Jumat, 07 Juli 2017

PSIKOLOGI DAKWAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam memahami perilaku manusia, para ahli psikologi memiliki pandangan yang berbeda-beda. Aliran Psikoanalisis, misalnya, memandang manusia sebagai makhluk yang berkeinginan (Homo Valens). Oleh karenanya, menurut pandangan ini perilaku manusia ditentukan oleh keinginan-keinginan dan dorongan libido.[1] Sedangkan aliran Behaviorisme memandang bahwa manusia adalah makhluk yang bersikap pasif terhadap lingkungan. Sehingga perilaku manusia menurut teori ini merupakan bentukan dari kondisi lingkungan. Selanjutnya dalam pandangan psikologi humanistik berpendapat bahwa manusia adalah eksistensi yang positif dan menentukan. Berangkat dari pandangan ini mereka berpendapat bahwa perilaku manusia berpusat pada konsep diri.[2] Jika dicermati secara seksama, perbedaan pandangan dari masing-masing aliran mengenai perilaku disebabkan adanya perbedaan pandangan terhadap konsep tentang manusia.
Dalam pandangan Islam, manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.  Menurut terminologi al-Qur’an manusia dapat disebut al-Basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya. Dari sudut ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan primer dan  makhluk generatif (berketurunan). Sedangkan dilihat dari fungsi dan potensi yang dimiliknya manusia disebut al-Insan. Konsep ini menggambarkan fungsi manusia sebagai penyandang khalifah Tuhan yang dikaitkan dengan proses penciptaan dan pertumbuhan serta perkembangannya. Kemudian manusia dapat disebut al-Nas yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya. Manusia pun disebut sebagai al-Ins untuk menggambarkan aspek spiritual yang dimilikinya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk yang khas yang memiliki berbagai potensi yang dapat memengaruhi perilaku mereka.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perilaku Manusia
Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. Belajar dapat didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Skinner membedakan perilaku menjadi dua, yaitu: Pertama, Perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-insting. Kedua, Perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.[3]
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau akivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.[4]
Proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya.[5]

B.     Ciri-ciri Perilaku Manusia
Definisi manusia yang cukup populer menyebutkan bahwa manusia adalah hewan yang berpikir (al-insan hayawan al-nathiq). Jika manusia menggunakan pikiran, akal dan hatinya, maka ia adalah makhluk yang istimewa di muka bumi ini, karena ia memiliki pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan sesuatu. Namun, jika manusia tidak lagi memfungsikan akal pikiran dan hati nuraninya, maka yang tinggal adalah sifat kehewanannya. Kadar kehewanan seseorang berbeda-beda, seperti berbedanya kadar akal dan hatinya. Akan tetapi, betapa pun demikian manusia masih me­miliki ciri-ciri umum pada perilakunya, sesuatu yang membedakannya dengan hewan.[6] Dibawah ini akan dipaparkan ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dirinya dengan makhluk yang lain, diantara yaitu:
1.      Manusia memiliki kepekaan sosial.
2.      Tingkah lakunya berkesinambungan.
3.      Memiliki orientasi kepada tugas.
4.      Mempunyai sifat kejuangan.
5.      Memiliki keunikan.

1.      A. Kepekaan Sosial
Kepekaan sosial artinya kemampuan untuk menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial dan selalu membutuhkan kerjasama dengan orang lain, maka manusia selalu memperhatikan harapan dan keinginan orang lain. Perilaku seseorang di hadapan orang tua pasti berbeda dengan perilakunya di hadapan anak muda atau anak-anak. Demikian juga perilaku di hadapan orang yang sedang sedih, berbeda dengan apa yang dilakukannya di depan orang yang sedang bersuka ria.
2.      A. Kelangsungan Tingkah Laku
Apa yang dilakukan oleh manusia setiap harinya bukanlah perbuatan yang sporadis tetapi selalu ada kelangsungan atau kontinitas. Apa yang dilakukan hari ini merupakan lanjutandari hari kemarin atau awal dari suatu rencana jangka panjang. Mahasiswa yang sedang kuliah hari ini, misalnya bukan datang hanya sekali-sekali, tetapi merupakan tindak lanjut dari program belajar sebelumnya ketika di Taman Kanak-kanak, kemudian SD, SMP, SMA, dan kemudian ikut masuk Perguruan Tinggi. Berikutnya manusia sudah merencanakan apa yang akan diperbuatnya besok dan masa mendatang, misalnya setelah lulus kuliah akan bekerja, menikah, punya anak, cucu, pergi haji, dan sebagainya.
3.      A. Orientasi pada Tugas
Tiap-tiap tingkah laku manusia selalu mengarah pada suatu tugas tertentu. Hal ini nampak jelas pada perbuatan-perbuatan seperti belajar atau bekerja, tetapi hal ini juga terdapat pada tingakah laku lain yang nampaknya tidak ada tujuannya.[7]
Setiap hari manusia pasti tidur. Bagi seorang mahasiswa yang rajin dan profesional tidurnya mereka itu bukan karena ngantuk tapi hanya semata-mata untuk di orentasikan pada tugas mereka kesekoan harinya. Ketika mahasiswa besok akan melaksanakan ujian semester atau akan mempresentasikan tugas mereka kepada dosen, pastinya mereka akan meninggalkan segala aktivitas mereka yang berbau dengan handphone dan televesi. Mereka akan segara pergi tidur karena ingat besok akan ujian ataupun mempresentasiakan tugas mereka.
4.      A. Usaha dan Perjuangan
Seekor cicak di dinding kelihatan sedang berusaha untuk menangkap nyamuk yang mendekat. Apa yang dilakukan oleh cicak tersebut memang merupakan usaha juga, tetapi terbatas usaha untuk memperoleh apa yang disediakan oleh alam. Sedangkan manusia memiliki perilaku yang menggambarkan usaha yang dipilihnya atau aspirasi dan milai-nilai yang diperjuangkannya, tidak sekedar mengangkap. Misalnya di terminal bus, banyak kendaraan yang datang dan pergi, tetapi orang tetap saja memilih jenis bus tertentu yang satu arah dengan tujuannya tentunya orang tersebut tidak akan salah menaiki bus tersebut.
5.      A. Keunikan
Unik berarti berbeda dari yang lainnya. Jadi tiap-tiap manusia selalu mempunyai ciri-ciri, sifat-sifat tersendiri yang membedakannya dari manusia-manusia lainnya. Tidak ada dua manusia yang sama di dunia ini. Pengalaman-pengalaman masa lalu dan aspirasi-aspirasinya untuk masa-masa yang akan datang menentukan tingkah laku seseorang di masa kini, dan karena tiap-tiap orang mempunyai pengalaman dan aspirasi yang berbeda-beda.[8]
Perilaku manusia bersifat unik, artinya hanya dia sendiri yang berbeda dengan yang lain. Karena pengalaman manusia itu juga berbeda. Maka aspirasi, selera, dan kecenderungannya juga tentu berbeda pula. Pastinya hal ini akan berakibat pada perbedaaan perilaku yang berbeda pula pada manusia tersebut.[9]

C.    Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan. Di antaranya ada yang yang bersifat biologis yang berhubungan dengan reaksi organ tubuh. Pada umumnya, kebutuhan tersebut muncul untuk memelihara keseimbangan organik dan kimiawi tubuh. Misalnya saja kekurangan kadar makanan atau kekurangan kadar air dalam organ tubuh. Ada pula yang bersifat psikologis dan spiritual. Yang mana di antara kebutuhan ini ada yang bersifat penting dan lazim yang bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan kebahagiaan jiwa. Dari kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut kemudian muncul berbagai macam motivasi yang mendorong manusia untuk melakukan penyesuaian diri guna memenuhi semua kebutuhan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai perilaku orang yang terkadang sudah dipahami, misalnya ada orang yang jika sedang mempunyai kebutuhan ia bertingkah laku lembut dan sangat memelas, misalnya ketika ia sedang meminjam uang kepada temannya, yang oleh karena itu, ia berhasil mengetuk hati temannya, tetapi ketika di tagih, tiba-tiba ia menunjukkan perilaku yang kebalikannya, sangat kasar, marah-marah kepada temannya yang dulu berbuat baik kepadanya.
Pertanyaannya ialah, mana perilaku yang asli dari orang tersebut dan mana yang disebabkan oleh pengaruh dari luar yang lemah lembut atau yang kasar. Psikologi terkadang lebih menekankan faktor-faktor personal dalam menganalisis fenomena tersebut. Tetapi psikologi sosial sudah tentu lebih menekankan pada faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu. Yakni faktor situasional dan faktor sosial. Jadi sebenarnya perilaku manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor personal dan faktor situasional, faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.[10]

1.      Faktor-faktor Personal (Biologis)
Motif biologis sangat dominan mempengaruhi tingkah laku manusia terutama oleh teori psikoanalisanya Freud. Teori ini dapat membantu seorang da’i memprediksi tingkah laku mad’u karena pada dasarnya manusia memang makhluk biologis yang mempunyai syahwat atau keinginan. Motif biologis yang mempengaruhi perilaku manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Kebutuhan makan, minum dan istirahat
Betapapun baiknya khutbah jum’at tetapi jika jema’ahnya sudah lapar, maka konsentrasinya kaan terpecah. Secara psikologi orang yang lapar pikirannya cenderung di dominir oleh makanan. Orang yang kehausan di padang pasir cenderung menganggap fatamorgana itu sebagai air. Lapar pada tingkat tertentu dapat merusak konsentrasi pikiran dan membuat orang yang kelaparan menjadi mudah tersinggung serta susah bergaul.
Dalam acara dakwah semisal peringatan Maulid pada masyarakat sering ditemui ketika mubaligh sedang mengisi acara pidato panita mengeluarkan makanan untuk dibagikan kepada anak-anak, kemudian anak-anak tersebut ribut berebut makanan. Kemudia panitia berteriak kepada anak-anak untuk tidak ribut saat pembagian makanan. Bagi anak-anak yang cenderung suka makan, acara ceramah peringatan maulid tersebut pastinya tidak lagi berharga dibandingkan dengan makanannya.
b.      Kebutuhan seksual
Setiap manusia yang normal pasti memiliki kebutuhan seksual. Kebutuhan tersebut dalam tingkat tertentu bahkan dapat mendominir pikiran orang sehingga segala sesuatu yang merangsang inderanya diterjemahkan kepada hal-hal yang sensual. Pengaruh kebutuhan seksual terhadap perilaku bisa bersifat positif bisa juga negatif. Bagi seniman, dorongan seksual dapat mewarnai karya seninya, bagi ilmuan dapat mempengaruhi penyusunan teorinya atau desai produk teknologinya bagi yang berumah tangga motif seskusalini dapat memperteguh kemesraan dan memperkuat ikatan perkawinan, sedang bagi seorang pemimpin motif ini dapat memperkuat atau memperlemah konsep dirinya. Kebutuhan biologis ini hanya menyangkut pelampiasan syahwat tapi juga menyangkut dorongan untuk memelihara kelangsungan hidup.
2.      Faktor Sosiopsikologis
Faktor sosiopsikologis adalah faktor karakteristik yang disebabkan oleh proses sosial yang dialami oleh setiap orang, dan karakteristik ini mempengaruhi tingkah lakunya. Pada faktor ini ada beberapa motif yang mempengaruhinya, yaitu:
a.       Motif Ingin Tahu
Ketika terjadi suatu peristiwa misalnya banjir, gerhana, gempa, dll, orang biasanya ingin mengetahui posisi dari peristiwa itu dan orang yang tidak melihatnya pasti tidak sabar menanti penjelasan dari orang yang melihat peristiwa tersebut. Mereka berusaha menyimpulkan sendiri peristiwa yang terjadi dengan peristiwa yang tidak ada hubungannya sama sekali.
b.      Motif Kompetensi
Setiap orang ingin diakui bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan hidupnya. Perasaan mampu itu akan mempengaruhi perilakunya dalam mengatasi problem-problem yang dihadapinya.
c.       Motif Cinta
Orang bukan hanya memliki kebutuhan untuk mencintai tapi juga untuk dicintai. Perilaku orang yang terpenuhi kebutuhan cintanya dengan yang tidak pasti berbeda. Yang pertama, mungkin menjadi optimis dan berseri-seri sedang perasaan orang yang tidak dapat mencintai dan merasa tidak ada yang mencintainya dapat menimbulkan perilaku negatif, seperti agresif, kesepian, frustasi dan bahkan bunuh diri.

d.      Motif Harga Diri
Setiap orang ingin diakui kehadirannya, maka jika suatu ketika seseorang di remehkan maka harga dirinya tersinggung dan responnya mungkin boleh jadi berusaha bangkit menunjukkan identitas dirinya (positif), tapi boleh jadi menimbulkan perilaku menyimpang seperti gelisah, mudah tersinggung, mudah terpengaruh dan sebagainya (negatif).
e.       Kebutuhan akan Nilai dan Makna Hidup
Seseorang yang merasa hidupnnya tak bernilai cenderung akan gampang putus asa, sedang orang yang merasa hidupnya bermakna cenderung selalu optimis dan pantang menyerah.
f.       Kebutuhan akan Pemenuhan Diri
Orang bukan hanya ingin hidup, tetapi juga ingin meningkatkan kualitas kehidupannya, ingin memenuhi potensi-potensi yang dimilikinya. Ada cara yang digunakan yaitu dengan melakukan cara memperluas wawasan melalui berbagai kunjungan atau piknik, ada yang dengan membentuk komunitas tertentu, seorang mubaligh berusaha melakukan pemenuhan dirinya dengan membentuk organisasi ikatan mubaligh yang dengan itu ia merasa benar-benar menjadi mubaligh, dan seterusnya.
g.      Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi , berpikir dan merasa, dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku terhadap objek tertentu. Sikap biasanya timbul dari pengalaman, pengalaman baik biasanya melahirkan sikap positif, sedang pengalaman buruk dapat melahirkan sikap negatif. Pengalaman diperoleh melalui proses belajar. Oleh karena itu sikap bisa diubah atau diperteguh.
h.      Emosi
Emosi adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Jika seseorang dihina di hadapan orang banyak misalnya, maka ia akan tersinggung (kesadaran), kemudian berdebar-debar, berkeringat dan napas terengah-engah (fisiologis) dan akhirnya ia akan mengadakan tindakan balasan kepada orang yang menghina itu (keperilakuan).
i.        Kepercayaan
Kepercayaan termasuk faktor sosiopsikologis manusia yang bersifat kognitif. Yang dimaksud dengan kepercayaan dalam hal ini bukan kepercayaan keimanan kepada suatu agama misalnya, tetapi keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi.
j.        Kebiasaan
Kebiasaan adalah pola perilaku yang dapat diramalkan. Orang yang mempunyai kebiasaan shalat tahajud, dapat diramalkan bahwa setiap tengah malam selalu terjaga dari tidur. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap beralngsung secara otomatis, dan secara relatip tidak direncanakan.
k.      Kemauan
Ada orang yang kuat kemauannya, ada juga yang kurang kemauannya. Kemauan erat kaitannya dengan tindakan. Oleh karena itu, kemauan sangat erat hubungannya dengan kesuksesan dan kegagalan cita-cita seseorang. Pengertian kemauan adalah tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Kapasitas suatu kemauan biasanya berhubungan dengan kapasitas sikap. [11]
Jalaludin Rahmat mengklasifikasikannya ke dalam tiga komponen, yaitu komponenafektif, kognitif, dan konatif. Komponen pertama merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Sementara komponen kognitifadalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Dan komponen konatif adalah aspek visonal yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Komponen afektif dari faktor sosiopsikologis terdiri dari motifsosiogenesis, sikap dan emosi. Berikut ini penjelasan Jalaluddin mengenai motif-motif tersebut:[12]
a.       Motif sosiogenesis
Motif sosiogenesis merupakan motif sekunder yang dapat memengaruhi perilaku sosial manusia. Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat dijelaskan meliputi motif ingin tahu, yang meliputi mengerti, menata, menduga, motif kompetensi, motif cinta, motif harga diri dan kebutuhan untu mencari identitas, kebutuhan akan nilai dan kedambaan akan makna kehidupan serta kebutuhan akan pemenuhan diri.
b.      Sikap
Sikap adalah salah satu konsep dalam psikologi sosial yang paling banyak didefinisikan para ahli. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenesis yang diperoleh melalui proses belajar. Ada pula yang melihat sikap dengan kesiapan saraf sebelum memberikan respon. Dari beberapa definisi yang ada, Jalaludin menyimpulkan beberapa hal berikut: Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, relatif lebih menetap serta mengandung aspek evaluatif dan muncul dari pengalaman.
c.       Emosi
Emosi adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Coleman dan Hammen mengungkapkan bahwa emosi dapat berfungsi sebagai pembangkit energi, pembawa informasi tentang diri seseorang, pembawa pesan kepada orang lain dan sumber informasi tentang keberhasilan.
Emosi berbeda-beda dalam hal intensitas dan lamanya. Dari segi intensitasnya ada yang berat, ringan dan desintegratif. Emosi ringan meningkatkan perhatian seseorang kepada situasi yang dihadapi disertai dengan perasan tegang sedikit. Emosi kuat disertai dengan rangsangan fisiologis yang kuat. Dan emosi desintegratif terjadi dalam intensitas emosi yang memuncak. Sementara dari segi lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat dan ada yang lama. Emosi ini akan mempengaruhi presepsi seseorang atau penafsiran stimuli yang merangsang alat indra.
Selanjutnya komponen kognitif dari faktor-faktor sosiopsikologis adalah kepercayaan. Kepercayaan di sini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang ghaib. Akan tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi. Dengan demikian kepercayaan di sini adalah yang memberikan presepsi pada manusia dalam mempresepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap.
Sementara komponen konatif dari faktor sosiopsikologis terdiri atas kebiasaan dan kemauan. Jalaludin mendefinisikan kebiasaan sebagai aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, tidak direncanakan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali. Sementara kemauan merupakan usaha seseorang dalam mencapai tujuan. Usaha di sini tentu sangat berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang hal yang akan dicapai tersebut.
3.      Faktor Spiritual (ruhani)
Selain motivasi biologis dan sosiopsikologis, manusia juga memiliki motivasi yang bersifat spiritual. Motivasi ini tidak berkaitan dengan kebutuhan mempertahankan eksistensi diri atau memelihara kelanggengan spesies. Motivasi spiritual erat hubungannya dengan upaya memenuhi kebutuhan jiwa dan ruh. Sekalipun demikian, motivasi ini juga menjadi kebutuhan pokok manusia. Karena motivasi inilah yang bisa memberikan kepuasan hidup, rasa aman, tentram, dan bahagia. Di antara beberapa motivasi spiritual yang penting dalamkehidupan manusia adalah motivasi beragama. Dalam bukunya Psikologi Agama, Jalaluddin mengatakan bahwa:
“Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minun, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil hasil riset dan observasi, mereka mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan”.[13]
Oleh sebab itu, dalam pandangan Islam secara fitrah manusia sejak dilahirkan memiliki potensi keberagamaan. Namun potensi ini baru dalam bentuk sederhana, yaitu berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu. Allah Swt. telah mengisyaratkan adanya potensi dasar yang dimiliki manusia untuk beragama dalam firman-Nya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Melalui ayat tersebut Allah subhanallahu wa ta’ala menerangkan bahwa Dia telah mengadakan perjanjian dengan anak keturunan Adam. Allah Swt. mengambil persaksian mereka atas kemahakuasaan-Nya, yakni ketika mereka berada di alam ruh sebelum diciptakan di alam bumi. Oleh karena itu, pada hari kiamat nanti mereka tidak akan bisa mengingkari keesaan Allah. Dengan perkataan lain, ayat ini menerangkan bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki kesiapan secara fitrah untuk beragama, mengenal Allah, beriman dan mentauhidkan-Nya.
4.      Faktor Situasional
Perilaku manusia terkadang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar dirinya. Faktor ini sering disebut sebagai  faktor situasional. Secara garis besar, faktor ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu aspek-aspek objektif dari lingkungan, lingkungan psikososial dan stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku. Aspek-aspek objektif dari lingkungan yang dapat memengaruhi perilaku seseorang terdiri atas beberapa faktor sebagai berikut: Faktor ekologis, Faktor desain dan arsitektural, Faktor temporal, Faktor analisis perilaku, Faktor teknologis, dan Faktor sosial.
Sementara faktor-faktor sosial yang memengaruhi perilaku manusia terdiri atas sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi dan karakteristik populasi. Dalam organisasi, hubungan antar anggota dan ketua diatur oleh sistem peranan dan norma-norma kelompok. Besar kecilnya organisasi akan memengaruhi jaringan komunikasi dan sistem pengambilan keputusan. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik biologis memengaruhi pola-pola perilaku anggota-anggota populasi itu.
Presepsi seseorang tentang lingkungan akan memengaruhi perilakunya dalam lingkungan itu. Lingkungan lazim disebut dengan iklim. Dalam organisasi, iklim psikososial menunjukkan presepsi orang tentang kebebasan individual, ketetapan pengawasan, kemungkinan kemajuan, dan tingkat keakraban. Dalam studi komunikasi organisasi menunjukkan bagaimana iklim organisasi memengaruhi hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan, atau di antara orang-orang yang menduduki posisi sama. Dalam perkembangannya, kemudian para antropolog memperluas istilah iklim ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Sehingga muncullah pendapat bahwa pola-pola kebudayaan yang dominan, ideologi dan nilai dalam presepsi anggota masyarakat mampu memengaruhi perilaku sosial. 
Faktor-faktor situasional di atas, tidaklah mengesampingkan faktor-faktor personal yang dimiliki seseorang. Namun demikian juga tidak dapat dipungkiri besarnya pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. Perlu disadari bahwa manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapi sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Dengan perkataan lain perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara keunikan individu dengan keumuman situasional.[14]

BAB III
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri. Ada beberapa ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dirinya dengan makhluk yang lain, diantara yaitu: manusia memiliki kepekaan sosial, tingkah lakunya berkesinambungan, memiliki orientasi kepada tugas, mempunyai sifat kejuangan, dan memiliki keunikan.
Ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku manusia diataranya yaitu Faktor Personal (biologis). Pada Motif biologis ini yang mempengaruhi perilaku manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, kebutuhan makan, minum dan istirahat. Kedua, kebutuhan seksual. Faktor Sosiopsikologis, pada faktor ini ada beberapa motif yang mempengaruh perilaku manusia, diantaranya yaitu: motif ingin tahu, motif kompetensi, motif cinta, motif harga diri, kebutuhan akan nilai dan makna hidup, sikap, emosi, kepercayaan, kebiasaan, dan kemauan. Kemudian ada Faktor Spiritual dan yang yang terakhir ada Faktor Situasional, pada faktor ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu aspek-aspek objektif dari lingkungan, lingkungan psikososial dan stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku. Aspek-aspek objektif dari lingkungan yang dapat memengaruhi perilaku seseorang terdiri atas beberapa faktor sebagai berikut: Faktor ekologis, Faktor desain dan arsitektural, Faktor temporal, Faktor analisis perilaku, Faktor teknologis, dan Faktor sosial.


[1] Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hal. 56
[2] Ibid, hal. 57
[3] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal. 135
[4] Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 97
[5] Saifuddi Azwar, Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1997, hal. 124
[6] Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, hal. 75
[7] Sarlito Wirawan sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 30
[8] Ibid, hal31
[9] Ahmad Mubarok, hal. 76-77
[10] Ahmad Mubarok, hal. 78
[11] Ahmad Mubarok, hal. 81-87
[12] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1985), hal. 264
[13] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 114
[14]Jalaludin Rakhmat, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 119

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda