PSIKOLOGI DAKWAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam memahami perilaku manusia, para ahli psikologi
memiliki pandangan yang berbeda-beda. Aliran Psikoanalisis, misalnya, memandang
manusia sebagai makhluk yang berkeinginan (Homo Valens). Oleh karenanya,
menurut pandangan ini perilaku manusia ditentukan oleh keinginan-keinginan dan
dorongan libido.[1] Sedangkan
aliran Behaviorisme memandang bahwa manusia adalah makhluk yang bersikap pasif
terhadap lingkungan. Sehingga perilaku manusia menurut teori ini merupakan bentukan
dari kondisi lingkungan. Selanjutnya dalam pandangan psikologi humanistik
berpendapat bahwa manusia adalah eksistensi yang positif dan menentukan.
Berangkat dari pandangan ini mereka berpendapat bahwa perilaku manusia berpusat
pada konsep diri.[2] Jika
dicermati secara seksama, perbedaan pandangan dari masing-masing aliran
mengenai perilaku disebabkan adanya perbedaan pandangan terhadap konsep tentang
manusia.
Dalam pandangan Islam, manusia dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Menurut terminologi al-Qur’an manusia dapat
disebut al-Basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya. Dari
sudut ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan
primer dan makhluk generatif (berketurunan). Sedangkan dilihat dari
fungsi dan potensi yang dimiliknya manusia disebut al-Insan. Konsep ini
menggambarkan fungsi manusia sebagai penyandang khalifah Tuhan yang
dikaitkan dengan proses penciptaan dan pertumbuhan serta perkembangannya. Kemudian manusia dapat disebut al-Nas yang
umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya. Manusia
pun disebut sebagai al-Ins untuk menggambarkan aspek spiritual yang
dimilikinya. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk yang khas
yang memiliki berbagai potensi yang dapat memengaruhi perilaku
mereka.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perilaku Manusia
Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri
berarti cara berbuat kelakuan perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan,
cara menjalankan. Belajar dapat didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu
organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Skinner membedakan
perilaku menjadi dua, yaitu: Pertama, Perilaku yang alami (innate behaviour),
yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks
dan insting-insting. Kedua, Perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku
yang dibentuk melalui proses belajar.[3]
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia
itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau akivitas manusia, baik yang diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.[4]
Proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain
susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf
pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku
merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan.
Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya
yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf.
Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi.
Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran,
penciuman dan sebagainya.[5]
B. Ciri-ciri
Perilaku Manusia
Definisi
manusia yang cukup populer menyebutkan bahwa manusia adalah hewan yang berpikir
(al-insan hayawan al-nathiq). Jika manusia menggunakan pikiran, akal dan
hatinya, maka ia adalah makhluk yang istimewa di muka bumi ini, karena ia
memiliki pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan sesuatu. Namun, jika
manusia tidak lagi memfungsikan akal pikiran dan hati nuraninya, maka yang
tinggal adalah sifat kehewanannya. Kadar kehewanan seseorang berbeda-beda,
seperti berbedanya kadar akal dan hatinya. Akan tetapi, betapa pun demikian manusia
masih memiliki ciri-ciri umum pada perilakunya, sesuatu yang membedakannya
dengan hewan.[6]
Dibawah ini akan dipaparkan ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dirinya
dengan makhluk yang lain, diantara yaitu:
1. Manusia
memiliki kepekaan sosial.
2. Tingkah
lakunya berkesinambungan.
3. Memiliki
orientasi kepada tugas.
4. Mempunyai
sifat kejuangan.
5. Memiliki
keunikan.
1.
A.
Kepekaan Sosial
Kepekaan
sosial artinya kemampuan untuk menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan
pandangan orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial dan selalu
membutuhkan kerjasama dengan orang lain, maka manusia selalu memperhatikan
harapan dan keinginan orang lain. Perilaku seseorang di hadapan orang tua pasti
berbeda dengan perilakunya di hadapan anak muda atau anak-anak. Demikian juga
perilaku di hadapan orang yang sedang sedih, berbeda dengan apa yang
dilakukannya di depan orang yang sedang bersuka ria.
2.
A.
Kelangsungan Tingkah Laku
Apa
yang dilakukan oleh manusia setiap harinya bukanlah perbuatan yang sporadis
tetapi selalu ada kelangsungan atau kontinitas. Apa yang dilakukan hari ini
merupakan lanjutandari hari kemarin atau awal dari suatu rencana jangka
panjang. Mahasiswa yang sedang kuliah hari ini, misalnya bukan datang hanya
sekali-sekali, tetapi merupakan tindak lanjut dari program belajar sebelumnya
ketika di Taman Kanak-kanak, kemudian SD, SMP, SMA, dan kemudian ikut masuk
Perguruan Tinggi. Berikutnya manusia sudah merencanakan apa yang akan
diperbuatnya besok dan masa mendatang, misalnya setelah lulus kuliah akan
bekerja, menikah, punya anak, cucu, pergi haji, dan sebagainya.
3.
A.
Orientasi pada Tugas
Tiap-tiap
tingkah laku manusia selalu mengarah pada suatu tugas tertentu. Hal ini nampak
jelas pada perbuatan-perbuatan seperti belajar atau bekerja, tetapi hal ini
juga terdapat pada tingakah laku lain yang nampaknya tidak ada tujuannya.[7]
Setiap hari manusia pasti tidur. Bagi seorang
mahasiswa yang rajin dan profesional tidurnya mereka itu bukan karena ngantuk
tapi hanya semata-mata untuk di orentasikan pada tugas mereka kesekoan harinya.
Ketika mahasiswa besok akan melaksanakan ujian semester atau akan
mempresentasikan tugas mereka kepada dosen, pastinya mereka akan meninggalkan
segala aktivitas mereka yang berbau dengan handphone dan televesi. Mereka akan
segara pergi tidur karena ingat besok akan ujian ataupun mempresentasiakan
tugas mereka.
4.
A. Usaha dan Perjuangan
Seekor cicak di dinding kelihatan sedang
berusaha untuk menangkap nyamuk yang mendekat. Apa yang dilakukan oleh cicak
tersebut memang merupakan usaha juga, tetapi terbatas usaha untuk memperoleh
apa yang disediakan oleh alam. Sedangkan manusia memiliki perilaku yang
menggambarkan usaha yang dipilihnya atau aspirasi dan milai-nilai yang
diperjuangkannya, tidak sekedar mengangkap. Misalnya di terminal bus, banyak
kendaraan yang datang dan pergi, tetapi orang tetap saja memilih jenis bus
tertentu yang satu arah dengan tujuannya tentunya orang tersebut tidak akan
salah menaiki bus tersebut.
5. A. Keunikan
Unik berarti berbeda dari yang lainnya. Jadi
tiap-tiap manusia selalu mempunyai ciri-ciri, sifat-sifat tersendiri yang
membedakannya dari manusia-manusia lainnya. Tidak ada dua manusia yang sama di
dunia ini. Pengalaman-pengalaman masa lalu dan aspirasi-aspirasinya untuk
masa-masa yang akan datang menentukan tingkah laku seseorang di masa kini, dan
karena tiap-tiap orang mempunyai pengalaman dan aspirasi yang berbeda-beda.[8]
Perilaku manusia bersifat unik, artinya hanya
dia sendiri yang berbeda dengan yang lain. Karena pengalaman manusia itu juga
berbeda. Maka aspirasi, selera, dan kecenderungannya juga tentu berbeda pula.
Pastinya hal ini akan berakibat pada perbedaaan perilaku yang berbeda pula pada
manusia tersebut.[9]
C. Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan. Di antaranya
ada yang yang bersifat biologis yang berhubungan dengan reaksi organ tubuh.
Pada umumnya, kebutuhan tersebut muncul untuk memelihara keseimbangan organik
dan kimiawi tubuh. Misalnya saja kekurangan kadar makanan atau kekurangan kadar
air dalam organ tubuh. Ada pula yang bersifat psikologis dan
spiritual. Yang mana di antara kebutuhan ini ada yang bersifat penting dan
lazim yang bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan kebahagiaan jiwa. Dari
kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut kemudian muncul berbagai macam motivasi yang
mendorong manusia untuk melakukan penyesuaian diri guna memenuhi semua
kebutuhan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai perilaku orang
yang terkadang sudah dipahami, misalnya ada orang yang jika sedang mempunyai
kebutuhan ia bertingkah laku lembut dan sangat memelas, misalnya ketika ia
sedang meminjam uang kepada temannya, yang oleh karena itu, ia berhasil
mengetuk hati temannya, tetapi ketika di tagih, tiba-tiba ia menunjukkan
perilaku yang kebalikannya, sangat kasar, marah-marah kepada temannya yang dulu
berbuat baik kepadanya.
Pertanyaannya ialah, mana perilaku yang asli dari
orang tersebut dan mana yang disebabkan oleh pengaruh dari luar yang lemah
lembut atau yang kasar. Psikologi terkadang lebih menekankan faktor-faktor personal
dalam menganalisis fenomena tersebut. Tetapi psikologi sosial sudah tentu lebih
menekankan pada faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu.
Yakni faktor situasional dan faktor sosial. Jadi sebenarnya perilaku manusia
dipengaruhi oleh berbagai faktor personal dan faktor situasional, faktor
biologis dan faktor sosiopsikologis.[10]
1.
Faktor-faktor Personal (Biologis)
Motif biologis sangat dominan mempengaruhi
tingkah laku manusia terutama oleh teori psikoanalisanya Freud. Teori ini dapat
membantu seorang da’i memprediksi tingkah laku mad’u karena pada dasarnya
manusia memang makhluk biologis yang mempunyai syahwat atau keinginan. Motif
biologis yang mempengaruhi perilaku manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Kebutuhan makan, minum dan istirahat
Betapapun baiknya khutbah jum’at tetapi jika
jema’ahnya sudah lapar, maka konsentrasinya kaan terpecah. Secara psikologi
orang yang lapar pikirannya cenderung di dominir oleh makanan. Orang yang
kehausan di padang pasir cenderung menganggap fatamorgana itu sebagai air.
Lapar pada tingkat tertentu dapat merusak konsentrasi pikiran dan membuat orang
yang kelaparan menjadi mudah tersinggung serta susah bergaul.
Dalam acara dakwah semisal peringatan Maulid
pada masyarakat sering ditemui ketika mubaligh sedang mengisi acara pidato
panita mengeluarkan makanan untuk dibagikan kepada anak-anak, kemudian
anak-anak tersebut ribut berebut makanan. Kemudia panitia berteriak kepada
anak-anak untuk tidak ribut saat pembagian makanan. Bagi anak-anak yang
cenderung suka makan, acara ceramah peringatan maulid tersebut pastinya tidak
lagi berharga dibandingkan dengan makanannya.
b.
Kebutuhan seksual
Setiap manusia yang normal pasti memiliki
kebutuhan seksual. Kebutuhan tersebut dalam tingkat tertentu bahkan dapat
mendominir pikiran orang sehingga segala sesuatu yang merangsang inderanya
diterjemahkan kepada hal-hal yang sensual. Pengaruh kebutuhan seksual terhadap
perilaku bisa bersifat positif bisa juga negatif. Bagi seniman, dorongan
seksual dapat mewarnai karya seninya, bagi ilmuan dapat mempengaruhi penyusunan
teorinya atau desai produk teknologinya bagi yang berumah tangga motif
seskusalini dapat memperteguh kemesraan dan memperkuat ikatan perkawinan,
sedang bagi seorang pemimpin motif ini dapat memperkuat atau memperlemah konsep
dirinya. Kebutuhan biologis ini hanya menyangkut pelampiasan syahwat tapi juga
menyangkut dorongan untuk memelihara kelangsungan hidup.
2. Faktor Sosiopsikologis
Faktor sosiopsikologis adalah faktor
karakteristik yang disebabkan oleh proses sosial yang dialami oleh setiap
orang, dan karakteristik ini mempengaruhi tingkah lakunya. Pada faktor ini ada
beberapa motif yang mempengaruhinya, yaitu:
a.
Motif Ingin Tahu
Ketika terjadi suatu peristiwa misalnya
banjir, gerhana, gempa, dll, orang biasanya ingin mengetahui posisi dari
peristiwa itu dan orang yang tidak melihatnya pasti tidak sabar menanti
penjelasan dari orang yang melihat peristiwa tersebut. Mereka berusaha
menyimpulkan sendiri peristiwa yang terjadi dengan peristiwa yang tidak ada
hubungannya sama sekali.
b.
Motif Kompetensi
Setiap orang ingin diakui bahwa ia memiliki
kemampuan untuk mengatasi persoalan hidupnya. Perasaan mampu itu akan
mempengaruhi perilakunya dalam mengatasi problem-problem yang dihadapinya.
c.
Motif Cinta
Orang bukan hanya memliki kebutuhan untuk
mencintai tapi juga untuk dicintai. Perilaku orang yang terpenuhi kebutuhan
cintanya dengan yang tidak pasti berbeda. Yang pertama, mungkin menjadi optimis
dan berseri-seri sedang perasaan orang yang tidak dapat mencintai dan merasa
tidak ada yang mencintainya dapat menimbulkan perilaku negatif, seperti
agresif, kesepian, frustasi dan bahkan bunuh diri.
d.
Motif Harga Diri
Setiap orang ingin diakui kehadirannya, maka
jika suatu ketika seseorang di remehkan maka harga dirinya tersinggung dan
responnya mungkin boleh jadi berusaha bangkit menunjukkan identitas dirinya
(positif), tapi boleh jadi menimbulkan perilaku menyimpang seperti gelisah,
mudah tersinggung, mudah terpengaruh dan sebagainya (negatif).
e.
Kebutuhan akan Nilai dan Makna Hidup
Seseorang yang merasa hidupnnya tak bernilai
cenderung akan gampang putus asa, sedang orang yang merasa hidupnya bermakna
cenderung selalu optimis dan pantang menyerah.
f.
Kebutuhan akan Pemenuhan Diri
Orang bukan hanya ingin hidup, tetapi juga
ingin meningkatkan kualitas kehidupannya, ingin memenuhi potensi-potensi yang
dimilikinya. Ada cara yang digunakan yaitu dengan melakukan cara memperluas
wawasan melalui berbagai kunjungan atau piknik, ada yang dengan membentuk
komunitas tertentu, seorang mubaligh berusaha melakukan pemenuhan dirinya
dengan membentuk organisasi ikatan mubaligh yang dengan itu ia merasa
benar-benar menjadi mubaligh, dan seterusnya.
g.
Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak,
berpersepsi , berpikir dan merasa, dalam menghadapi objek, ide, situasi atau
nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku
terhadap objek tertentu. Sikap biasanya timbul dari pengalaman, pengalaman baik
biasanya melahirkan sikap positif, sedang pengalaman buruk dapat melahirkan
sikap negatif. Pengalaman diperoleh melalui proses belajar. Oleh karena itu
sikap bisa diubah atau diperteguh.
h.
Emosi
Emosi adalah kegoncangan organisme yang
disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Jika
seseorang dihina di hadapan orang banyak misalnya, maka ia akan tersinggung
(kesadaran), kemudian berdebar-debar, berkeringat dan napas terengah-engah
(fisiologis) dan akhirnya ia akan mengadakan tindakan balasan kepada orang yang
menghina itu (keperilakuan).
i.
Kepercayaan
Kepercayaan termasuk faktor sosiopsikologis
manusia yang bersifat kognitif. Yang dimaksud dengan kepercayaan dalam hal ini
bukan kepercayaan keimanan kepada suatu agama misalnya, tetapi keyakinan bahwa
sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman
atau intuisi.
j.
Kebiasaan
Kebiasaan adalah pola perilaku yang dapat
diramalkan. Orang yang mempunyai kebiasaan shalat tahajud, dapat diramalkan
bahwa setiap tengah malam selalu terjaga dari tidur. Kebiasaan adalah aspek
perilaku manusia yang menetap beralngsung secara otomatis, dan secara relatip
tidak direncanakan.
k.
Kemauan
Ada orang yang kuat kemauannya, ada juga yang
kurang kemauannya. Kemauan erat kaitannya dengan tindakan. Oleh karena itu,
kemauan sangat erat hubungannya dengan kesuksesan dan kegagalan cita-cita
seseorang. Pengertian kemauan adalah tindakan yang merupakan usaha seseorang
untuk mencapai tujuan. Kapasitas suatu kemauan biasanya berhubungan dengan
kapasitas sikap. [11]
Jalaludin
Rahmat mengklasifikasikannya ke dalam tiga komponen, yaitu
komponenafektif, kognitif, dan konatif. Komponen pertama merupakan
aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Sementara
komponen kognitifadalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang
diketahui manusia. Dan komponen konatif adalah
aspek visonal yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen afektif dari faktor sosiopsikologis terdiri dari motifsosiogenesis,
sikap dan emosi. Berikut ini penjelasan Jalaluddin mengenai motif-motif
tersebut:[12]
a. Motif sosiogenesis
Motif sosiogenesis merupakan
motif sekunder yang dapat memengaruhi perilaku sosial manusia. Secara singkat,
motif-motif sosiogenesis dapat dijelaskan meliputi motif ingin tahu, yang
meliputi mengerti, menata, menduga, motif kompetensi, motif cinta, motif harga
diri dan kebutuhan untu mencari identitas, kebutuhan akan nilai dan kedambaan
akan makna kehidupan serta kebutuhan akan pemenuhan diri.
b. Sikap
Sikap adalah salah
satu konsep dalam psikologi sosial yang paling banyak didefinisikan
para ahli. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis
motif sosiogenesis yang diperoleh melalui proses belajar. Ada pula
yang melihat sikap dengan kesiapan saraf sebelum memberikan respon. Dari
beberapa definisi yang ada, Jalaludin menyimpulkan beberapa hal berikut: Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi atau nilai, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi,
relatif lebih menetap serta mengandung aspek evaluatif dan muncul dari
pengalaman.
c. Emosi
Emosi
adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan
dan proses fisiologis. Coleman dan Hammen mengungkapkan bahwa emosi dapat
berfungsi sebagai pembangkit energi, pembawa informasi tentang diri seseorang,
pembawa pesan kepada orang lain dan sumber informasi tentang keberhasilan.
Emosi
berbeda-beda dalam hal intensitas dan lamanya. Dari segi intensitasnya ada yang
berat, ringan dan desintegratif. Emosi ringan meningkatkan perhatian seseorang
kepada situasi yang dihadapi disertai dengan perasan tegang sedikit. Emosi kuat
disertai dengan rangsangan fisiologis yang kuat. Dan emosi desintegratif
terjadi dalam intensitas emosi yang memuncak. Sementara dari segi
lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat dan ada yang lama. Emosi ini
akan mempengaruhi presepsi seseorang atau penafsiran stimuli yang merangsang
alat indra.
Selanjutnya
komponen kognitif dari faktor-faktor sosiopsikologis adalah kepercayaan.
Kepercayaan di sini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang ghaib. Akan
tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar
bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi. Dengan demikian kepercayaan
di sini adalah yang memberikan presepsi pada manusia dalam mempresepsi
kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap
terhadap objek sikap.
Sementara
komponen konatif dari faktor sosiopsikologis terdiri atas
kebiasaan dan kemauan. Jalaludin mendefinisikan kebiasaan sebagai aspek
perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, tidak direncanakan.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang
berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi
seseorang berkali-kali. Sementara kemauan merupakan usaha seseorang dalam
mencapai tujuan. Usaha di sini tentu sangat berkaitan dengan pengetahuan
seseorang tentang hal yang akan dicapai tersebut.
3.
Faktor
Spiritual (ruhani)
Selain
motivasi biologis dan sosiopsikologis, manusia juga memiliki
motivasi yang bersifat spiritual. Motivasi ini tidak berkaitan dengan kebutuhan
mempertahankan eksistensi diri atau memelihara kelanggengan spesies. Motivasi
spiritual erat hubungannya dengan upaya memenuhi kebutuhan jiwa dan ruh.
Sekalipun demikian, motivasi ini juga menjadi kebutuhan pokok manusia. Karena
motivasi inilah yang bisa memberikan kepuasan hidup, rasa aman, tentram, dan
bahagia. Di antara beberapa motivasi spiritual yang penting
dalamkehidupan manusia adalah motivasi beragama. Dalam
bukunya Psikologi Agama, Jalaluddin mengatakan bahwa:
“Hampir
seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan
dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minun,
pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil hasil riset
dan observasi, mereka mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat
semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi
kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan.
Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan
untuk mencintai dan dicintai Tuhan”.[13]
Oleh
sebab itu, dalam pandangan Islam secara fitrah manusia sejak dilahirkan
memiliki potensi keberagamaan. Namun potensi ini baru dalam bentuk sederhana,
yaitu berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada
sesuatu. Allah Swt. telah mengisyaratkan adanya potensi dasar
yang dimiliki manusia untuk beragama dalam firman-Nya:
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah
wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
وَإِذْ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ
عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku
ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Melalui
ayat tersebut Allah subhanallahu wa ta’ala menerangkan bahwa Dia
telah mengadakan perjanjian dengan anak keturunan Adam. Allah Swt. mengambil
persaksian mereka atas kemahakuasaan-Nya, yakni ketika mereka berada di alam
ruh sebelum diciptakan di alam bumi. Oleh karena itu, pada hari kiamat nanti
mereka tidak akan bisa mengingkari keesaan Allah. Dengan perkataan lain, ayat
ini menerangkan bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki kesiapan secara fitrah
untuk beragama, mengenal Allah, beriman dan mentauhidkan-Nya.
4.
Faktor
Situasional
Perilaku
manusia terkadang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar dirinya. Faktor
ini sering disebut sebagai faktor situasional. Secara garis besar, faktor
ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu aspek-aspek objektif dari
lingkungan, lingkungan psikososial dan stimuli yang mendorong dan
memperteguh perilaku. Aspek-aspek objektif dari lingkungan yang dapat
memengaruhi perilaku seseorang terdiri atas beberapa faktor sebagai berikut:
Faktor ekologis, Faktor desain dan arsitektural, Faktor temporal, Faktor
analisis perilaku, Faktor teknologis, dan Faktor sosial.
Sementara
faktor-faktor sosial yang memengaruhi perilaku manusia terdiri atas sistem
peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan
organisasi dan karakteristik populasi. Dalam organisasi, hubungan antar anggota
dan ketua diatur oleh sistem peranan dan norma-norma kelompok. Besar kecilnya
organisasi akan memengaruhi jaringan komunikasi dan sistem pengambilan
keputusan. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik
biologis memengaruhi pola-pola perilaku anggota-anggota populasi itu.
Presepsi
seseorang tentang lingkungan akan memengaruhi perilakunya dalam lingkungan itu.
Lingkungan lazim disebut dengan iklim. Dalam organisasi, iklim psikososial
menunjukkan presepsi orang tentang kebebasan individual, ketetapan pengawasan,
kemungkinan kemajuan, dan tingkat keakraban. Dalam studi komunikasi organisasi
menunjukkan bagaimana iklim organisasi memengaruhi hubungan komunikasi antara
atasan dan bawahan, atau di antara orang-orang yang menduduki posisi sama.
Dalam perkembangannya, kemudian para antropolog memperluas istilah iklim ke
dalam masyarakat secara keseluruhan. Sehingga muncullah pendapat bahwa
pola-pola kebudayaan yang dominan, ideologi dan nilai dalam presepsi anggota
masyarakat mampu memengaruhi perilaku sosial.
Faktor-faktor
situasional di atas, tidaklah mengesampingkan faktor-faktor personal yang
dimiliki seseorang. Namun demikian juga tidak dapat dipungkiri besarnya
pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. Perlu disadari bahwa
manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapi
sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Dengan perkataan lain
perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara keunikan individu dengan
keumuman situasional.[14]
BAB
III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia
itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri. Ada beberapa ciri-ciri
perilaku manusia yang membedakan dirinya dengan makhluk yang lain, diantara
yaitu: manusia memiliki kepekaan sosial, tingkah lakunya berkesinambungan, memiliki
orientasi kepada tugas, mempunyai sifat kejuangan, dan memiliki keunikan.
Ada
empat faktor yang mempengaruhi perilaku manusia diataranya yaitu Faktor
Personal (biologis). Pada Motif
biologis ini yang mempengaruhi perilaku manusia dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: pertama, kebutuhan makan, minum dan istirahat. Kedua, kebutuhan seksual.
Faktor Sosiopsikologis, pada faktor ini ada beberapa motif yang mempengaruh
perilaku manusia, diantaranya yaitu: motif ingin tahu, motif kompetensi, motif
cinta, motif harga diri, kebutuhan akan nilai dan makna hidup, sikap, emosi,
kepercayaan, kebiasaan, dan kemauan. Kemudian ada Faktor Spiritual dan yang
yang terakhir ada Faktor Situasional, pada faktor ini dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu aspek-aspek objektif dari lingkungan, lingkungan psikososial dan
stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku. Aspek-aspek objektif dari
lingkungan yang dapat memengaruhi perilaku seseorang terdiri atas beberapa
faktor sebagai berikut: Faktor ekologis, Faktor desain dan arsitektural, Faktor
temporal, Faktor analisis perilaku, Faktor teknologis, dan Faktor sosial.
[1] Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hal. 56
[2] Ibid, hal. 57
[3] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori
Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal. 135
[4] Soekidjo Notoatmodjo, Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 97
[5] Saifuddi Azwar, Sikap Manusia;
Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1997, hal. 124
[6] Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah,
hal. 75
[7] Sarlito Wirawan sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), hal. 30
[8] Ibid, hal31
[9] Ahmad Mubarok, hal. 76-77
[10] Ahmad Mubarok, hal. 78
[11] Ahmad Mubarok, hal. 81-87
[12] Jalaludin Rakhmat, Psikologi
Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1985), hal. 264
[13] Jalaludin Rakhmat, Psikologi
Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 114
[14]Jalaludin Rakhmat, Psikologi
Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 119
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda