TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
adalah mahluk filosofis, artinya manusia mempunyai pengetahuan dan berpikir, manusia
juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahkluk lain dalam perkembangannya.
Implikasi dari keragaman ini ialah bahwa individu
memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan mengembangkan diri sesuai
dengan keunikan atau tiap-tiap potensi tanpa menimbulkan konflik dengan
lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman individu, maka diperlukanlah
bimbingan untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat di dalam
lingkungannya.
Pada dasarnya bimbingan dan konseling
merupakan upaya bantuan untuk menunjukkan perkembangan manusia secara optimal
baik secara kelompok maupun individu sesuai dengan hakekat kemanusiannya dengan
berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta permasalahannya.
Adapun dalam dunia pendidikan, bimbingan dan
konseling juga sangat diperlukan karena dengan adanya bimbingan dan konseling,
pendidik dapat mengantarkan peserta didik pada pencapaian standar dan kemampuan
profesional dan akademis, serta perkembangan diri yang sehat dan produktif.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apakah Tujuan
dari Bimbingan Konseling ?
b.
Apakah Prinsip-Prinsip
dari Bimbingan Konseling ?
C.
Tujuan Masalah
a.
Untuk
Mengetahui Tujuan dari Bimbingan Konseling.
b.
Untuk
Mengetahui Prinsip-Prinsip dari Bimbingan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan
Bimbingan Konseling
Menurut Prayitno, tujuan bimbingan dan konseling mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut sejalan dengan perkembangan konsepsi
bimbingan dan konseling, dari yang sederhana sampai ke yang lebih komprehensif.
Perkembangan itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini:
…untuk membantu individu membuat pilihan-pilihan,
penyesuaian-penyesuaian dan interpretasi-interpretasi dalam hubungannya dengan
situasi-situasi tertentu. (Hamrin & Clifford, dalam Jones, 1951)
…untuk memperkuat fungsi-fungsi pendidikan. (Bradshow, dalam
McDaniel, 1956)
…untuk membantu orang-orang menjadi insan yang berguna tidak hanya
sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang berguna saja. (Tiedeman, dalam Bernard
& Fullmen, 1969)
Dengan proses bimbingan dan konseling, konseli dapat:
·
Mendapat
dukungan selagi konseli memadukan segenap kekuatan dan kemampuan untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi.
·
Memperoleh
wawasan baru yang lebih segar tentang berbagai alternatif, pandangan dan
pemahaman-pemahaman, serta keterampilan-keterampilan baru.
·
Menghadapi
ketakutan-ketakutan sendiri, mencapai kemampuan untuk mengambil keputusan dan
keberanian untuk melaksanakannya, kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin
ada dalam proses pencapaian tujuan-tujuan yang dikehendaki.
Setiap rumusan tujuan tersebut mengandung hal-hal pokok sebagai
berikut:
1.
Agar individu
dapat :
· Membuat pilihan-pilihan.
· Membuat penyesuaian-penyesuaian.
· Membuat interpretasi-interpretasi.
2.
Memperkuat
fungsi-fungsi pendidikan.
3.
Rekontruksi
budaya sekolah.
4.
Membantu orang
agar menjadi insan yang berguna.
5.
Bimbingan
konseling bertujuan:
· Memberikan dukungan.
· Memberikan wawasan, pandangan, pemahaman, keterampilan dan
alternatif baru.
· Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
6.
Bimbingan
konseling bertujuan agar klien:
· Mengikuti kemauan-kemauan/saran-saran konselor.
· Mengadakan perubahan tingkah laku secara positif.
· Melakukan pemecahan masalah.
· Melakukan pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran, dan
pengembangan pribadi.
· Mengembangkan penerimaan diri.
· Memberikan pengukuhan.
7.
Membantu
individu untuk memperkembangkan dirinya, dalam arti mengadakan
perubahan-perubahan positif pada diri individu tersebut.
Adapun tujuan umum dari bimbingan konseling adalah untuk membantu
individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan
dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya),
berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan,
status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan
yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan,
interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan
dengan diri sendiri dan lingkungannya.
Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran
tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang
dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas
permasalahan itu. Masalah-masalah individu yang bermacam ragam jenis,
intensitas, dan sangkut-pautnya, serta masing-masing bersifat unik. Oleh karena
itu, tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk masing-masing individu
bersifat unik pula. Tujuan bimbingan dan konseling untuk seorang individu
berbeda dari (dan tidak boleh disamakan dengan) tujuan bimbingan konseling
untuk individu lain.[1]
Adapun tujuan pemberian bimbingan dan konseling menurut Amir
Budiamin ialah agar individu dapat:
1.
Merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupannya pada masa
yang akan datang.
2.
Mengembangkan
seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.
3.
Menyesuaikan
diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan
kerjanya.
4.
Mengatasi
hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja.[2]
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus mendapatkan kesempatan
untuk
1.
Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, serta
tugas-tugasnya.
2.
Mengenal dan
memahami potensi-potensi yang ada di
lingkungannya.
3.
Mengenal dan
menentukan tujuan, rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut.
4.
Memahami dan
mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
5.
Menggunakan
kemampuannya untuk kepentingan dirinya, lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
6.
Menyesuaikan
diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungan.
7.
Mengembangkan
segala potensi dan kekuatan yang
dimilikinya secara tepat, teratur, dan optimal.[3]
Kemudian secara lebih mendalam, Syamsu Yusuf menyatakan bahwa bimbingan
dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai
tujuan-tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar
(akademik), dan karir.
a.
Tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli
adalah:
·
Memiliki
komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan
teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
·
Memiliki sikap
toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara
hak dan kewajibannya masing-masing.
·
Memiliki
pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang
menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu
meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
·
Memiliki
pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang
terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.
·
Memiliki sikap
positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
·
Memiliki
kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.
·
Memiliki rasa
tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau
kewajibannya.
·
Memiliki
kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan
dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan
sesama manusia.
·
Memiliki
kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam
diri sendiri) maupun dengan orang lain.
·
Memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
b.
Tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek belajar (akademik) adalah
sebagai berikut:
·
Memiliki sikap
dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam
belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti
semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
·
Memiliki
motivasi yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
·
Memiliki
keterampilan atau teknik belajar yang efektif seperti keterampilan membaca buku
menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
·
Memiliki
keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti
membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam
memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang
berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
·
Memiliki
kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
c.
Tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
·
Memiliki
pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan.
·
Memiliki
pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan
kompetensi karir.
·
Memiliki sikap
positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan
apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan
norma agama.
·
Memahami
relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan
keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya
masa depan.
·
Memiliki
kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri
pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosio-psikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
·
Memiliki
kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional
untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi.
·
Dapat membentuk
pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli
bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan
dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
·
Mengenal
keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu
karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.[4]
B.
Prinsip-Prinsip
Bimbingan Konseling
Prinsip berasal dari kata “prinsipra” yang artinya permulaan
dengan cara tertentu yang melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya
bergantung pada pemula itu. Prinsip ini merupakan hasil perpaduan antara kajian
teoretis dan teori lapangan yang terarah dan digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan.[5]
Prinsip bimbingan dan konseling menguraikan pokok-pokok dasar
pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang
harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga
dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus
diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dalam hal ini, maka yang dimaksud dengan prinsip-prinsip adalah
hal-hal yang menjadi pegangan dalam proses bimbingan dan konseling. Seperti halnya dalam
memberikan defenisi mengenai bimbingan konseling, di dalam mengemukakan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pun masing-masing ahli mempunyai sudut
pandang sendiri-sendiri terhadap titik berat permasalahannya.
Adapun beberapa pendapat dari para ahli mengenai prinsip bimbingan dan
konseling adalah sebagai berikut:
Haditono mengemukakan prinsip bimbingan sebagai berikut:
1.
Bimbingan dan
konseling dimaksudkan untuk anak-anak, orang dewasa dan orang-orang yang sudah
tua.
2.
Tiap aspek dari
kepribadian seseorang menentukan tingkah laku orang itu. Dengan demikian,
bimbingan bertujuan untuk memajukan individu dan individu itu juga harus pula berusaha
memajukan kehidupannya.
3.
Usaha-usaha
bimbingan pada prinsipnya harus menyeluruh ke semua orang karena semua orang
mempunyai berbagai masalah yang butuh pertolongan.
4.
Semua guru di sekolah
seharusnya menjadi pembimbing karena semua murid juga membutuhkan bimbingan.
5.
Sebaiknya semua
usaha pendidikan adalah bimbingan sehingga alat-alat dan teknik mengajar juga
sebaiknya mengandung suatu dasar pandangan bimbingan.
6.
Dalam
memberikan suatu bimbingan harus diingat bahwa semua orang, meskipun sama dalam
kebanyakan sifat-sifatnya, namun tetap mempunyai perbedaan-perbedaan individual
dan perbedaan tersebut yang harus diperhatikan.
7.
Supaya
bimbingan dapat berhasil dengan baik, dibutuhkan pengertian yang mendalam
mengenai orang yang dibimbing. Oleh karena itu, perlu diadakan program evaluasi
(penilaian) dan penelitian individual.
8.
Keduanya
memerlukan sekumpulan catatan mengenai kemajuan dan keadaan anak yang dibimbing
tadi. Dengan berbagai macam tes yang sudah distandarisasi atau alat-alat
evaluasi lain, dapat diperoleh data. Misalnya, mengenai kemampuan orang tadi,
seperti kecerdasannya, keuletannya, serta termasuk pula data-data mengenai
prestasi, perhatian dan sifat-sifat pribadinya. Data-data ini dikumpulkan dan
harus dicatat secara teliti.
9.
Haruslah
diingat bahwa pergolakan-pergolakan sosial, ekonomi dan politik dapat
menyebabkan timbulnya tingkah laku yang sukar atau penyesuaian yang salah.
Sehubungan dengan itu, dibutuhkan kerja sama yang baik antara pembimbing dengan
badan-badan atau yayasan-yayasan yang ada di masyarakat yang mempunyai hubungan
dengan usaha bimbingan tadi.
10.
Bagi anak-anak,
haruslah kita ingat bahwa sikap orang tua dan suasana rumah sangat mempengaruhi
tingkah laku mereka. Sehubungan dengan itu, kadang-kadang untuk beberapa
kesukaran sangat dibutuhkan pengertian, kesediaan, dan kerja sama yang baik
dengan para orang tua. Tanpa bantuan dan pengertian dari orang tua, hampir
tidak dapat dicari jalan keluarnya.
11.
Fungsi dari
bimbingan ialah menolong orang supaya berani dan dapat memikul tanggung jawab
sendiri dalam mengatasi kesukaran yang dialaminya, yang hasilnya dapat berupa
kemajuan dari keseluruhan pribadi orang yang bersangkutan.
12.
Usaha bimbingan
harus bersifat lincah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, serta
kebutuhan individual.
13.
Prinsip bahwa berhasil
atau tidaknya suatu bimbingan sebagian besar tergantung pada orang yang minta
tolong itu sendiri, pada kesediaan, kesanggupan, dan proses-proses yang terjadi
dalam diri orang itu sendiri.[6]
Kemudian, ada beberapa prinsip bimbingan dan konseling menurut Anas
Salahudin, di antaranya sebagai berikut:
1.
Bimbingan
adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu dirinya
sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2.
Bimbingan
bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing.
3.
Bimbingan
diarahkan kepada individu dan tiap individu memiliki karakteristik tersendiri.
4.
Masalah yang
dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga hendaknya
diserahkan kepada ahli atau lembaga yang berwenang menyelesaikannya.
5.
Bimbingan
dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan
dibimbing.
6.
Bimbingan harus
luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
7.
Program
bimbingan di lingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai dengan program
pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.
8.
Hendaknya
pelaksanaan program bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam
bidang bimbingan, dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan
yang berada di dalam ataupun di luar lembaga penyelenggara pendidikan.
9.
Program
bimbingan dievaluasi untuk mengetahui hasil pelaksanaan program.[7]
Adapun prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Bimo Walgito yaitu sebagai
berikut:
1.
Dasar bimbingan
konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan pada umumnya
dan pendidikan di sekolah pada khususnya. Dasar dari pendidikan tidak dapat
terlepas dari dasar negara tempat pendidikan itu dilaksanakan. Dasar pendidikan
nasional di Indonesia dapat dilihat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
No. 2 Tahun 1989 II Pasal 2 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Dengan demikian, dapat dikemukakan
bahwa dasar dari bimbingan dan konseling di sekolah ialah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, karena
bimbingan dan konseling tergantung atau terikat dengan tempat bimbingan dan
konseling itu dilaksanakan maka tidaklah mengherankan bila dasar dari bimbingan
dan konseling di Indonesia mampunyai perbedaan dengan dasar dari bimbingan dan
konseling di negara lain.
2.
Tujuan
bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang
No. 2 Tahun 1989 Bab II Pasal 4 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seluruhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, kebangsaan”. Dengan memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dengan demikian,
tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah membantu tercapainya tujuan
pendidikan nasional dan membantu individu untuk mencapai kekejahteraan.
3.
Fungsi
bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan dan pengajaran ialah membantu
pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, segala langkah bimbingan dan
konseling harus sejalan dengan langkah-langkah yang diambil, serta harus sesuai
dengan tujuan pendidikan. Dengan adanya bimbingan dan konseling itu, pendidikan
akan berlangsung lebih lancar karena mendapatkan dukungan dari bimbingan dan
konseling.
4.
Bimbingan dan
konseling diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupun orang
dewasa. Jadi bimbingan dan konseling tidak terbatas pada umur tertentu.
5.
Bimbingan dan
konseling dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam sifat, yaitu secara:
a.
Preventif,
yaitu bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan
sampai timbul kesulitan-kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
b.
Korektif, yaitu
memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau
individu.
c.
Preservatif,
yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sanpai menjadi
keadaan-keadaan yang tidak baik.
6.
Bimbingan dan
konseling merupakan proses yang kontinu. Bimbingan dan konseling harus diberikan
secara kontinu dan diberikan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam
hal tersebut. Dengan demikian, tidak semua orang boleh memberikan bimbingan dan
konseling.
7.
Sehubungan
dengan hal itu, para guru perlu mempunyai pengetahuan mengenai bimbingan dan
konseling karena mereka selalu berhadapan langsung dengan murid yang mungkin
perlu mendapatkan bimbingan. Kalau keadaan memungkinkan, ada baiknya persoalan
yang dihadapi murid diselesaikan oleh guru sendiri, tetapi kalau tidak mungkin
maka dapat diserahkan kepada pembimbing.
8.
Individu yang
dihadapi tidak hanya mempunyai kesamaan-kesamaan, tetapi juga mempunyai
perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing
individu harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan dan konseling.
9.
Tiap-tiap aspek
dari individu merupakan faktor penting yang menentukan sikap ataupun tingkah
laku. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling harus benar-benar
memerhatikan segala aspek individu yang dihadapi. Sehubungan dengan itu,
bimbingan dan konseling haruslah didasarkan atas penelitian atau pengumpulan
keterangan yang lengkap agar dapat bertindak secara tepat. Dengan demikian,
diperlukan adanya daftar pribadi, hasil observasi, hasil angket, tes, dan
sebagainya.
10.
Anak atau
individu yang dihadapi adalah individu yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena
itu, tidak boleh memandang individu terlepas dari masyarakatnya, tetapi harus
melihat individu beserta latar belakang sosial, budaya dan sebagainya.
11.
Anak atau
individu yang dihadapi merupakan makhluk yang hidup. Yang berkembang dan
bersifat dinamis. Oleh karena itu, harus diperhatikan segi dinamikanya. Segi dinamika
inilah yang memungkinkan pemberian bimbingan dan konseling.
12.
Dalam
memberikan bimbingan dan konseling, haruslah selalu diadakan evaluasi. Dengan
evaluasi, akan dapat diketahui tepat-tidaknya bimbingan dan konseling yang
telah diberikan.
13.
Pembimbing
harus selalu mengikuti perkembangan situasi masyarakat dalam arti yang luas,
yaitu perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
14.
Dalam memberikan
bimbingan dan konseling, pembimbing harus selalu ingat untuk menuju kepada
kesanggupan individu agar dapat membimbing diri sendiri.
15.
Karena
pembimbing berhubungan secara langsung dengan masalah-masalah pribadi
seseorang, maka pembimbing harus dapat memegang teguh kode etik bimbingan dan
konseling.[8]
Adapun rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan
masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.
1.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan sasaran layanan.
Sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara
perorangan ataupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah
perkembangan kehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah
sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan
kondisi sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap dan tingkah laku dalam
perkembangan dan kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a.
Melayani semua
individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial.
b.
Memerhatikan
tahapan perkembangan.
c.
Memerhatikan
perbedaan individu dalam layanan.
2.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan masalah klien.
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan kehidupan individu
tidaklah selalu positif, namun faktor-faktor negatif pasti ada dan sangat berpengaruh
dan dapat menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan
kehidupan individu yang berupa masalah. Pelayanan bimbingan dan konseling hanya
mampu menangani masalah klien secara terbatas yang berkenaan dengan:
a.
Menyangkut
pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh
lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar.
b.
Timbulnya
masalah pada individu karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan program pelayanan bimbingan dan konseling.
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan
secara insidental maupun terprogram. Pelayanan insidental diberikan oleh
konseli yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor.
Kemudian konselor langsung memberikan bantuan kepada konseli sesuai dengan
permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli.
Konselor dituntut untuk dapat menyusun program pelayanan bimbingan
dan konseling. Program ini berorientasi pada seluruh warga lembaga dimana tempat
konselor bertugas (misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi
masalah yang mungkin akan muncul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan,
rentang dan unit waktu yang tersedia (misalnya semester dan bulan),
ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antarpersonal dan lembaga, dan
faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di lembaga yang
bersangkutan. Prinsip-prinsip program layanan bimbingan dan konseling itu
adalah:
a.
Program
bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa
maupun lingkungan.
b.
Program
bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap
perkembangan individu.
c.
Program
pelayanan bimbingan dan konseling perlu memberikan penilaian hasil layanan.
4.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang terprogram
atau insidental) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini
selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu oleh seorang konselor
profesional. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling, konselor perlu
mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dari dalam lembaga maupun
dari luar lembaga agar tercapainya perkembangan peserta didik secara optimal.
Adapun prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan
adalah:
a.
Diarahkan untuk
mengembangkan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri
sendiri.
b.
Pengambilan
keputusan yang diambil oleh individu hendaknya atas kemauan diri sendiri.
c.
Permasalahan
individu dilayani oleh tenaga ahli/ profesional yang relevan dengan
permasalahan individu.
d.
Perlu adanya
kerja sama dengan personal sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak
lain yang berwewenang dalam permasalahan individu.
e.
Proses
pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh
hasil pengukuran dan penilaian layanan.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tujuan umum dari bimbingan konseling adalah untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan
predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya),
berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan,
status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan
umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami
oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahan itu. Dengan
kata lain secara khusus, bimbingan konseling bertujuan untuk membantu peserta
didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya yang meliputi aspek
pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
Adapun prinsip-prinsip dari bimbingan dan konseling adalah sebagai
berikut:
1. Dasar bimbingan
konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan pada umumnya
dan pendidikan di sekolah pada khususnya.
2. Tujuan bimbingan dan
konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional.
3. Fungsi bimbingan dan
konseling dalam proses pendidikan dan pengajaran ialah membantu pendidikan dan
pengajaran. Oleh karena itu, segala langkah bimbingan dan konseling harus
sejalan dengan langkah-langkah yang diambil, serta harus sesuai dengan tujuan
pendidikan.
4. Bimbingan dan konseling
diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupun orang dewasa.
5. Bimbingan dan konseling
dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam sifat, yaitu secara:
a. Preventif, yaitu
bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai
timbul kesulitan-kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
b. Korektif, yaitu
memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau
individu.
c. Preservatif, yaitu
memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sanpai menjadi
keadaan-keadaan yang tidak baik.
6. Bimbingan dan konseling
merupakan proses yang kontinu. Bimbingan dan konseling harus diberikan secara
kontinu dan diberikan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam hal
tersebut.
7. Para guru perlu
mempunyai pengetahuan mengenai bimbingan dan konseling karena mereka selalu
berhadapan langsung dengan murid yang mungkin perlu mendapatkan bimbingan.
8. Individu yang dihadapi
tidak hanya mempunyai kesamaan-kesamaan, tetapi juga mempunyai
perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing
individu harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan dan konseling.
9. Tiap-tiap aspek dari
individu merupakan faktor penting yang menentukan sikap ataupun tingkah laku.
Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling harus benar-benar
memerhatikan segala aspek individu yang dihadapi.
10. Anak atau individu yang
dihadapi adalah individu yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidak
boleh memandang individu terlepas dari masyarakatnya.
11. Anak atau individu yang
dihadapi merupakan makhluk yang hidup. Yang berkembang dan bersifat dinamis.
Oleh karena itu, harus diperhatikan segi dinamikanya.
12. Dalam memberikan
bimbingan dan konseling, haruslah selalu diadakan evaluasi. Dengan evaluasi,
akan dapat diketahui tepat-tidaknya bimbingan dan konseling yang telah
diberikan.
13. Pembimbing harus selalu
mengikuti perkembangan situasi masyarakat dalam arti yang luas, yaitu
perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
14. Pembimbing harus selalu
ingat untuk menuju kepada kesanggupan individu agar dapat membimbing diri
sendiri.
15. Pembimbing harus dapat memegang teguh kode
etik bimbingan dan konseling.
B.
Saran
Demikianlah
makalah yang dapat penulis paparkan. Sebagai manusia, penulis pun tak luput
dari kesalahan dan tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
kesempurnaan. Maka saya sebagai penulis, menerima segala kritik dan saran
bersifat membangun guna perbaikan pada masa mendatang. Dan semoga apa yang telah
penulis paparkan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi para
pembaca. Amin.
[1] Prayitno, Dkk,
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT Renika Cipta, 2004),
hal. 112-114
[2] Amir Budiamin,
Dkk, Bimbingan Konseling (Jakarta Pusat: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Departemen Agama RI,
2009), hal. 9-10
[3] Achmad Juntika
Nurihsan, Bimbingan & Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan (Bandung:
PT Refika Aditama, 2011), hal 8
[4] Syamsu Yusuf
L.N, Dkk, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hal.13-16
[5]
Anas Salahudin, Bimbingan & Konseling (Bandung: CV Pustaka Setia,
2012), hal: 42-47
[6]
Bimo Walgito, Bimbingan + Konseling [ Studi & karier] (Yogyakarta:
C.V Andi Offset, 2010), hal: 30-34
[7] Anas
Salahudin, Bimbingan & Konseling (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012),
hal: 42-47
[8] Bimo Walgito, Bimbingan
+ Konseling [ Studi & karier]…, hal: 34-36
[9]Hallen A, Bimbingan
& Konseling (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hal: 59-61
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda