Selasa, 04 Juli 2017

JURNAL REPORT




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
            Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak-anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Masa remaja berlangsung dari usia 12-21 tahun yang dibagi menjadi: masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15- 18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun) (Monks. dkk, 2006). Pada masa ini, terjadi berbagai perubahan pada diri remaja, salah satunya adalah perubahan fisik. Terkait dengan perubahan fisik yang terjadi, para remaja harus dapat menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, dimana hal tersebut merupakan salah satu tugas perkembangan remaja (Santrock, 2003). Perhatian yang berlebihan pada bentuk tubuh yang sedang mengalami perubahan terutama terjadi selama pubertas pada masa remaja awal (Santrock, 2003). Para remaja mengembangkan gambaran pribadi tentang bagaimana bentuk tubuh mereka, dimana hal tersebut terkait erat dengan body image. Body image merupakan pengalaman individu yang berupa persepsi terhadap bentuk dan berat tubuhnya, serta perilaku yang mengarah pada evaluasi individu tersebut terhadap penampilan fisiknya (Cash, 2012). Periode penting terkait dengan perkembangan body image terjadi pada masa remaja awal, khususnya bagi para remaja putri. Perkembangan remaja putri pada masa remaja awal terkait dengan meningkatnya berat badan, body image yang negatif, dan dorongan yang kuat untuk memiliki tubuh yang kurus sertamelakukan diet (Levine & Smolak dalam Cash & Pruzinsky, 2002). Gross (dalam Santrock, 2003) mengungkapkan bahwa para remaja putri seringkali tidak puas dengan keadaan tubuhnya dikarenakan bertambahnya lemak tubuh pada diri mereka, sedangkan para remaja putra menjadi lebih puas karena massa otot mereka meningkat. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kecenderungan untuk menjadi gemuk (overweight) ataupun obesitas menjadi sumber






keprihatinan bagi para remaja putri. Obesitas itu sendiri merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Hasdianah, dkk., 2014).
            Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa prevalensi nasional obesitas umum pada perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, prevalensi nasional obesitas umum pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu 32,9% dibanding 19,7%. Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada perempuan dari tahun 2007 sebesar 13,9% dan pada tahun 2010 sebesar 15,5%. (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
            Perkembangan body image itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sosialisasi kebudayaan, pengalaman-pengalaman interpersonal, karakteristik fisik, dan faktor kepribadian. Pada faktor kepribadian, self-esteem merupakan hal yang sangat penting terkait dengan perkembangan body image. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya seseorang yang memiliki self-esteem yang rendah akan meningkatkan body image yang negatif (Cash & Pruzinsky, 2002). Self-esteem merupakan sikap seseorang berdasarkan persepsi tentang bagaimana ia menghargai dan menilai dirinya sendiri secara keseluruhan, yang berupa sikap positif atau negatif terhadap dirinya (Rosenberg, 1965 dalam Mruk, 2006). Self-esteem itu sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan body image. Seseorang yang memiliki self-esteem yang positif akan mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya seseorang yang memiliki self-esteem yang buruk akan meningkatkan body image yang negatif (Cash & Pruzinsky, 2002). Pada masa remaja awal, terjadinya berbagai perubahan terutama perubahan fisik membuat para remaja putri menunjukkan perhatian yang sangat besar pada bentuk tubuhnya. Remaja putri yang mengalami obesitas akan lebih merasa tidak puas dengan tubuhnya dan merasa malu dengan berat badan yang dimiliki dibandingkan dengan teman-teman sebayanya yang memiliki berat badan normal, sehingga hal tersebut menyebabkan mereka mengembangkan body image yang negatif (Schwartz & Brownell, 2004).
Shroff & Thompson (2006) juga mengungkapkan bahwa remaja putri yang mengalami obesitas lebih tidak puas dengan tubuhnya yang mengarah pada terbentuknya body image negatif dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki berat badan normal. Bagi para remaja putri, pembicaraan mengenai penampilan dan berat badan sangatlah sensitif. Tekanan yang diterima dari teman-teman sebaya untuk memiliki tubuh yang kurus sangat terkait dengan internalisasi yang kuat terhadap ketidakpuasan pada tubuh yang dimiliki. Tekanan-tekanan yang berasal dari teman-teman sebaya, mempengaruhi para remaja dalam berperilaku untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman sebayanya. Pada masa remaja awal, para remaja putri cenderung memiliki self-esteem yang rendah (Guindon, 2010). Terlebih lagi para remaja putri yang obesitas mengakibatkan stigma negatif, yang membawa konsekuensi psikologis maupun sosial, dimana menimbulkan kecemasan sosial, depresi, body image yang negatif, dan rendahnya kepuasan hidup karena mereka lebih sering ditolak dan dikucilkan oleh teman-temannya. Remaja putri yang mengalami obesitas lebih banyak mengalami diskriminasi dibandingkan dengan remaja putra terkait dengan interaksi sosial dengan teman sebayanya yang mengakibatkan mereka tidak puas dengan keadaan tubuhnya sehingga membentuk body image yang negatif (Pearce, dkk., 2002).

1.2  Identifikasi masalah
·         Apakah ada hubungan self esteem dengan body image pada remaja yang mengalami obesitas.
·         Seberapah besar pengaruh atau sumbangan yang diberikan self esteem terhadap body image pada remaja yang mengalami obesitas.
1.3 Perumusan Masalah
            Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan diatas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
·         Apakah ada hubungan self esteem dengan body image pada remaja yang mengalami obesitas?
·         Seberapah besar pengaruh atau sumbangan yang diberikan self esteem terhadap  body image remaja yang mengalami obesitas?
1.4 Tujuan Penelitian
            Dalam penelitian ini tujuan yang akan dicapai adalah:
1. untuk mengetahui hubungan self esteem dengan body image pada remaja yang mengalami obesitas
2. untuk mengetahui pengaruh atau sumbangan yang diberikan self esteem terhadap body image remaja yang mengalami obesitas
1.5 Manfaat Penelitian
1. manfaat teorits : penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan kajian teori dalam bidang psikologi perkembangan mengenai body image.
2. manfaat praktis: penelitian ini dapat memberikan pengaruh pada remaja  untuk meningkatkan body image yang positif terhadap dirinya,  diharapkan remaja lebih memahami dan menerima keadaan diri (body image).
1.6 Sistematika Penelitian
            Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB  I                        : Pendahuluan
BAB I berisi tentang penjelasan latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II                        : Landasan Teori
Bab II berisi tentang teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang terdapat dalam penelitian ini adalah teori tentang self esteem, body image, obesitas dan remaja. Bab ini juga mengemukakan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara self esteem dengan body image remaja yang mengalami obesitas.
BAB III          : Metode Penelitian
Bab ini berisi uraian yang menjelaskan tentang identifikasi variabel   penelitian, definisi operasional,populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur,prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data untuk melakukan pengujian hipotesis yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian.
BAB IV          : Analisa dan Interprestasi data
Bab IV berisi uraian gambaran subyek penelitian,hasil penelitian dan deskripsi dari penelitian.
BAB V            : Kesimpulam, Diskusi, dan Saran
Bab V berisi uraian mengenail kesimpulan hasil penelitian, serta saran metodologis dan praktis.


                       


BAB 11
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Self Esteem
            Istilah self esteem sering digunakan para ahli untuk menandakan bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu tentang penghargaan terhadap dirinya, percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan atau tidak, adanya pengakuan (penerimaan) atau tidak. Definisi self esteem menurut Coopersmith (1967: 4-5) : Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. Secara singkat self esteem adalah “personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang di ekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya.

2.2 Jenis-Jenis Self-Estetem.
KidsHealts memaparkan mengenai dua jenis self-esteem yaitu Unhealty Self-Esteem dan Healthy Self-Esteem. Self-esteem yang rendah atau tidak sehat pada anak ditandai dengan tidak adanya keinginan melakukan sesuatu hal yang baru, anak selalu berkata negatif atas kemampuan yang dimilikinya misalnya “Saya bodoh !”, “Saya tidak pernah belajar dengan baik”.  Ciri yang lainnya adalah anak tidak memiliki toleransi, frustasi, dan pesimis. Sedangkan pada anak yang memiliki self-esteem yang sehat ditandai dengan senang memelihara.
hubungan dengan yang lain, aktif dalam kelompoknya, menyenangkan dalam berhubungan sosial, mampu menemukan solusi ketika peluang menipis, memahami kekuatan dan kelemahannya serta memiliki sikap optimis.  Siswa yang memiliki self-esteem tinggi atau self-esteem yang sehat pada umumnya memiliki kepercayaan diri dan keyakinan yang tinggi pula untuk dapat melakukan tugas gerak yang diinstruksikan guru. Mereka biasanya bersungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas jasmani dan selalu berupaya memperbaiki kekurangan dan terus berlatih meningkatkan kemampuannya. Ciri ini akan sangat berbeda dengan siswa yang rendah self-esteemnya atau yang tidak memiliki self-esteem. Umumnya mereka enggan atau bermalas-malasan melakukan tugas gerak karena merasa khawatir atau tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya, tidak bekerja keras memperbaiki kekurangannya dan merasa cukup dengan apa yang sudah dilakukannya.   


2.3 Ciri- ciri Karakteristik Harga Diri Self-Esteem
Harga diri seseorang tergantung bagaimana dia menilai tentang dirinya
yang dimana hal ini akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Penilaian individu ini diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat tinggi dan negatif.
a.  Karakteristik harga diri tinggi
Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan didalam dunia ini. Karakteristik anak yang memiliki harga diri yang tinggi menurut
Clemes dan Bean (2001 : 334), antara lain :
1) Bangga dengan hasil kerjanya
2) Bertindak mandiri
3) Mudah menerima tanggung jawab
4) Mengatasi prestasi dengan baik
5) Menanggapi tantangan baru dengan antusiasme
6) Merasa sanggup mempengaruhi orang lain
7) Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang luas

b. Karakteristik harga diri rendah
Remaja yang memiliki harga diri rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Karakteristik anak dengan harga diri yang rendah diantaranya :
1) Menghindari situasi yang dapat mencetuskan kecemasan
2) Merendahkan bakat dirinya
3) Merasa tak ada seorangpun yang menghargainya
4) Menyalahkan orang lain atas kelemahannya sendiri
5) Mudah dipengaruhi oleh orang lain
6) Bersikap defensif dan mudah frustrasi
7) Merasa tidak berdaya
8) Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang sempit





2.4  Pengertian Body Image
            Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai pengertian yaitu persepsi dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri. Selain itu, Papalia, Olds, dan Fieldman (2001) juga menyebutkan bahwa body image merupakan gambaran dan evaluasi mengenai penampilan dirinya sendiri.
            Tokoh lainnya, Rudd dan Lennon (2000) mendefinisikan body image sebagai gambaran mental yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi dua komponen. Kedua komponen body image tersebut  adalah komponen perseptual (yang meliputi ukuran, bentuk, berat, karakteristik, gerakan, dan performansi tubuh) serta komponen sikap (yang meliputi apa yang kita rasakan tentang tubuh kita dan bagaimana perasaan ini mengarahkan pada tingkah laku). Secara umum, bisa disimpulkan bahwa body image merupakan pandangan seseorang mengenai tubuhnya sendiri, dimana seseorang akan melakukan evaluasi dan juga menilai apa yang dirasakan berkaitan dengan bentuk tubuhnya.

2.5 Dimensi Body Image
Penelitian-penelitian yang terdahulu mengenai body image pada umumnya menggunakan Multidemensional Body Self Relation Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) yang dikemukakan oleh Cash (2002) Cash (2002) mengemukakan ada lima dimensi dalam pengukuran body image,yaitu :
1) Appearance evaluation (evaluasi penampilan)
Evaluasi penampilan yaitu mengukur penampilan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan atau belum memuaskan
2) Appearance orientation (orientasi penampilan)
Orientasi penampilan yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan  usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan diri.
3) Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh)
Kepuasaan terhadap bagian tubuh, yaitu mengukur kepuasaan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, wajah, tubuh bagian atas(dada, bahu lengan), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian bawah (pinggul, paha, pantat,kaki), serta bagian tubuh secara keseluruhan.
4) Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk)
Kecemasan menjadi gemuk yaitu mengukur kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan untuk melakukan diet, dan membatasi pola makan
5) Self-classified weight (Pengkategorian ukuran tubuh)
Pengkategorian ukuran tubuh, yaitu mengukur bagaimana individu menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai gemuk. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dimensi bodyimage sebagai berikut : Appearance evaluation, Appearance orientation, Body area satisfaction, Overweight preoccupation, Self-classified weight.

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Body Image
Body image terbentuk dari sejak individu lahir sampai selama individu hidup. Banyak hal yang dapat mempengaruhi body image seseorang,termasuk pandangan atau  penilaian orang lain terhadap penampilan diri sendiri. Beberapa ahli menyatakan ada berbagi faktor yang dapat mempengaruhi body
image seseorang adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan body image menurut Cash dan Pruzinsky adalah sebagai berikut :

1) Jenis kelamin
Menurut Cash dan Pruzinsky (2002 : 76 ) jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi dalam perkembangan body image seseorang. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Pada umumnya wanita, lebih kurang puas dengan tubuhnya dan memiliki body image yang negatif. Menurut Longe (2008: 118) wanita biasanya lebih kritis terhadap tubuh mereka baik secara keseluruhan maupun pada bagian tertentu tubuh mereka daripada laki-laki. Persepsi body image yang buruk sering berhubungan dengan perasaan kelebihan berat badan terutama pada wanita. Seorang laki-laki ,lebih memperhatikan masa otot ketika mempertimbangkan body image mereka. Umumnya body image yang buruk dapat menyebakan diet konstan dan diet yang bersifat sementara, obesity, dan gangguan makan serta dapat menyebabkan rendahnya harga diri, depresi, kecemasan dan keseluruhan tekanan emosional.
Seorang laki-laki juga ingin menghindari bentuk tubuh gemuk, lembek, namun dikalangan lelaki yang tidak puas dengan berat dan bentuk berusaha untuk menambah berat badan untuk mengembangkan lengan atas, dada dan bahu. Menurut Jourard dan Secord (1955: 194) laki-laki mempunyai kepuasan dengan tubuh mereka jika mereka bertubuh besar dan seorang wanita lebih puas dengan tubuh
mereka bila tubuh mereka kurang baginya dari ukuran normal. Para pria memiliki tubuh lebih berat dan lebih besar sementara wanita ingin lebih ringan dan lebih kecil.


2) Media massa
Tiggeman (Cash dan Pruzinsky,2002 : 91) mengatakan bahwa media massa yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figure perempuan dan lakilaki yang dapat  mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Tiggeman (Cash dan Pruzinsky,2002: 100) menyatakan bahwa media massa menjadi pengaruh kuat dalam budaya social. Anak-anak dan remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi dan kebanyakan orang dewasa membaca surat kabar harian dan majalah. Survey media massa menunjukkan bahwa 83 % majalah fashion khususnya dibaca oleh mayoritas permpuan maupun anak perempuan. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen dalam berbagai cara.

3) Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rossen dan koleganya (Cash dan Pruzinsky,2002 :108) menyatakan feedback terhadap penampilan dan kompetensi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh.

2.7 Obesitas
Obesitas atau yang biasa kita kenal sebagai kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja. Pada remaja putri, kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat, karena keinginan untuk tampil sempurna yang seringkali diartikan dengan memiliki tubuh ramping/langsing dan proporsional, merupakan idaman bagi mereka. Hal ini
semakin diperparah dengan berbagai iklan di televisi, surat kabar dan media massa lain yang selalu menonjolkan figur-figur wanita yang langsing dan iklan berbagai macam ramuan obat-obatan, makanan dan minuman untuk  rnerampingkan tubuh. Akibatnya jutaan rupiah uang dibelanjakan untuk diet ketat, obat-obatan, dan perawatan-perawatan guna menurunkan berat badan. Tidak berbeda dengan rernaja putri, remaja pria pun takut menjadi gemuk. Bagi mereka, pria yang memiliki bobot berlebih dianggap akan mengalami permasalahan yang cukup berat untuk menarik perhatian lawan jenis. Banyak remaja pria yang berharap dapat membuat tubuhnya ideal (menjadi sedikit berotot/kekar) dan keinginan mereka untuk itu pada sebagian remaja disalurkan melalui kegiatan olahraga. Namun sayangnya bagi mereka yang kegemukan kegiatan olahraga akan terasa sebagai siksaan. Hal inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh para penjual produk-produk obat-obatan atau makanan penurun berat badan dan alat olahraga ringan untuk memperlaris dagangannya. Dengan melihat fenomena yang terjadi sekarang mi, tidaklah berlebihan  jika dikatakan bahwa obesitas merupakan salah masalah rumit yang seringkali dihadapi remaja dan juga termasuk orang dewasa. Hal ini tercermin dalam banyak dana yang dikeluarkan untuk melakukan diet, membeli obat-obatan pelangsing dan peralatan olahraga yang bertujuan untuk menurunkan berat badan. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan adipose (adipocytes: jaringan lemak khusus yang  disimpan tubuh) secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di tubuhnya. Dihadapkan pada obesitas, tidak jarang seorang remaja bereaksi secara berlebihan. Tidak jarang pula mereka menjadi frustrasi karena meskipun sudah melakukan diet ketat dan mengkonsumsi ramuan atau obat-obatan penurun berat  badan, ternyata bobot tubuh tidak kunjung susut, bahkan dapat dikatakan sebagai pemicu terjadinya Anoreksia Nervosa dan Bulimia Nervosa. Apa sebenarnya yang terjadi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melihat faktor-faktor yang menjadi penyebab obesitas. Menurut para ahli, didasarkan pada hasil penelitian,obesitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah faktor genetik, disfungsi salah satu bagian otak, pola makan yang berlebih, kurang gerak/olahraga, emosi, faktor lingkungan, faktor sosial, faktor kompensasi, dan faktor gaya hidup.

2.8 Hubungan anatara Self esteem dengan body image pada penderita obesitas
Pada penelitian yang telah dilakukan, penulis menunjukkan bahwa antara kedua variabel memiliki hubungan yang tergolong besar, hal tersebut dapat dilihat dari koefisien korelasi berdasarkan hasil dari teknik analisis. korelasi spearman’s rho sebesar 0,855 Cohen (dalam Pallant, 2011) mengungkapkan bahwa ketika koefisien berada pada rentang 0,50 sampai dengan 1,00 maka korelasi berada pada kategori yang besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa self-esteem memiliki dampak yang cukup besar terhadap perkembangan body image pada remaja awal yang mengalami obesitas.
Berbeda dengan penelitian-penelitian yang mendukung hasil pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, terdapay penelitian yang dilakukan oleh Ermanza (2008) mengenai hubungan antara self-esteem dan body image pada remaja putri yang mengalami obesitas dari sosial ekonomi menengah atas. Subjek pada penelitian yang dilakukan oleh Ermanza adalah remaja putrid dengan rentang usia pada masa remaja, yaitu 15 hingga 20 tahun, serta mengklasifikasikan subjek yang memiliki status sosial ekonomi menengah atas. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara self-esteem dengan body image pada remaja putriyang mengalami obesitas dari sosial ekonomi menengah atas.
Perbedaan hasil penelitian dapat disebabkan oleh faktor usia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ermanza (2008), subjek penelitian adalah remaja putrid dengan rentang usia pada masa remaja, yaitu 15-20 tahun sedangkan penulis memilih subjek penelitian remaja putrid awal yang berusia 12-15 tahun karena pada masa remaja awal merupakan periode penting terhadap perkembangan citra tubuh (body image) bagi para remaja putrid (Cash & Pruzinsky, 2002). Pada remaja awal yang ditandai dengan terjadinya pubertas, para remaja memiliki perhatian lebih pada tubuhnya dan membangun citra tubuh (body image) mereka sendiri, dibandingkan dengan masa akhir remaja (Hamburg, 1974 & Wright, 1989 dalam Santrock, 2003) pada masa remaja awal terjadinya berbagaiperubahan terutama perubahan fisik membuat para remaja putrid menunjukkan perhatian yang sangat besar pada bentuk tubuhnya terdapat penelitian pada remaja dengan rentang usia 12 hingga 15 tahunyang dilakukan oleh French, dkk., (dalam Guindon,2010) mengungkapkan bahwa rendahnya self-ssteem pada remaja terkait dengan penampilan fisik. Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa tekanan yang diterima dari teman sebaya untuk memiliki tubuh yang kurus sangat terkait dengan internalisasi yang kuat terhadap tubuh kurus yang ideal dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh (Shroff & Thompson, 2006) tekanan-tekanan yang berasal dari teman-teman sebaya, mempengaruhi para remaja dalam berperilaku untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman sebayanya. Hubungan atau interaksi sosialyang terjalin akan menentukan perkembangan self-esteem pada individu (Coopersmith, 1967 dalam Mruk, 2006)
Remaja yang memiliki body image positif menunjukan bahwa mereka merasa puas terhapad bentuk tubuh dan penampilannya, mereka tidak peduli dengan figure wanita ideal yang ada di masyarakat, namun mereka menerima segala perubahan pada bentuk tubuhnya, berbeda dengan remaja yang memiliki body image negative, yang merasa bentuk tubuh dan penampilannya tidak sesuai dengan apa yang ada di media maupun apa yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, body image yang negative akan berdampak pada rendahnya self-esteem yang dimiliki, stress secara emosional, kebiasaan perilaku diet yang tidak sehat, kecemasan, depresi, gangguan makan, kesehatan seksual yang terancam, social withdrawal dan terhenti melakukan kegiatan olahraga.
2.9 Hipotesis Penelitian
            Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hubungan antara kedua variabel tersebut menghasilkan koefisien korelasi yang positif, yang berarti bahwa semakin tinggi self-esteem yang dimiliki oleh remaja awal yang mengalami obesitas, maka semakin positif pula body image mereka.





























BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
            Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kuantitatif. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian explanatory. Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan, penelitian ini menggunakan teknik survei. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat dua variabel, yang terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah self-esteem, sedangkan variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah body image.

3.2 Variabel Penelitian
            Pada penelitian korelasional terdapat variabel yang akan dicari hubungan dari variabel-veriabel tersebut. Menurut Noor (2011), variabel adalah suatu nilai atau sifat pada orang,benda, atau suatu kegiatan yang ditentukan oleh peneliti untuk diukur dan ditarik kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah suatu variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain yang ingin diukur. Sedangkan variabel tergantung adalah suatu variabel yang diteliti atau diukur untuk melihat apakah ada pengaruh atau efek dari variabel lain. Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu “Hubungan  Antara Self Esteem Dengan Body Image Pada remaja Ynag Mengalami Obesitas” maka variabel dalam penelitian ini adalah:
            1. Variabel Bebas                    : Self Esteem
            2. Variabel Tergantung           : Body Image Pada Remaja Ynag Mengalami Obesitas

3.3 Definisi Operasional
            Menurut Noor (2011), definisi operasional merupakan bagian yang berisi  definisi dari variable-variabel yang akan diukur dengan indikator yang telah ditentukan, seperti sifat,perilaku dan aspek.
Definisi opersional dalam skala penelitian ini adalah :
1. self esteem
            self-esteem merupakan evaluasi individu dan kebiasaan memandang dirinya sendiri, yang mengarah pada penerimaan atau penolakan, serta keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki, atau dengan kata lain self-esteem merupakan penilaian personal mengenai perasaan berharga yang diungkapkan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya.

2. Body  Image
            Body image adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuh yang dimiliki yang mencakup perasaan dan sikap-sikap yang muncul atas penampilan tersebut. Subyek yang mendapat skor semakin tinggi dalam skala ini, menunjukkan bahwa subyek memilki body image yang positif . sebaliknya, subyek yang mendapat skor semakin rendah dalam skla ini, menunjukkan bahwa subyek memilki body imageyang negatif.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda