus sangat terkait dengan internalisasi yang kuat terhadap tubuh
kurus yang ideal dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh (Shroff & Thompson,
2006) tekanan-tekanan yang berasal dari teman-teman sebaya, mempengaruhi para
remaja dalam berperilaku untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman
sebayanya. Hubungan atau interaksi sosialyang terjalin akan menentukan
perkembangan self-esteem pada individu (Coopersmith, 1967 dalam Mruk, 2006)
Remaja yang memiliki body
image positif menunjukan bahwa mereka merasa puas terhapad bentuk tubuh dan
penampilannya, mereka tidak peduli dengan figure wanita ideal yang ada di
masyarakat, namun mereka menerima segala perubahan pada bentuk tubuhnya,
berbeda dengan remaja yang memiliki body image negative, yang merasa bentuk
tubuh dan penampilannya tidak sesuai dengan apa yang ada di media maupun apa
yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, body image yang negative akan
berdampak pada rendahnya self-esteem yang dimiliki, stress secara emosional,
kebiasaan perilaku diet yang tidak sehat, kecemasan, depresi, gangguan makan,
kesehatan seksual yang terancam, social withdrawal dan terhenti melakukan
kegiatan olahraga.
2.9 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka
hipotesis tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hubungan antara kedua variabel
tersebut menghasilkan koefisien korelasi yang positif, yang berarti bahwa
semakin tinggi self-esteem yang dimiliki oleh remaja awal yang mengalami
obesitas, maka semakin positif pula body image mereka.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah penelitian kuantitatif. Berdasarkan tujuan
penelitian, penelitian ini merupakan penelitian explanatory. Berdasarkan
teknik pengumpulan data yang digunakan, penelitian ini menggunakan teknik
survei. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat dua variabel, yang
terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (X) dalam
penelitian ini adalah self-esteem, sedangkan variabel terikat (Y) dalam
penelitian ini adalah body image.
3.2 Variabel
Penelitian
Pada
penelitian korelasional terdapat variabel yang akan dicari hubungan dari
variabel-veriabel tersebut. Menurut Noor (2011), variabel adalah suatu nilai
atau sifat pada orang,benda, atau suatu kegiatan yang ditentukan oleh peneliti untuk
diukur dan ditarik kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan dua variabel,
yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah suatu
variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain yang ingin diukur. Sedangkan
variabel tergantung adalah suatu variabel yang diteliti atau diukur untuk
melihat apakah ada pengaruh atau efek dari variabel lain. Berdasarkan judul
penelitian ini, yaitu “Hubungan Antara
Self Esteem Dengan Body Image Pada remaja Ynag Mengalami Obesitas” maka
variabel dalam penelitian ini adalah:
1.
Variabel Bebas : Self
Esteem
2.
Variabel Tergantung : Body Image
Pada Remaja Ynag Mengalami Obesitas
3.3 Definisi
Operasional
Menurut
Noor (2011), definisi operasional merupakan bagian yang berisi definisi dari variable-variabel yang akan
diukur dengan indikator yang telah ditentukan, seperti sifat,perilaku dan
aspek.
Definisi opersional dalam skala
penelitian ini adalah :
1. self esteem
self-esteem
merupakan evaluasi individu dan kebiasaan memandang dirinya sendiri, yang
mengarah pada penerimaan atau penolakan, serta keyakinan individu terhadap
kemampuan yang dimiliki, atau dengan kata lain self-esteem merupakan
penilaian personal mengenai perasaan berharga yang diungkapkan dalam
sikap-sikap individu terhadap dirinya.
2. Body Image
Body
image adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuh yang dimiliki yang
mencakup perasaan dan sikap-sikap yang muncul atas penampilan tersebut. Subyek
yang mendapat skor semakin tinggi dalam skala ini, menunjukkan bahwa subyek
memilki body image yang positif . sebaliknya, subyek yang mendapat skor semakin
rendah dalam skla ini, menunjukkan bahwa subyek memilki body imageyang negatif.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda