Jumat, 07 Juli 2017

TERM AL-QURAN



1.      PENGERTIAN,TUJUAN DAN FUNSI AL-QURAN
a.    Pengertian
-Dari segi etimologi berasal dari kata
ﻤﻋﺟﺰﺍ- ﺍﻋﺟﺍﺰﺍ - ﻴﻋﺟﺰ -ﺃﻋﺟﺰ
 Yang artinya: melemahkan, ketidak mampuan, mengalahkan lawan atau musuh.
     Dari segi terminologi: Menyatakan kebenaran nabi dalam segi dakwah kerasulannya itu dan menyatakan  kelemahan orang arab untuk menentangnya.
     Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
     Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.

b.    Tujuan
- untuk melemahkan dan mengalahkan usaha orang-orang yang menentang seruan para rasul
- Mendorong orang berfikir dan membuka pintu-pintu ilmu pengetahuan
- Menyeru dan memanggil untuk memasuki gudang ilmu
- untuk menyempurnakan ajaran-ajaran kitab fardlu

        c.    Fungsi
-    Al-qur’an kitab yang universal
Al-qur’an tidak menghususkan pembicaraannya kepada bangsa tertentu seperti bangsa arab atau kelompok tertentu, seperti kaum muslimin. Akan tetapi, ia berbicara kepeda seluruh manusia, baik umat islam maupun non islam, termasuk orang-orang kafir, musyrik, yahudi, nasrani, maupun bani israil. Al-qur’an menyatu kepada semua penghuni alam tanpa membedakan setatus dan golongan

-    Al-qur’an kitab yang sempurna
Tujuan al-qur’an akan dapat di capai dengan pandangan realistik terhadap alam dan dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak serta hukum-hukum perbuatan.
-    Al-qur’an kitab yang abadi
Al-qur’an adalah kitab yang abadi sepanjang masa. Suatu perkataan yang sepenuhnya benar dan sempurna  maka tidak mungkin ia terbatas oleh zaman
-    Al-qur’an mengandung kebenaran
Al-qur’an menjadi bukti kebenran nabi muhammad saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam bentuk tantangan yang sifatnya bertahap

2.      SEJARAH TURUNNYA AL-QURAN DAN PENULISANYA

a.       Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Beransur-Ansur
     Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:

1.      Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.

2.      Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).

3.      Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.

4.      Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus.

b.      Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah dan Khulafa’     Ar-Rasyidin

1.          Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
     Pada masa ini Rasulullah mengangkat beberapa orang untuk dijadikan sebagai jurutulis, diantaranya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Tugas mereka adalah merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Alat yang digunakan masih sangat sederhana. Para sahabat menulis Al-Qur’an pada ‘usub (pelepah kurma), likaf (batu halus berwarna putih), riqa’ (kulit), aktaf (tulang unta) dan aqtab (bantalan dari kayu yang biasa dipakai dipunggung unta).
     Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-ayat Al-Qur’an dengan yang lainnya, misalnya hadits Rasulullah, maka beliau tidak membenarkan seorang sahabat manulis apa pun selain Al-Qur’an. Larangan ini dipahami oleh Dr. Adnan Muhammad Zarzur sebagai suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menjamin nilai akurasi Al-Qur’an.[1] Setiap kali turun ayat Al-Qur’an Rasulullah memanggil jurutulis wahyu. Kemudian Rasulullah berpesan, agar meletakkan ayat-ayat yang turun itu disurat yang beliau sebutkan.

2.      Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin
a.      Pada Masa Abu Bakar
     Pada dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada waktu Nabi masih hidup. Hanya saja surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Orang yang pertama kali menyusun Al-Qur’an adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada saat kepemimpinan Abu Bakar terjadi masalah berat, diantaranya mengenai pengakuan Nabi baru yang menimbulkan pertikaian dan sedikitnya 700 hafidz Al-Qur’an gugur. Hal itu merupakan bahaya besar yang dapat mengancam kelestarian Al-Qur’an. Maka hal itu harus segera diatasi. Setelah Umar melihat langsung pertikaian tersebut dan ia segera menemui Abu Bakar, agar berkenan untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan dalam hapalan dan dalam tulisan.
     Kemudian Setelah peristiwa tersebut, Zaid bin Tsabit (seorang jurutulis wahyu) diminta bertemu dengan Abu Bakar untuk membantu dalam pengumpulan Al-Qur’an. Zaid bin Tsabit pun setuju dalam membantu pengumpulan dan penulisan al-qur’an. Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan, tanpa didukung tulisan.[2] Sikap kehati-hatian Zaid tersebut berdasarkan pesan Abu bakar kepada Zaid dan Umar.
     Pekerjaan yang dibebankan kepundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, pada tahun 13 H. Dibawah pengawasan abu bakar, umar dan tokoh sahabat lainnya.[3] Tidak syak lagi ketiga tokoh yang telah disebut-sebut dalam mengumpulan al-qur’an pada masa Abu bakar, yakni Umar yang terkenal dengan terobosan-terobosan jitunya menjadi pencetus ide, Zaid mendapatkan kehormatan karena di percaya untuk mengumpulkan kitab suci Al-qur’an yang memerlukan kejujuran, kecermatan, dan kerja keras. Khalifah Abu bakar sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri.Setelah sempurna, berdasarkan musyawarah tulisan al-qur’an yang sudah terkumpul itu dinamakan “mushaf”.
b.      Pada masa utsman bin Affan
     Dalam menetapkan bentuk al-quran menyiratkan bahwa perbedaan-perbedaan serius dalam qira’at ( cara membaca ) al-qur’an, perselisihan tentang bacaan al quran muncul dikalangan tentara tentara muslim yang sebagian direkrut dari siria dan sebagian lagi dari irak. Khalifah berumbuk dengan para sahabat senior nabi dan akhirnya menugaskan zaid bin tsabit “ mengumpulkan” al-quran. Bersama zaid, ikut bergabung tiga anggota keluarga mekkah terpandang: “ abdullah bin zubair, sa’id bin Al-‘ish dan Abd Ar-Rahma bin Al-harits.
     Prinsip yang mereka ikuti dalam menjalankan tugas bahwa dalam kasus kesulitan bacaan, dialek quraisy- suku dari mana nabi berasal harus dijadikan pilihan. Al quran direvisi dengan nabi berasal dan dibandingkan dengan suhuf yang berada ditangan hafshah. Dengan demikian suatu naskah otoriatif ( absah ) al quran disebut mushaf “ ustmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinan dibuat dan dibagikan ke pusat-pusat utana daerah islam.
     ‘utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf-mushaf yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.[4]
b.      Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kemabli dihadapan nabi pada saat – saat terakhir.
c.       Kronologis surat dan ayat seperti yang sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf Utsman
d.      Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda dengan lafazh-lafazh al-qur’an ketika turun
e.       Semua yang bukan termasuk al-qur’an dihilangkan




3.      SEJARAH KONDIFIKASI AL-QURAN
     Sejarah Kodifikasi Al-Quran
     Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril a’s. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh manusia. Di dalamnya terkandung pelbagai ilmu, hikmah dan pengajaran yang tersurat maupun tersirat.
     Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi.
     Mushaf Al-Qur’an yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al-Qur’an langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an), dan kamilah yang akan menjaganya"

Al-Quran pada jaman Rasulullah SAW.
Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara:

Pertama : al Jam'u fis Sudur
     Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.

Kedua : al Jam'u fis Suthur
     Yaitu wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun waktu 23 tahun berikutnya dimana Rasulullah. SAW setiap kali turun wahyu kepadanya selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat untuk menulis hadis-hadis beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an. Rasul SAW bersabda  "Janganlah kalian menulis sesuatu dariku kecuali Al-Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya " (Hadis dikeluarkan oleh Muslim (pada Bab Zuhud hal 8) dan Ahmad (hal 1).
     Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa ar-Riqa' (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang), al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai 40 orang. Adapun hadis yang menguatkan bahwa penulisan Al-Qur’an telah terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan sanadnya yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata:  "Suatu saat kita bersama Rasulullah s.a.w. dan kita menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada kulit binatang ".
     Dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal adalah: Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Salin bin Ma'qal.
     Adapun hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-Qur’an pada waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al-Qur’an ke wilayah musuh. Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah kalian membawa catatan Al-Qur’an kewilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan Al-Qur’an tersebut jatuh ke tangan mereka”.
     Kisah masuk islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam buku-bukus sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang bernama Fatimah sedang membaca awal surah Thaha dari sebuah catatan (manuskrip) Al-Qur’an kemudian `Umar mendengar, meraihnya kemudian memba-canya, inilah yang menjadi sebab ia mendapat hidayah dari Allah sehingga ia masuk islam.
     Sepanjang hidup Rasulullah s.a.w Al-Qur’an selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu karena Al-Qur’an diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.

4.      ISI DAN KANDUNGAN AL-QURAN YANG BERHUBUNG DENGAN AKIDAH DAN IBADAH

 Kandungan dan Isi Al-Qur’an

     Al-Qur’an diturunkan Allah SWT pada bulan Ramadhan. Oleh karna itu, umat Islam sangat dianjurkan memperbanyak membaca Al-Qur’an di bulan ini. Bukan berarti tidak membaca di bulan selain Ramadhan tetapi bagaimana supaya di dalam bulan Ramadhan lebih diperbanyak lagi membaca Al-Qur’an.
Al-Qur’an yang memang betul-betul dipahami, bukan saja dibaca akan melahirkan tokoh-tokoh Islam yang beriman dan mampu menciptakan perubahan dalam masyarakat demi kemajuan suatu negeri. Dicontohkan disini, negara Islam Iran yang mampu melahirkan banyak tokoh Islam yang cendekia sehingga keberadaannya disegani oleh Amerika karna mampu menciptakan senjata seperti nuklir. Amerika dibuat waspada oleh adanya ilmuan-ilmuan Islam ini.

     Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya membacanya saja tanpa mau memahami isi yang terkandung di dalamnya. Di bulan Ramadhan, banyak orang-orang berlomba mengkhatamkan Al-Qur’an. Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang diutamakan akan tetapi menelaah dan mempelajari Al-Qur’an yang sangat dianjurkan agar tidak terjadi kesalahpahaman memaknai Islam seperti yang terjadi belakangan ini dimana banyak timbul aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

     Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya adalah tidak memahami kandungan ayat Al-Qur’an seperti yang telah penulis katakan di atas. Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi tidak mempelajari. Sebagai masukan, pelajarilah Al-Qur’an agar kita semua umat Islam dapat bersatu kembali seperti pada masa Nabi.

Aqidah / Akidah

     Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.       Tauhid, kepercayaan pada allah swt, Malaikat-malaikatnya, Kitab-kitabnya, para Rasul-Nya, hari kemudian, Qadla dan Qadar yang baik dan buruk.

اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

     Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (AL BAQARAH: 255)



Ibadah

     Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari pengertian "fuqaha" ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir rukum islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu menjalankannya. Tuntunan ibadat sebagai perbuatan yang menghidupkan jiwa tauhid


5.      ISI AL-QURAN YANG BERHUBUNG DENGAN AKHLAK DAN MUAMALAH

    Akhlaq / Akhlak

     Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya. Janji dan ancaman:Al-Quran menjanjikan pahala bagi orang yang mau menerima dan mengamalkan isi Al-Quran dan mengancam mereka yang mengingkarinya dengan siksa.

Akhlak Kepada Kedua Orang Tua
Al Israa’ : 23-24
- وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan kepadaNya, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang mereka itu atau keduanya telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka janganlah engkau katakan kepada keduanya “ah”, dan janganlah engkau bentak keduanya, dan berkatalah kepada keduanya perkataan yang mulia.” (23) “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang, dan ucapkanlah, “Hai Tuhanku, kasihanilah keduanya, sebagaimana mereka telah memeliharaku waktu kecil”. (24)
Uraian: Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah, kita diharuskan untuk menyembah hanya kepadaNya. Kita dilarang berbuat yang tidak baik kepada orang tua, bahkan untuk berkata “ah” saja kita dilarang. Saat orang tua kita sudah berusia lanjut, mereka membutuhkan kita (sebagai anak) untuk merawat mereka dengan penuh kasih sayang seperti mereka saat merawat kita dari kecil hingga sekarang. Diwajibkan bagi kita untuk berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadaNya untuk kebahagian mereka di dunia maupun di akhirat.

Pengertian Muamalah

     Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu terhadap yang lainnya.
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;
Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar maupun dalam hal utang piutang.


Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 280 yang berbunyi:

Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

    Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Dan Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk berinterksi dan bermuamalah dengan cara bertebaran di muka bumi untuk mencari rezki Allah. Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumah ayat : 10 yang berbunyi :

Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

6.         Isi dan Kandungan Al-Qur’an Yang Berhubungan Dengan Sains

1)         Manusia dalam perspektif al-Qur’an dan sains
      Hasil pengkajian yang dilakukan para ahli dari dulu sehingga sekarang belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Hal ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), economicus (manusia ekonomi), dan sebagainya,
      Di dalam al-Qur’an ada empat kata yang biasa diartikan sebagai manusia, yaitu al-Basyar, an Nas, al Ins atau al Insan dan Bani Adam. Al Basyar adalah gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia juga disebuta an-Nas, yakni yang menunjukkan makhluk yang saling membutuhkan, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa. Mnusia juga sering disebut al-Insan. Kata al-Insan mengandung pengertian makhluk mukallaf  (ciptaan Allah yang dibebani tanggungjawab). Pengemban amanah Allah Swt. dan khalifah Allah Swt. di bumi.

2)         Penciptaan alam semesta dalam perspektif al-Qur’an dan sains

        Penciptaan langit dan bumi adalah Allah Swt. Semua diciptakan dalam waktu “enam hari” yang kemudian dipahami dengan enam masa atau enam periode. Kesimpulan yang dapat diastrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang terjadi dalam sekejap. Peristiwa ini dikenal dengan big bang, membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milayar tahun yang lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal.
       Semua yang sudah kita cemati sejauh ini menunjukkan fakta yang jelas bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah yang seluruh berita di dalamnya terbukti kebenarannya. Fakta tentang hal-hal ilmiah dan berita tentang masa depan, fakta-fakta yang tak seorang pun mengetahuinya pada saat itu, telah di paparkan di dalam al-Qur’an. Sudah jelas bahwa ini menjad bukti al-Qur’an bukan pekataan manusia. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan dan sains yang mutlak kebenarannya.   





7.         Pengertian Munasabah, Macam-macam dan Urgensi Serta Kegunaan Mempelajarinya  

A.        Pengertian Munasabah
     Secara etimologi munasabah berarti Al-musyakalah (keserupaan)/(kedekatan). Istilah munasabah digunakan dalam qiyas Al-Wasf Al-Muqarib Al-Hukm dan berarti (gambaran yang berhubungan dengan hukum). “Istilah munasabah diungkapkan pula dengan kata rabah (pertalian).

B.        Macam-macam Munasabah

1)         Munasabah Antarsurat dengan Surat Sebelumnya
2)         Munasabah Antar nama Surat dan Tujuan Turunnya
3)         Munasabah Antarbagian Suatu Ayat
4)         Munasabah Antarayat Yang Letaknya Berdampingan
5)         Munasabah Antar-Suatu Kelompok dan Kelompok Ayat di Sampingnya
6)         Munasabah Antarfasbilah (Pemisah) dan Isi Ayat
7)         Munasabah Antarawal Surat dan Akhir Surat Yang Sama
8)         Munasabah Antar-Penutup Suatu Surat Dengan Awal Surat Berikutnya

C.        Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah

a.         Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema al-Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian yang lainnya.
b.         Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al-Qur’an baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
c.         Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat surat yang satu dari yang lain.
d.         Dapat membantu dalam  menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
      Ilmu Munasabah yang merupakan hal baru dalam cabang ulumul qur’an, telah mendapatkan perhatian khusus di kalangan para ulama. Sebab dengan ilmu ini akan dapat diusahakan sebagai ilmu pencarian korelasi dan hubungan baik antar kata, ayat, maupun surat dalam al-Qur’an. Hal ini bertujuan agar lebih memahami al-Qur’an tersebut secara utuh dan menyeluruh terutama dalam penafsirannya.
      Konsep ilmu munasabah, memberikan nilai khusus bagi pendidikan. Terutama pada segi pelaksanaan pendidikan mulai dari kurikulum, materi ajar, dan proses pembelajaran sampai pada evaluasi.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda