Sabtu, 08 Juli 2017

TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN KONSELING



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Manusia adalah mahluk filosofis, artinya manusia mempunyai pengetahuan dan berpikir, manusia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahkluk lain dalam perkembangannya. Implikasi dari keragaman ini ialah bahwa individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan mengembangkan diri sesuai dengan keunikan atau tiap-tiap potensi tanpa menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman individu, maka diperlukanlah bimbingan untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat di dalam lingkungannya.
Pada dasarnya bimbingan dan konseling merupakan upaya bantuan untuk menunjukkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individu sesuai dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta permasalahannya.
Adapun dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling juga sangat diperlukan karena dengan adanya bimbingan dan konseling, pendidik dapat mengantarkan peserta didik pada pencapaian standar dan kemampuan profesional dan akademis, serta perkembangan diri yang sehat dan produktif.
B.   Rumusan Masalah
a.       Apakah Tujuan dari Bimbingan Konseling ?
b.      Apakah Prinsip-Prinsip dari Bimbingan Konseling ?
C.  Tujuan Masalah
a.       Untuk Mengetahui Tujuan dari Bimbingan Konseling.
b.      Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip dari Bimbingan Konseling.



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Tujuan Bimbingan Konseling
Menurut Prayitno, tujuan bimbingan dan konseling mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut sejalan dengan perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling, dari yang sederhana sampai ke yang lebih komprehensif. Perkembangan itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini:
…untuk membantu individu membuat pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian dan interpretasi-interpretasi dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu. (Hamrin & Clifford, dalam Jones, 1951)
…untuk memperkuat fungsi-fungsi pendidikan. (Bradshow, dalam McDaniel, 1956)
…untuk membantu orang-orang menjadi insan yang berguna tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang berguna saja. (Tiedeman, dalam Bernard & Fullmen, 1969)
Dengan proses bimbingan dan konseling, konseli dapat:
·           Mendapat dukungan selagi konseli memadukan segenap kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
·           Memperoleh wawasan baru yang lebih segar tentang berbagai alternatif, pandangan dan pemahaman-pemahaman, serta keterampilan-keterampilan baru.
·           Menghadapi ketakutan-ketakutan sendiri, mencapai kemampuan untuk mengambil keputusan dan keberanian untuk melaksanakannya, kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin ada dalam proses pencapaian tujuan-tujuan yang dikehendaki.
Setiap rumusan tujuan tersebut mengandung hal-hal pokok sebagai berikut:

1.    Agar individu dapat :
·      Membuat pilihan-pilihan.
·      Membuat penyesuaian-penyesuaian.
·      Membuat interpretasi-interpretasi.
2.    Memperkuat fungsi-fungsi pendidikan.
3.    Rekontruksi budaya sekolah.
4.    Membantu orang agar menjadi insan yang berguna.
5.    Bimbingan konseling bertujuan:
·      Memberikan dukungan.
·      Memberikan wawasan, pandangan, pemahaman, keterampilan dan alternatif baru.
·      Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
6.    Bimbingan konseling bertujuan agar klien:
·      Mengikuti kemauan-kemauan/saran-saran konselor.
·      Mengadakan perubahan tingkah laku secara positif.
·      Melakukan pemecahan masalah.
·      Melakukan pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran, dan pengembangan pribadi.
·      Mengembangkan penerimaan diri.
·      Memberikan pengukuhan.
7.    Membantu individu untuk memperkembangkan dirinya, dalam arti mengadakan perubahan-perubahan positif pada diri individu tersebut.
Adapun tujuan umum dari bimbingan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.
Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahan itu. Masalah-masalah individu yang bermacam ragam jenis, intensitas, dan sangkut-pautnya, serta masing-masing bersifat unik. Oleh karena itu, tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk masing-masing individu bersifat unik pula. Tujuan bimbingan dan konseling untuk seorang individu berbeda dari (dan tidak boleh disamakan dengan) tujuan bimbingan konseling untuk individu lain.[1]
Adapun tujuan pemberian bimbingan dan konseling menurut Amir Budiamin ialah agar individu dapat:
1.        Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupannya pada masa yang akan datang.
2.        Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.
3.        Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya.
4.        Mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja.[2]
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus mendapatkan kesempatan untuk
1.        Mengenal  dan memahami potensi, kekuatan, serta tugas-tugasnya.
2.        Mengenal dan memahami  potensi-potensi yang ada di lingkungannya.
3.        Mengenal dan menentukan tujuan, rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut.
4.        Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
5.        Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
6.        Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungan.
7.        Mengembangkan segala potensi  dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat, teratur, dan optimal.[3]
Kemudian secara lebih mendalam, Syamsu Yusuf menyatakan bahwa bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
a.         Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
·           Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
·           Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
·           Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
·           Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.
·           Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
·           Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.
·           Memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
·           Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
·           Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
·           Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

b.        Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek belajar (akademik) adalah sebagai berikut:
·           Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
·           Memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
·           Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif seperti keterampilan membaca buku menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
·           Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
·           Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

c.         Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
·           Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
·           Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
·           Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
·           Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
·           Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosio-psikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
·           Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
·           Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
·           Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.[4]

B.       Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling
Prinsip berasal dari kata “prinsipra” yang artinya permulaan dengan cara tertentu yang melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya bergantung pada pemula itu. Prinsip ini merupakan hasil perpaduan antara kajian teoretis dan teori lapangan yang terarah dan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan.[5]
Prinsip bimbingan dan konseling menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dalam hal ini, maka yang dimaksud dengan prinsip-prinsip adalah hal-hal yang menjadi pegangan dalam proses bimbingan  dan konseling. Seperti halnya dalam memberikan defenisi mengenai bimbingan konseling, di dalam mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pun masing-masing ahli mempunyai sudut pandang sendiri-sendiri terhadap titik berat permasalahannya.
Adapun beberapa pendapat dari para ahli mengenai prinsip bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
Haditono mengemukakan prinsip bimbingan sebagai berikut:
1.      Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk anak-anak, orang dewasa dan orang-orang yang sudah tua.
2.      Tiap aspek dari kepribadian seseorang menentukan tingkah laku orang itu. Dengan demikian, bimbingan bertujuan untuk memajukan individu dan individu itu juga harus pula berusaha memajukan kehidupannya.
3.      Usaha-usaha bimbingan pada prinsipnya harus menyeluruh ke semua orang karena semua orang mempunyai berbagai masalah yang butuh pertolongan.
4.      Semua guru di sekolah seharusnya menjadi pembimbing karena semua murid juga membutuhkan bimbingan.
5.      Sebaiknya semua usaha pendidikan adalah bimbingan sehingga alat-alat dan teknik mengajar juga sebaiknya mengandung suatu dasar pandangan bimbingan.
6.      Dalam memberikan suatu bimbingan harus diingat bahwa semua orang, meskipun sama dalam kebanyakan sifat-sifatnya, namun tetap mempunyai perbedaan-perbedaan individual dan perbedaan tersebut yang harus diperhatikan.
7.      Supaya bimbingan dapat berhasil dengan baik, dibutuhkan pengertian yang mendalam mengenai orang yang dibimbing. Oleh karena itu, perlu diadakan program evaluasi (penilaian) dan penelitian individual.
8.      Keduanya memerlukan sekumpulan catatan mengenai kemajuan dan keadaan anak yang dibimbing tadi. Dengan berbagai macam tes yang sudah distandarisasi atau alat-alat evaluasi lain, dapat diperoleh data. Misalnya, mengenai kemampuan orang tadi, seperti kecerdasannya, keuletannya, serta termasuk pula data-data mengenai prestasi, perhatian dan sifat-sifat pribadinya. Data-data ini dikumpulkan dan harus dicatat secara teliti.
9.      Haruslah diingat bahwa pergolakan-pergolakan sosial, ekonomi dan politik dapat menyebabkan timbulnya tingkah laku yang sukar atau penyesuaian yang salah. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan kerja sama yang baik antara pembimbing dengan badan-badan atau yayasan-yayasan yang ada di masyarakat yang mempunyai hubungan dengan usaha bimbingan tadi.
10.  Bagi anak-anak, haruslah kita ingat bahwa sikap orang tua dan suasana rumah sangat mempengaruhi tingkah laku mereka. Sehubungan dengan itu, kadang-kadang untuk beberapa kesukaran sangat dibutuhkan pengertian, kesediaan, dan kerja sama yang baik dengan para orang tua. Tanpa bantuan dan pengertian dari orang tua, hampir tidak dapat dicari jalan keluarnya.
11.  Fungsi dari bimbingan ialah menolong orang supaya berani dan dapat memikul tanggung jawab sendiri dalam mengatasi kesukaran yang dialaminya, yang hasilnya dapat berupa kemajuan dari keseluruhan pribadi orang yang bersangkutan.
12.  Usaha bimbingan harus bersifat lincah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, serta kebutuhan individual.
13.  Prinsip bahwa berhasil atau tidaknya suatu bimbingan sebagian besar tergantung pada orang yang minta tolong itu sendiri, pada kesediaan, kesanggupan, dan proses-proses yang terjadi dalam diri orang itu sendiri.[6]
Kemudian, ada beberapa prinsip bimbingan dan konseling menurut Anas Salahudin, di antaranya sebagai berikut:
1.        Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu dirinya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2.        Bimbingan bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing.
3.        Bimbingan diarahkan kepada individu dan tiap individu memiliki karakteristik tersendiri.
4.        Masalah yang dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga hendaknya diserahkan kepada ahli atau lembaga yang berwenang menyelesaikannya.
5.        Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan dibimbing.
6.        Bimbingan harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
7.        Program bimbingan di lingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai dengan program pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.
8.        Hendaknya pelaksanaan program bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan, dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di dalam ataupun di luar lembaga penyelenggara pendidikan.
9.        Program bimbingan dievaluasi untuk mengetahui hasil pelaksanaan program.[7]
Adapun prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Bimo Walgito yaitu sebagai berikut:
1.    Dasar bimbingan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan di sekolah pada khususnya. Dasar dari pendidikan tidak dapat terlepas dari dasar negara tempat pendidikan itu dilaksanakan. Dasar pendidikan nasional di Indonesia dapat dilihat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 II Pasal 2 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa dasar dari bimbingan dan konseling di sekolah ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, karena bimbingan dan konseling tergantung atau terikat dengan tempat bimbingan dan konseling itu dilaksanakan maka tidaklah mengherankan bila dasar dari bimbingan dan konseling di Indonesia mampunyai perbedaan dengan dasar dari bimbingan dan konseling di negara lain.
2.    Tujuan bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 Bab II Pasal 4 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seluruhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, kebangsaan”. Dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dengan demikian, tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional dan membantu individu untuk mencapai kekejahteraan.
3.    Fungsi bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan dan pengajaran ialah membantu pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, segala langkah bimbingan dan konseling harus sejalan dengan langkah-langkah yang diambil, serta harus sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan adanya bimbingan dan konseling itu, pendidikan akan berlangsung lebih lancar karena mendapatkan dukungan dari bimbingan dan konseling.
4.    Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupun orang dewasa. Jadi bimbingan dan konseling tidak terbatas pada umur tertentu. 
5.    Bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam sifat, yaitu secara:
a.    Preventif, yaitu bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan-kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
b.    Korektif, yaitu memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau individu.
c.    Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sanpai menjadi keadaan-keadaan yang tidak baik.
6.    Bimbingan dan konseling merupakan proses yang kontinu. Bimbingan dan konseling harus diberikan secara kontinu dan diberikan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam hal tersebut. Dengan demikian, tidak semua orang boleh memberikan bimbingan dan konseling.
7.    Sehubungan dengan hal itu, para guru perlu mempunyai pengetahuan mengenai bimbingan dan konseling karena mereka selalu berhadapan langsung dengan murid yang mungkin perlu mendapatkan bimbingan. Kalau keadaan memungkinkan, ada baiknya persoalan yang dihadapi murid diselesaikan oleh guru sendiri, tetapi kalau tidak mungkin maka dapat diserahkan kepada pembimbing.
8.    Individu yang dihadapi tidak hanya mempunyai kesamaan-kesamaan, tetapi juga mempunyai perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan dan konseling.
9.    Tiap-tiap aspek dari individu merupakan faktor penting yang menentukan sikap ataupun tingkah laku. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling harus benar-benar memerhatikan segala aspek individu yang dihadapi. Sehubungan dengan itu, bimbingan dan konseling haruslah didasarkan atas penelitian atau pengumpulan keterangan yang lengkap agar dapat bertindak secara tepat. Dengan demikian, diperlukan adanya daftar pribadi, hasil observasi, hasil angket, tes, dan sebagainya.
10.    Anak atau individu yang dihadapi adalah individu yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidak boleh memandang individu terlepas dari masyarakatnya, tetapi harus melihat individu beserta latar belakang sosial, budaya dan sebagainya.
11.    Anak atau individu yang dihadapi merupakan makhluk yang hidup. Yang berkembang dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, harus diperhatikan segi dinamikanya. Segi dinamika inilah yang memungkinkan pemberian bimbingan dan konseling.
12.    Dalam memberikan bimbingan dan konseling, haruslah selalu diadakan evaluasi. Dengan evaluasi, akan dapat diketahui tepat-tidaknya bimbingan dan konseling yang telah diberikan.
13.    Pembimbing harus selalu mengikuti perkembangan situasi masyarakat dalam arti yang luas, yaitu perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
14.    Dalam memberikan bimbingan dan konseling, pembimbing harus selalu ingat untuk menuju kepada kesanggupan individu agar dapat membimbing diri sendiri.
15.    Karena pembimbing berhubungan secara langsung dengan masalah-masalah pribadi seseorang, maka pembimbing harus dapat memegang teguh kode etik bimbingan dan konseling.[8]
Adapun rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.
1.        Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan.
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara perorangan ataupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan kehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a.         Melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial.
b.        Memerhatikan tahapan perkembangan.
c.         Memerhatikan perbedaan individu dalam layanan.
2.        Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan masalah klien.
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan kehidupan individu tidaklah selalu positif, namun faktor-faktor negatif pasti ada dan sangat berpengaruh dan dapat menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang berupa masalah. Pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas yang berkenaan dengan:
a.         Menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar.
b.        Timbulnya masalah pada individu karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3.        Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan bimbingan dan konseling.
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan secara insidental maupun terprogram. Pelayanan insidental diberikan oleh konseli yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor. Kemudian konselor langsung memberikan bantuan kepada konseli sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli.
Konselor dituntut untuk dapat menyusun program pelayanan bimbingan dan konseling. Program ini berorientasi pada seluruh warga lembaga dimana tempat konselor bertugas (misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin akan muncul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentang dan unit waktu yang tersedia (misalnya semester dan bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antarpersonal dan lembaga, dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di lembaga yang bersangkutan. Prinsip-prinsip program layanan bimbingan dan konseling itu adalah:
a.         Program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa maupun lingkungan.
b.        Program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu.
c.         Program pelayanan bimbingan dan konseling perlu memberikan penilaian hasil layanan.
4.        Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang terprogram atau insidental) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu oleh seorang konselor profesional. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling, konselor perlu mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dari dalam lembaga maupun dari luar lembaga agar tercapainya perkembangan peserta didik secara optimal. Adapun prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan adalah:
a.         Diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri.
b.        Pengambilan keputusan yang diambil oleh individu hendaknya atas kemauan diri sendiri.
c.         Permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli/ profesional yang relevan dengan permasalahan individu.
d.        Perlu adanya kerja sama dengan personal sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berwewenang dalam permasalahan individu.
e.         Proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.[9]











BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Tujuan umum dari bimbingan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahan itu. Dengan kata lain secara khusus, bimbingan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
Adapun prinsip-prinsip dari bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1.    Dasar bimbingan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan di sekolah pada khususnya.
2.    Tujuan bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional.
3.    Fungsi bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan dan pengajaran ialah membantu pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, segala langkah bimbingan dan konseling harus sejalan dengan langkah-langkah yang diambil, serta harus sesuai dengan tujuan pendidikan.
4.    Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupun orang dewasa.
5.    Bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam sifat, yaitu secara:
a.    Preventif, yaitu bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan-kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
b.    Korektif, yaitu memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau individu.
c.    Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sanpai menjadi keadaan-keadaan yang tidak baik.
6.    Bimbingan dan konseling merupakan proses yang kontinu. Bimbingan dan konseling harus diberikan secara kontinu dan diberikan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam hal tersebut.
7.    Para guru perlu mempunyai pengetahuan mengenai bimbingan dan konseling karena mereka selalu berhadapan langsung dengan murid yang mungkin perlu mendapatkan bimbingan.
8.    Individu yang dihadapi tidak hanya mempunyai kesamaan-kesamaan, tetapi juga mempunyai perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan dan konseling.
9.    Tiap-tiap aspek dari individu merupakan faktor penting yang menentukan sikap ataupun tingkah laku. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling harus benar-benar memerhatikan segala aspek individu yang dihadapi.
10.  Anak atau individu yang dihadapi adalah individu yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidak boleh memandang individu terlepas dari masyarakatnya.
11.  Anak atau individu yang dihadapi merupakan makhluk yang hidup. Yang berkembang dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, harus diperhatikan segi dinamikanya.
12.  Dalam memberikan bimbingan dan konseling, haruslah selalu diadakan evaluasi. Dengan evaluasi, akan dapat diketahui tepat-tidaknya bimbingan dan konseling yang telah diberikan.
13.  Pembimbing harus selalu mengikuti perkembangan situasi masyarakat dalam arti yang luas, yaitu perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
14.  Pembimbing harus selalu ingat untuk menuju kepada kesanggupan individu agar dapat membimbing diri sendiri.
15.  Pembimbing harus dapat memegang teguh kode etik bimbingan dan konseling.
B.       Saran
Demikianlah makalah yang dapat penulis paparkan. Sebagai manusia, penulis pun tak luput dari kesalahan dan tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan. Maka saya sebagai penulis, menerima segala kritik dan saran bersifat membangun guna perbaikan pada masa mendatang. Dan semoga apa yang telah penulis paparkan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi para pembaca. Amin.



[1] Prayitno, Dkk, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT Renika Cipta, 2004), hal. 112-114
[2] Amir Budiamin, Dkk, Bimbingan Konseling (Jakarta Pusat: Direktorat Jendral Pendidikan  Islam Departemen Agama RI, 2009), hal. 9-10
[3] Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan & Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hal 8
[4] Syamsu Yusuf L.N, Dkk, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal.13-16

[5] Anas Salahudin, Bimbingan & Konseling (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal: 42-47

[6] Bimo Walgito, Bimbingan + Konseling [ Studi & karier] (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2010), hal: 30-34
[7] Anas Salahudin, Bimbingan & Konseling (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal: 42-47
[8] Bimo Walgito, Bimbingan + Konseling [ Studi & karier]…, hal: 34-36
[9]Hallen A, Bimbingan & Konseling (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hal: 59-61

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda