JURNAL MENGENAI REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masa
remaja adalah suatu masa peralihan yang sering menimbulkan gejolak. Menurut
Hurlock, masa remaja adalah salah satu periode
dari perkembangan manusia yang merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa, meliputi perubahan biologik, perubahan
psikologik dan perubahan sosial. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13
tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan masa remaja akhir dimulai pada usia 16 atau
17 tahun sampai 18 tahun. Dengan demikian, masa remaja akhir adalah masa yang
sangat singkat. Seiring dengan perkembangan hubungan social, remaja harus dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan luar selain keluarga, seperti meningkatnya
pengaruh kelompok teman sebaya.
Para
remaja cenderung berpenampilan seperti yang dikehendaki kelompoknya (Hurlock,
1997). Penampilan fisik berpengaruh besar terhadap penerimaan diri remaja dalam
kelompoknya. Penerimaan diri ini merupakan suatu proses dalam mencari identitas
diri. Berkaitan dengan pencarian identitas diri, terdapat periode para remaja
sangat senang untuk mencoba sesuatu yang baru atau yang sedang trend dan
berkaitan dengan citra diri yang ingin ditampilkan oleh remaja tersebut.
Mengikuti trend, membuat para remaja merasa percaya diri dan diterima oleh
lingkungan sosialnya.
Pada
perkembangan kepribadian, remaja sebenarnya berada dalam tempat yang tidak
jelas. Remaja sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi tidak pula
termasuk golongan orang dewasa.
Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk
menguasai fungsi-fungsi
fisik maupun psikisnya (Monks, dkk, 1991).
Salah
satu faktor psikologis yang berperan dalam pembentukan perilaku membeli adalah
tingkat konformitas. Semakin konform remaja terhadap kelompok teman sebaya,
maka semakin mudah dipengaruhi untuk melakukan pembelian Sunarto (2003).
Keterikatan
dengan kelompok teman sebaya sangat mempengaruhi perilaku remaja. Norma yang
ada dalam kelompok tersebut menyebabkan remaja berkonformitas. Myers (1983)
menyatakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku remaja sebagai akibat
dari tekanan kelompok. Terlihat dari
kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan
sehingga terhindar dari celaan maupun keterasingan. Hal tersebut membuat remaja
cenderung memperhatikan penampilannya agar dapat diterima oleh kelompoknya. Berbagai
usaha dilakukan remaja agar dapat tampil dan diterima oleh kelompoknya.
Penyesuaian
diri remaja terhadap kelompok yang diikutinya akan semakin kuat jika ada
ketergantungan antara remaja dengan anggota kelompok lainnya. Penyesuaian diri
yang kuat terhadap kelompoknya mengakibatkan remaja cenderung melakukan
konformitas terhadap kelompok teman sebayanya (Sears dkk, 1994).
Ketaatan
remaja terhadap norma kelompok, kepercayaan yang besar terhadap kelompok,
perasaan takut terhadap penyimpangan norma kelompok dan perasaan takut jika
mendapat celaan dari lingkungan sosialnya mendukung remaja untuk melakukan
konformitas yang tinggi Sears dkk (1994).
Di
sisi lain, Hurlock (1990) menyatakan bahwa konformitas akan semakin tinggi
apabila dalam kelompok tersebut anggota-anggotanya
melakukan hal yang sama. Keinginan remaja untuk sama dengan kelompok
mempengaruhi perilaku membelinya.
Remaja
terus-menerus membeli barang-barang yang dapat menunjang penampilan padahal
barang-barang yang mereka miliki masih bermanfaat. Ketaatan mereka untuk selalu
berpenampilan sama dengan pola dan harapan kelompok ternyata justru mendorong
mereka untuk melakukan pembelian secara tidak wajar.
Sesuai
dengan penelitian Artledia Sihotang (2009) bahwa besarnya
sumbangan efektif konformitas terhadap kelompok teman sebaya dalam mempengaruhi
pembelian pada remaja adalah
3,60%. Keputusan membeli
pada remaja dipengaruhi oleh faktor lain diluar konformitas terhadap kelompok
teman sebaya sebesar 96,4%. Hal ini berarti konformitas terhadap kelompok teman
sebaya memang mempengaruhi pembelian impulsif meskipun tidak terlalu besar
pengaruhnya.
Pada
masa remaja awal, remaja akan lebih mengikuti standar-standar atau norma-norma
teman sebaya daripada yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Norma-norma
tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antara sesama anggota kelompok
(Santrock). Remaja lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok
dibandingkan mengembangkan norma diri sendiri dan mereka juga akan berusaha
untuk menyesuaikan diri terhadap norma yang ada dalam kelompok. Remaja
mulai berpikir mengenai karakter ideal diri mereka dan orang lain serta
membandingkan diri mereka dengan standar ideal orang lain (Santrock, 2001).
Kemampuan
yang dimiliki remaja dapat meningkatkan atau menurunkan pandangan teman-teman
sebaya terhadap dirinya. Sesuatu yang bersifat pribadi seperti tampang, bentuk
tubuh, pakaian atau perhiasan, dan sebagainya, sangat diminati karena erat
berkaitan dengan keberhasilannya dalam pergaulan. Remaja menjadi sangat memperhatikan
penampilan dan menghabiskan banyak uang dan waktu serta usaha yang
sungguh-sungguh untuk membuat penampilannya menjadi lebih baik (Ibrahim, 2002).
Salah
satu bentuk konformitas yang terjadi pada remaja adalah keputusan untuk membeli
iPhone5. Pada masa remaja, kematangan emosi
individu belum stabil yang mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku
membeli yang tidak wajar. Membeli
tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, tetapi membeli
dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, hanya
ingin mencoba produk baru, dan ingin memperoleh fungsi yang sesungguhnya dan
menjadi suatu ajang pemborosan biaya karena belum memiliki penghasilan sendiri
(Zebua & Nurdjayadi, 2001).
Persaingan ketat antara perusahaan
smartphone semakin menuntut produsen untuk menciptakan keunggulan dari produk
yang dikeluarkan agar tidak tersisih dengan perusahaan pesaing. Di masa
sekarang ini masyarakat membutuhkan smartphone dengan kemampuan mengakses
internet yang terbaik dan memiliki fitur-fitur yang canggih.
Kualitas
produk yang baik adalah salah satu cara bagi perusahaan untuk memenangkan
persaingan. Persaingan kualitas produk yang sengit menuntut para pemasar untuk
dapat menyediakan produk-produk yang berkualitas serta dapat mengembangkan
suatu produk yang bermanfaat, bervariasi, dan inovatif sesuai dengan kebutuhan
pasar serta harapan konsumen.
Sejalan
dengan perkembangan teknologi smartphone dan pergeseran selera konsumen, maka
produsen apple mengeluarkan smartphone canggih yang diberi nama iPhone. Apple
mengeluarkan smartphone canggih tersebut pada tahun 2007 dengan tipe iPhone 2G
dan seiring perkembangannya dikeluarkanlah iPhone5 pada tahun 2012 yang masih
banyak diminati masyarakat hingga saat ini.
Suatu
merek penting untuk membedakan produk mereka dengan produk pesaing lainnya dan
dapat menjadi salah satu faktor dalam keunggulan bersaing. Bagi remaja, suatu
merek dapat menjadi suatu hal yang penting ditambah lagi dengan adanya
konformitas dari kelompok teman sebaya yang sudah menggunakan iPhone5. Dari sejumlah hasil
riset, sebagian besar sasaran utama iklan adalah remaja karena karakteristik
remaja yang masih labil menyebabkan mereka mudah dipengaruhi untuk melakukan impulsive buying. Pengaruh kelompok teman sebaya inilah yang terjadi
pada siswa SMA AL-ULUM MEDAN.
Salah
satu alasan utama remaja melakukan konformitas adalah demi memperoleh
persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Hal inilah yang memicu remaja
untuk melakukan apa yang dilakukan anggota kelompok dalam berbagai hal
(Hurlock, 1996) remaja yang mengambil keputusan membeli iPhone5 salah satu
contoh adanya konformitas dari anggota kelompok. Mereka ingin diakui oleh
anggota kelompok teman sebayanya dan pada akhirnya memutuskan untuk membeli iPhone5
tersebut agar diterima dalam kelompok tersebut, meskipun harga iPhone5 tersebut
lebih mahal dibanding dengan harga smartphone lainnya. Mengikuti trend membuat
para remaja merasa percaya diri dan diterima oleh lingkungan sosialnya.
Berk
(1993) menambahkan bahwa konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata
merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada fase remaja. Banyak remaja
bersedia melakukan berbagai perilaku demi pengakuan kelompok bahwa ia adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok tersebut. Keinginan yang kuat untuk
melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua membuat remaja mencari
dukungan sosial melalui teman sebaya. Kelompok teman sebaya menjadi suatu
sarana sekaligus tujuan dalam pencarian jati diri.
Namun,
penelitian yang dilakukan oleh Rusich (2000) pada mahasiswa psikologi
Universitas Loyola, New Orleans yang berusia 18 tahun membuktikan bahwa
konformitas pada kelompok tidak berpengaruh pada keputusan membeli subjek.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Mahdalela (1998) terhadap siswa SMU BOPKRI
1 Yogyakarta juga membuktikan bahwa interaksi dengan teman di lingkungan
pergaulan sekolah tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku
membeli remaja.
Fakta-fakta
di atas menunjukkan bahwa konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan keputusan membeli
merupakan suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut dari
tinjauan Psikologi. Untuk itulah penelitian ini diadakan, yaitu untuk menguji
ada atau tidaknya hubungan antara konformitas terhadap kelompok teman sebaya
dengan keputusan membeli pada
remaja. Atas dasar
itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Konformitas Remaja dengan Keputusan Pembelian iPhone5 Pada Siswa SMA AL-ULUM
MEDAN”.
1.2 Perumusan
Masalah
Permasalahan
pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara
konformitas terhadap keputusan siswa SMA AL-ULUM dalam membeli iPhone5 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
faktor konformitas terhadap keputusan pembelian iPhone5 pada siswa SMA AL-ULUM.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
·
Secara
teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan di bidang Psikologi
Sosial, khususnya mengenai bagaimana hubungan konformitas remaja dengan
keputusan pembelian brand iPhone5 pada siswa SMA.
·
Penelitian
ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat
melakukan penelitian lebih lanjut.
1.4.2 Manfaat
Praktis
·
Peneliti
berharap malalui hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana hubungan
konformitas remaja dengan keputusan pembelian iPhone5 pada siswa SMA.
·
Penelitian
ini diharapkan akan bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat
tentang bagaimana peran konformitas pada remaja dalam mengambil sebuah
keputusan membeli.
1.5 Sistematika
Penulisan
Adapun
sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah :
Bab
I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang
penelitian, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat serta sistematika penulisan.
Bab
II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis dari
masing-masing variabel yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah, yaitu
mengenai humor, stres dan remaja serta memuat hubungan antar variabel dan hipotesa.
Bab
III : Metodologi Penelitian
Bab ini memuat identifikasi variabel,
definisi operasional, populasi dan sampel, alat ukur, validitas dan reliabilitas alat
ukur serta metode pengolahan data.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Konformitas
2.1.1.1 Pengertian
Konformitas
Menurut Asch (1956) konformitas adalah
perubahan perilaku yang dirancang agar sesuai dengan tindakan orang lain. Maka,
kesesuaian dapat menyebabkan perilaku seseorang berubah disesuaikan dengan
respon atau perilaku orang lain yang dicocokkan dengan keadaan sekitar.
Kesesuaian dapat terjadi tanpa tekanan sosial yang lebih. Menurut Sears (1994) konformitas adalah penyesuaian
individu terhadap persepsi dan penilaian kelompok terhadap suatu hal.
Menurut
Cialdini & Goldstein (Taylor, dkk, 2009) Konformitas adalah kecenderungan
untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku
orang lain. Kartono dan Gulo (2000) menambahkan bahwa konformitas adalah
kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang
norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok.
Santrock
(1998) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana
seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya
karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya
tersebut. Menurut Wiggins (1994) kecenderungan
untuk mengikuti keinginan dan norma kelompok disebut dengan konformitas.
Menurut
Baron dan Byrne (1994) konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja
untuk menganut norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan kelompok
yang mengatur cara remaja berperilaku. Seseorang melakukan konformitas terhadap
kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau
masyarakat.
Dengan
demikian, konformitas dapat didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk
menyesuaikan diri atau mengikuti keinginan orang lain dengan mengubah perilaku
pribadinya sesuai dengan tekanan dari kelompok agar dapat menjaga keharmonisan
dengan anggota kelompok lainnya.
2.1.1.2 Faktor yang
Mempengaruhi Konformitas
Coleman
dan Hartup (dalam Musen dkk,1992) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas, yakni sebagai
berikut:
a.
Jenis Kelamin
Wanita
cenderung lebih mudah melakukan konformitas, kecuali yang mengarah pada perilaku menyimpang (konsumsi NAPZA,
tawuran, bullying)
b.
Tingkat Sosial Ekonomi
Individu
dari sosial ekonomi rendah cenderung lebih mudah melakukan konformitas.
c.
Hubungan Orang tua
Individu
yang kurang diterima kehadirannya oleh keluarga cenderung lebih mudah melakukan konformitas pada hal-hal
negative.
d.
Faktor Kepribadian
Individu
yang kurang percaya akan kompetensi dirinya cenderung melakukan konformitias pada temannya.
Menurut Sears (2004) ada 4 faktor yang mempengaruhi konformitas, antara
lain:
1.
Rasa Takut
terhadap Celaan Sosial
Alasan
utama terjadinya konformitas adalah agar memperoleh persetujuan atau menghindari celaan dari anggota kelompok.
Misalnya, alasan mengapa tidak menggunakan
pakaian yang cerah ke tempat pemakaman karena semua pelayat yang hadir menggunakan pakaian yang gelap.
2.
Rasa Takut
terhadap Penyimpangan
Rasa
takut dipandang sebagai individu yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial.Setiap
individu menduduki suatu posisi dan individu menyadari
bahwa posisi itu tidak tepat. Individu cenderung melakukan suatu hal yang sesuai dengan nilai-nilai kelompok
tersebut tanpa memikirkan akibatnya nanti.
3.
Kekompakan
Kelompok
Kekompakan
yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat
dengan anggota kelompok yang lain, akan
semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui dan semakin menyakitkan bila mereka mencela.
4.
Keterikatan pada
Penilaian Bebas
Keterikatan
sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara
terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu
penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok
yang berlawanan.
2.1.1.3 Aspek-aspek
Konformitas
Sears
dkk (1994), berpendapat bahwa konformitas akan mudah terlihat serta mempunyai aspek-aspek yang khas dalam kelompok. Adapun
aspek-aspek yang dimaksud di dalamnya,
yaitu:
1.
Aspek Kekompakan
Jumlah
total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi
anggotanya. Kekompakkan mengacu pada kekuatan yang
menyebabkan para anggotanya menetap dalam suatu kelompok.
2.
Aspek
Kesepakatan
Individu
yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat, untuk menyesuaikan
pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu,
akan tampak adanya penurunan konformitas.
3.
Aspek Ketaatan
Konformitas
merupakan bagian dari persoalan mengenai bagaimana membuat individu rela melakukan sesuatu yang sebenarnya
tidak ingin mereka lakukan. Salah satu caranya adalah
melalui tekanan sosial.
2.1.2 Keputusan Membeli
2.1.2.1 Pengertian
Keputusan Membeli
Schiffman
dan Kanuk (2004) mendefinisikan suatu keputusan membeli sebagai pemilihan suatu
tindakan dari dua atau lebih pilihan alternative. Menurut Setiadi (2003),
pengambilan keputusan yang diambil oleh seseorang dapat disebut sebagai suatu
pemecahan masalah.
Menurut Swastha dan Irawan (2008) keputusan pembelian
adalah pemahaman konsumen tentang keinginan dan kebutuhan akan suatu produk dengan
menilai dari sumber-sumber yang ada dengan menetapkan tujuan pembelian serta
mengidentifikasi alternatif sehingga pengambil keputusan untuk membeli yang
disertai dengan perilaku setelah melakukan pembelian.
Irawan dan Farid (2000) mengemukakan keputusan pembelian
adalah tahap penilaian keputusan yang menyebabkan pembeli membentuk pilihan di
antara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan dan membentuk
maksud untuk membeli.
Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa keputusan
membeli adalah pemilihan suatu tindakan atau keinginan dan kebutuhan yang
diambil seseorang melalui dua atau lebih pilihan alternative yang menjadikan
sebuah keputusan untuk membeli. Jadi, keputusan pembelian brand iPhone5 pada
remaja adalah suatu tindakan, keinginan dan kebutuhan yang diambil seorang
remaja melalui beberapa alternative pilihan kemudian menimbulkan sebuah
keputusan untuk membeli brand iPhone5.
2.1.2.2
Tahapan Proses Membeli
Proses pengambilan keputusan pembelian yang akan
dilakukan oleh konsumen akan melalui beberapa tahap, antara lain sebagai
berikut (Kotler, 1996):
1.
Problem Recognition
Proses membeli dimulai dengan tahap pengenalan masalah
atau kebutuhan. Kebutuhan dapat
berasal dari dalam pembeli dan dari lingkungan luar. Selain itu pembeli juga
akan menyadari adanya suatu
perbedaan keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya.
2.
Information Search
Ketika seorang konsumen merasa bahwa ia harus membeli
suatu produk untuk memenuhi kebutuhannya,
maka konsumen akan berusaha untuk mencari sebanyak mungkin informasi mengenai produk yang akan mereka
beli. Jumlah informasi yang ingin diketahui
seseorang konsumen tergantung pada kekuatan dorongan kebutuhannya.
3.
Alternative Evaluation
Dalam tahap ini konsumen diharuskan menentukan satu
pilihan diantara berbagai macam pilihan
merek yang ada di pasar.
4.
Purchase
Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah persepsi konsumen tentang merek yang dipilih.
Seseorang konsumen cenderung akan
menjatuhkan pilihannya kepada merek yang mereka
sukai. Sedangkan faktor eksternal adalah sikap orang lain dan situasi yang tak terduga
5.
Postpurchase
Setelah konsumen melakukan keputusan pembelian, maka
pemasar akan mendapatkan dua
kemungkinan tanggapan dari konsumen mereka. Konsumen mungkin akan merasa puas atau tidak puas atas produk yang
telah mereka konsumsi.
2.1.2.3 Tipe Perilaku Pembelian Konsumen
Henry Assael (1995) merumuskan bahwa perilaku pembelian
yang dilakukan oleh konsumen dapat
dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu sebagai berikut:
1.
Perilaku membeli yang kompleks
Keterlibatan konsumen dalam proses pemilihan dan
pembelian produk sangat tinggi. Keterlibatan
konsumen dalam proses pemilihan dan pembelian akan menjadi semakin tinggi apabila produk yang akan dibeli
merupakan produk berharga tinggi, jarang dibeli, berisiko, sangat berkesan, dan informasi yang dimiliki konsumen
mengenai produk tersebut sedikit.
2.
Perilaku membeli
yang mengurangi ketidakcocokan
Keterlibatan
konsumen dalam proses pemilihan serta pembelian produk tinggi, namun konsumen akan melakukan proses pembelian
dengan waktu yang lebih cepat karena perbedaan
dalam hal merek tidak terlalu diperhatikan.
3.
Perilaku membeli
berdasarkan kebiasaan
Keterlibatan
konsumen dalam proses pembelian ini relatif kecil. Selain itu tidak terdapat perbedaan yang mencolok antar berbagai merek
dalam kategori produk sejenis, sehingga pemasar
dapat memanfaatkan promosi harga dan penjualan agar konsumen tertarik untuk membeli produk tersebut.
4.
Perilaku membeli
yang mencari keragaman
Keterlibtan
konsumen dalam proses pembelian relatif kecil, namun terdapat perbedaan yang mencolok antar berbagai merek. Dalam
kondisi ini loyalitas konsumen kecil karena konsumen
sering kali bergantiganti merek dalam kategori produk sejenis.
2.1.2.4 Komponen Dari Keputusan
Membeli
Swastha (1990), mengungkapkan bahwa
keputusan pembelian yang dilakukan konsumen sesungguhnya
merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan. Setiap keputusan yang diambil konsumen terdiri dari tujuh
komponen, yaitu sebagai berikut:
1.
Keputusan
tentang jenis produk
Para
konsumen akan menggunakan uang yang mereka miliki untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Oleh karena itu, produsen
harus bisa menarik konsumen agar mau membelanjakan
uang yang mereka miliki untuk membeli produk tersebut.
2.
Keputusan
tentang bentuk produk
Ukuran,
mutu, corak dan berbagai hal lainnya mungkin akan menjadi bahan pertimbangan konsumen sebelum mereka
melakukan keputusan pembelian. Oleh karena itu,
perusahaan harus dapat memaksimalkan hal-hal yang biasanya dijadikan bahan pertimbangan oleh konsumen.
3.
Keputusan
tentang merek
Dalam
melakukan keputusan pembelian, konsumen juga akan menentukan merek mana yang akan mereka pilih diantara sekian
banyak pilihan merek yang ada di pasar. Oleh karena
itu, perusahaan harus mengetahui alasan yang mendasari konsumen memilih merek tersebut.
4.
Keputusan
tentang penjualnya
Seorang
konsumen mungkin akan memilih toko pengecer kecil, pasar, atau supermarket sebagai tempat untuk membeli produk
tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui
alasan yang mendasari konsumen dalam memilih tempat mereka melakukan keputusan pembelian.
5.
Keputusan
tentang jumlah produk
Konsumen
akan menentukan berapa banyak produk yang akan mereka beli dan konsumsi. Oleh karena itu, perusahaan harus
mampu memperkirakan berapa banyak produk
yang akan dibeli oleh konsumen.
6.
Keputusan
tentang waktu
Waktu
yang dipilih kponsumen untuk melakukan keputusan pembelian akan dipengaruhi oleh ketersediaan dana. Oleh karena itu,
perusahaan harus dapat memperkirakan kapan konsumen
akan melakukan keputusan pembelian agar perusahaan dapat merencanakan waktu produksi dan kegiatan pemasarannya.
7.
Keputusan
tentang cara pembayaran
Konsumen
mungkin akan memilih cara tunai ataupun cicilan untuk membeli produk yang mereka butuhkan. Cara yang akan dipilih
konsumen terkait dengan besarnya dana yang mereka
miliki. Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui cara yang dipilih konsumen
dalam melakukan pembayaran.
2.1.3
Remaja
2.1.3.1 Definisi Remaja
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan
saat ini mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan
fisik.
Piaget (Hurlock, 1991) mengatakan bahwa
secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi
terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa
bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa
sama, atau paling tidak sejajar.
Menurut Monks (1999) remaja adalah
individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan
dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja
awal, 15-18 tahun masa remaja pertengaham dan 18-21 tahun masa remaja akhir.
Berdasarkan dari pengertian yang telah
diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari
masa anak-anak ke masa dewasa dengan batasan usia 12-20 tahun. Pada masa ini remaja banyak mengalami
perubahan baik itu secara fisik, kogntif, dan psikososial.
2.1.3.2 Ciri-ciri Masa
Remaja
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) ciri-ciri
masa remaja antara lain :
a.
Masa
remaja sebagai periode yang penting.
Semua periode perkembangan merupakan
periode yang penting, namun, ada yang lebih penting karena akibatnya yang
secara langsung terhadap sikap dan perilaku serta akibat jangka panjang.
Sebagaimana Tanner mengatakan “
usia antara 12-16 tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang
menyangkut pertumbuhan dan perkembangan “ perkembangan fisik yang cepat dan
penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada
awal masa remaja.
b.
Masa
remaja sebagai periode peralihan.
Dalam masa peralihan, terdapat
keragu-raguan terhadap status dan peran seseorang. Pada masa ini seseorang bukan lagi anak-anak
dan juga bukan orang dewasa. Di sisi lain, status remaja yang tidak jelas ini
juga menguntungkan karena memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan
dirinya.
c.
Masa
remaja sebagai periode perubahan.
Tingkat
perubahan dalam sikap dan perilaku
selama masa remaja sejalan dengan tingkat perubahan fisik. Ada empat perubahan sama yang bersifat
universal: (1) meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada perubahan
fisik dan psikologis yang terjadi, (2) perubahan tubuh, minat dan peran yang
diharapkan oleh kelompok social, (3) niali-nilai, (4) bersikap ambivalen
terhadap setiap perubahan.
d.
Masa
remaja sebagai usia bermasalah.
Masalah
remaja sering menjadi masalah yang rumit untuk diatasi baik oleh laki-laki
maupun perempuan. 2 alasan kesulitan ini adalah dulu ketika ada masalah ada
orang orang yang senantiasa membantu kita, seperti orang tua, guru dll, dan yang
kedua bahwa anak merasa dirinya sudah mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri.
e.
Masa
remaja sebagai masa mencari identitas.
Pada tahun-tahun awal masa remaja,
penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan
perempuan. Lambat laun, mereka mulai mendambahakan identitas diri dan tidak
puas lagi jika selalu sama dengan teman-temannya dalam segala hal, seperti
sebelumnya. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan
siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah dia masih anak-anak atau
sudah dewasa, dan apakah mereka mampu untuk percaya diri.
f.
Masa
remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
Anggapan
stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih yang tidak
dapat dipercaya dan berperilaku merusak menyebabkan orang dewasa harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stereotip juga mempengaruhi konsep
diri dan sikap remaja pada dirinya sendiri.
g.
Masa
remaja sebagai masa yang tidak realistic.
Remaja
melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang dia inginkan, bukan sebagaimana
adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila
orang lain mengecewakannya atau kalau tidak berhasil mencapai tujuan yang
ditetapkannya sendiri.
h.
Masa
remaja sebagai ambang masa dewasa.
Semakin
dekatnya usia kematangan yang sesungguhnya, para remaja menjadi gelisah untuk
meninggalkan stereotip stereotip remaja dan memberikan kesan bahwa mereka sudah
hampir dewasa.
2.1.3.3
Tugas-tugas Masa Remaja
Zulkifli
(2005) mengungkapkan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut :
a. Bergaul
dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
b. Mencapai
peranan sosial sebagai pria atau wanita.
c. Menerima
keadaan fisik sendiri
d. Memilih
dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
e. Memilih
pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga
2.2
Hipotesa Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, hipotesa yang
ditawarkan peneliti adalah :
“ ada hubungan positif antara konformitas
terhadap kelompok teman sebaya dengan pembelian brand iPhone5 pada remaja”.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian
karena hal ini menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data
dan kesimpulan hasil penelitian. Pada penelitian ini, metode yang digunakan
adalah metode penelitian korelasional yaitu salah satu metode penelitian yang
bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan
dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain.
3.1
Identifikasi Variabel
Identifikasi
variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam penelitian dan fungsinya masing-masing.
Dalam
penelitian ini variabel-variabel yang terlihat adalah :
1.
Variabel
Tergantung : Keputusan Pembelian
2. Variabel Bebas :
Konformitas
3.2 Definisi Operasional
3.2.1
Konformitas
Konformitas
dapat didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk menyesuaikan diri atau
mengikuti keinginan orang lain dengan mengubah perilaku pribadinya sesuai
dengan tekanan dari kelompok agar dapat menjaga keharmonisan dengan anggota
kelompok lainnya.
3.2.2
Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah pemilihan
suatu tindakan atau keinginan dan kebutuhan yang diambil seseorang melalui dua
atau lebih pilihan alternative yang menjadikan sebuah keputusan untuk membeli.
3.2.3
Remaja
Remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke
masa dewasa dengan batasan usia 12-20
tahun. Pada masa ini remaja banyak mengalami perubahan baik itu secara fisik,
kogntif, dan psikososial.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah semua individu, untuk siapa
kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan.
Dalam penelitian ini populasi yang diteliti adala seluruh siswa SMA AL-ULUM
MEDAN. Jumlah siswa SMA AL-ULUM MEDAN adalah
100 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi. Karena populasi
tergolong kecil, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
anggota populasi, yaitu 100 orang siswa SMA AL-ULUM MEDAN.
3.3.3 Teknik Sampling
Pada penelitian ini, teknik sampling yang digunakan
adalah teknik nonprobability sampling, tepatnya
sampling jenuh karena seluruh anggota
populasi dijadikan sampel.
3.4 Alat
Ukur
3.4.1 Alat Ukur Skala Konformitas
Pada penelitian ini, variabel yang akan
diukur ada dua, yaitu konformitas dan keputusan membeli. Alat ukur yang digunakan adalah Skala
Likert yang berbeda untuk konformitas dan keputusan membeli.
Skala ini dibuat berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Deutsch &
Gerard (dalam Myers, 1983). Skala ini memuat 60 aitem yang terdiri dari dua aspek, yaitu :
a. Aspek Normatif
Aspek ini mengungkap adanya perubahan
atau penyesuaian persepsi, keyakinan maupun tindakan individu sebagai akibat dari pemenuhan pengharapan positif kelompok agar
memperoleh persetujuan, disukai dan terhindar dari penolakan. Aspek ini memuat 30 aitem.
b. Aspek Informasional
Aspek ini mengungkap adanya perubahan
atau penyesuaian persepsi, keyakinan maupun perilaku individu sebagai akibat adanya pengaruh menerima pendapat kelompok atau
mayoritas sebagai bukti tentang realitas objektif yang dimotivasi oleh
keinginan untuk mendapat pandangan yang akurat tentang realita sehingga mengurangi ketidakpastian. Aspek ini memuat 30
aitem.
3.4.2 Alat Ukur Skala Keputusan
Membeli
Metode pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan kuesioner untuk mendapatkan informasi tertulis yang diperlukan.
Daftar pertanyaan kemudian diberi alat ukur yang dimakan skala interval, yang
terdiri dari lima skala poin yang nantinya responden diminta untuk memilih
salah satu alternative pilihan. Dengan urutan skala, sebagai berikut :
·
(1) Sangat Tidak
Setuju (STS)
·
(2) Tidak Setuju
(TS)
·
(3) Ragu-ragu
(R)
·
(4) Setuju (S)
·
(5) Sangat
Setuju (SS)
Bobot nilai pada masing-masing jawaban dalam
kuesioner, yaitu :
·
Pilihan pertama,
memiliki bobot nilai 1
·
Pilihan kedua,
memiliki bobot nilai 2
·
Pilihan ketiga,
memiliki bobot nilai 3
·
Pilihan keempat,
memiliki bobot nilai 4
·
Pilihan kelima,
memiliki bobot nilai 5
3.5 Validitas dan
Reliabilitas Alat Ukur
3.5.1 Alat Ukur Skala Konformitas
Suatu
kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas dapat dianggap memuaskan
apabila melebihi 0.30 (Azwar, 2005). Uji reliabilitas dilakukan untuk
mengetahui konsistensi alat ukur. Teknik yang digunakan untuk mendapat
konsistensi dari alat ukur ini yaitu dengan teknik Alpha Cornbach. Dari hasil
uji reliabilitas alat ukur tersebut diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.918.
3.5.2 Alat Ukur Skala Keputusan
Membeli
Suatu
kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas dapat dianggap memuaskan
apabila melebihi 0.30 (Azwar, 2005) atau dapat diketahui dengan membandingkan
indeks korelasi Spearman rho dengan
level signifikansi 5% sebagai nilai kritisnya. Bila probabilitas hasil korelasi
lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan valid atau sebaliknya.
Dalam
penelitian ini, reliabilitas diuji dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha ( karena nilai skor instrument dalam penelitian
ini berbentuk skala likert yaitu mulai dari sangat tidak setuju dengan skor 1
hingga sangat setuju dengan skor 5. Nilai Cronbach’s Alpha ( yang dapat diterima sehingga instrument dapat
dikatakan reliable yaitu sebesar 0,6 atau lebih (Arikunto, 1998)
3.6 Teknik Analisa Data
Teknik
analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
korelasi Product-Moment dari Pearson yaitu untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan keputusan membeli pada remaja di SMA
SWASTA AL-ULUM MEDAN di mana perhitungan statistik dan pengujian hipotesis
dilakukan dengan bantuan program SPSS
versi 16.00.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda