Selasa, 04 Juli 2017

JURNAL MENGENAI REMAJA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Masa remaja adalah suatu masa peralihan yang sering menimbulkan gejolak. Menurut Hurlock, masa remaja adalah salah satu periode dari perkembangan manusia yang merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik dan perubahan sosial. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan masa remaja akhir dimulai pada usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun. Dengan demikian, masa remaja akhir adalah masa yang sangat singkat. Seiring dengan perkembangan hubungan social, remaja harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan luar selain keluarga, seperti meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya.
            Para remaja cenderung berpenampilan seperti yang dikehendaki kelompoknya (Hurlock, 1997). Penampilan fisik berpengaruh besar terhadap penerimaan diri remaja dalam kelompoknya. Penerimaan diri ini merupakan suatu proses dalam mencari identitas diri. Berkaitan dengan pencarian identitas diri, terdapat periode para remaja sangat senang untuk mencoba sesuatu yang baru atau yang sedang trend dan berkaitan dengan citra diri yang ingin ditampilkan oleh remaja tersebut. Mengikuti trend, membuat para remaja merasa percaya diri dan diterima oleh lingkungan sosialnya.
            Pada perkembangan kepribadian, remaja sebenarnya berada dalam tempat yang tidak jelas. Remaja sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk, 1991).
            Salah satu faktor psikologis yang berperan dalam pembentukan perilaku membeli adalah tingkat konformitas. Semakin konform remaja terhadap kelompok teman sebaya, maka semakin mudah dipengaruhi untuk melakukan pembelian Sunarto (2003).
            Keterikatan dengan kelompok teman sebaya sangat mempengaruhi perilaku remaja. Norma yang ada dalam kelompok tersebut menyebabkan remaja berkonformitas. Myers (1983) menyatakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku remaja sebagai akibat dari tekanan kelompok.    Terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga terhindar dari celaan maupun keterasingan. Hal tersebut membuat remaja cenderung memperhatikan penampilannya agar dapat diterima oleh kelompoknya. Berbagai usaha dilakukan remaja agar dapat tampil dan diterima oleh kelompoknya.
            Penyesuaian diri remaja terhadap kelompok yang diikutinya akan semakin kuat jika ada ketergantungan antara remaja dengan anggota kelompok lainnya. Penyesuaian diri yang kuat terhadap kelompoknya mengakibatkan remaja cenderung melakukan konformitas terhadap kelompok teman sebayanya (Sears dkk, 1994).
            Ketaatan remaja terhadap norma kelompok, kepercayaan yang besar terhadap kelompok, perasaan takut terhadap penyimpangan norma kelompok dan perasaan takut jika mendapat celaan dari lingkungan sosialnya mendukung remaja untuk melakukan konformitas yang tinggi Sears dkk (1994).
            Di sisi lain, Hurlock (1990) menyatakan bahwa konformitas akan semakin tinggi apabila dalam kelompok tersebut anggota-anggotanya melakukan hal yang sama. Keinginan remaja untuk sama dengan kelompok mempengaruhi perilaku membelinya.
            Remaja terus-menerus membeli barang-barang yang dapat menunjang penampilan padahal barang-barang yang mereka miliki masih bermanfaat. Ketaatan mereka untuk selalu berpenampilan sama dengan pola dan harapan kelompok ternyata justru mendorong mereka untuk melakukan pembelian secara tidak wajar.
            Sesuai dengan penelitian Artledia Sihotang (2009) bahwa besarnya sumbangan efektif konformitas terhadap kelompok teman sebaya dalam mempengaruhi pembelian pada remaja adalah 3,60%. Keputusan membeli pada remaja dipengaruhi oleh faktor lain diluar konformitas terhadap kelompok teman sebaya sebesar 96,4%. Hal ini berarti konformitas terhadap kelompok teman sebaya memang mempengaruhi pembelian impulsif meskipun tidak terlalu besar pengaruhnya.
            Pada masa remaja awal, remaja akan lebih mengikuti standar-standar atau norma-norma teman sebaya daripada yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Norma-norma tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antara sesama anggota kelompok (Santrock). Remaja lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok dibandingkan mengembangkan norma diri sendiri dan mereka juga akan berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap norma yang ada dalam kelompok. Remaja mulai berpikir mengenai karakter ideal diri mereka dan orang lain serta membandingkan diri mereka dengan standar ideal orang lain (Santrock, 2001).
            Kemampuan yang dimiliki remaja dapat meningkatkan atau menurunkan pandangan teman-teman sebaya terhadap dirinya. Sesuatu yang bersifat pribadi seperti tampang, bentuk tubuh, pakaian atau perhiasan, dan sebagainya, sangat diminati karena erat berkaitan dengan keberhasilannya dalam pergaulan. Remaja menjadi sangat memperhatikan penampilan dan menghabiskan banyak uang dan waktu serta usaha yang sungguh-sungguh untuk membuat penampilannya menjadi lebih baik (Ibrahim, 2002).
            Salah satu bentuk konformitas yang terjadi pada remaja adalah keputusan untuk membeli iPhone5. Pada masa remaja, kematangan emosi individu belum stabil yang mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, tetapi membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin mencoba produk baru, dan ingin memperoleh fungsi yang sesungguhnya dan menjadi suatu ajang pemborosan biaya karena belum memiliki penghasilan sendiri (Zebua & Nurdjayadi, 2001).
            Persaingan ketat antara perusahaan smartphone semakin menuntut produsen untuk menciptakan keunggulan dari produk yang dikeluarkan agar tidak tersisih dengan perusahaan pesaing. Di masa sekarang ini masyarakat membutuhkan smartphone dengan kemampuan mengakses internet yang terbaik dan memiliki fitur-fitur yang canggih.
            Kualitas produk yang baik adalah salah satu cara bagi perusahaan untuk memenangkan persaingan. Persaingan kualitas produk yang sengit menuntut para pemasar untuk dapat menyediakan produk-produk yang berkualitas serta dapat mengembangkan suatu produk yang bermanfaat, bervariasi, dan inovatif sesuai dengan kebutuhan pasar serta harapan konsumen.
            Sejalan dengan perkembangan teknologi smartphone dan pergeseran selera konsumen, maka produsen apple mengeluarkan smartphone canggih yang diberi nama iPhone. Apple mengeluarkan smartphone canggih tersebut pada tahun 2007 dengan tipe iPhone 2G dan seiring perkembangannya dikeluarkanlah iPhone5 pada tahun 2012 yang masih banyak diminati masyarakat hingga saat ini.
            Suatu merek penting untuk membedakan produk mereka dengan produk pesaing lainnya dan dapat menjadi salah satu faktor dalam keunggulan bersaing. Bagi remaja, suatu merek dapat menjadi suatu hal yang penting ditambah lagi dengan adanya konformitas dari kelompok teman sebaya yang sudah menggunakan iPhone5. Dari sejumlah hasil riset, sebagian besar sasaran utama iklan adalah remaja karena karakteristik remaja yang masih labil menyebabkan mereka mudah dipengaruhi untuk melakukan impulsive buying. Pengaruh kelompok teman sebaya inilah yang terjadi pada siswa SMA AL-ULUM MEDAN.
            Salah satu alasan utama remaja melakukan konformitas adalah demi memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Hal inilah yang memicu remaja untuk melakukan apa yang dilakukan anggota kelompok dalam berbagai hal (Hurlock, 1996) remaja yang mengambil keputusan membeli iPhone5 salah satu contoh adanya konformitas dari anggota kelompok. Mereka ingin diakui oleh anggota kelompok teman sebayanya dan pada akhirnya memutuskan untuk membeli iPhone5 tersebut agar diterima dalam kelompok tersebut, meskipun harga iPhone5 tersebut lebih mahal dibanding dengan harga smartphone lainnya. Mengikuti trend membuat para remaja merasa percaya diri dan diterima oleh lingkungan sosialnya.
            Berk (1993) menambahkan bahwa konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada fase remaja. Banyak remaja bersedia melakukan berbagai perilaku demi pengakuan kelompok bahwa ia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok tersebut. Keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua membuat remaja mencari dukungan sosial melalui teman sebaya. Kelompok teman sebaya menjadi suatu sarana sekaligus tujuan dalam pencarian jati diri.
            Namun, penelitian yang dilakukan oleh Rusich (2000) pada mahasiswa psikologi Universitas Loyola, New Orleans yang berusia 18 tahun membuktikan bahwa konformitas pada kelompok tidak berpengaruh pada keputusan membeli subjek. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mahdalela (1998) terhadap siswa SMU BOPKRI 1 Yogyakarta juga membuktikan bahwa interaksi dengan teman di lingkungan pergaulan sekolah tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku membeli remaja.
            Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan keputusan membeli merupakan suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut dari tinjauan Psikologi. Untuk itulah penelitian ini diadakan, yaitu untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan keputusan membeli pada remaja. Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Konformitas Remaja dengan Keputusan Pembelian iPhone5 Pada Siswa SMA AL-ULUM MEDAN”.

1.2  Perumusan Masalah
            Permasalahan pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara konformitas terhadap keputusan siswa SMA AL-ULUM dalam membeli iPhone5 ?
1.3   Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya faktor konformitas terhadap keputusan pembelian iPhone5 pada siswa SMA AL-ULUM.
1.4   Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis.
            1.4.1    Manfaat Teoritis
·         Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan di bidang Psikologi Sosial, khususnya mengenai bagaimana hubungan konformitas remaja dengan keputusan pembelian brand iPhone5 pada siswa SMA.
·         Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut.



            1.4.2    Manfaat Praktis
·         Peneliti berharap malalui hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana hubungan konformitas remaja dengan keputusan pembelian iPhone5 pada siswa SMA.
·         Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang bagaimana peran konformitas pada remaja dalam mengambil sebuah keputusan membeli.
1.5  Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah :
Bab I         : Pendahuluan
                    Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan                                manfaat serta sistematika penulisan.
Bab II        : Landasan Teori
                    Bab ini memuat tinjauan teoritis dari masing-masing variabel yang menjadi                                     acuan dalam pembahasan masalah, yaitu mengenai humor, stres dan remaja serta                        memuat hubungan antar variabel dan hipotesa.

Bab III      : Metodologi Penelitian
                    Bab ini memuat identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan sampel,                              alat ukur, validitas dan reliabilitas alat ukur serta metode pengolahan data.




BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
            2.1.1 Konformitas
                        2.1.1.1 Pengertian Konformitas
            Menurut Asch (1956) konformitas adalah perubahan perilaku yang dirancang agar sesuai dengan tindakan orang lain. Maka, kesesuaian dapat menyebabkan perilaku seseorang berubah disesuaikan dengan respon atau perilaku orang lain yang dicocokkan dengan keadaan sekitar. Kesesuaian dapat terjadi tanpa tekanan sosial yang lebih. Menurut Sears (1994) konformitas adalah penyesuaian individu terhadap persepsi dan penilaian kelompok terhadap suatu hal.
            Menurut Cialdini & Goldstein (Taylor, dkk, 2009) Konformitas adalah kecenderungan untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Kartono dan Gulo (2000) menambahkan bahwa konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok.
            Santrock (1998) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Menurut Wiggins (1994) kecenderungan untuk mengikuti keinginan dan norma kelompok disebut dengan konformitas.
            Menurut Baron dan Byrne (1994) konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan kelompok yang mengatur cara remaja berperilaku. Seseorang melakukan konformitas terhadap kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat.
            Dengan demikian, konformitas dapat didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk menyesuaikan diri atau mengikuti keinginan orang lain dengan mengubah perilaku pribadinya sesuai dengan tekanan dari kelompok agar dapat menjaga keharmonisan dengan anggota kelompok lainnya.
                        2.1.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Konformitas
            Coleman dan Hartup (dalam Musen dkk,1992) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas, yakni sebagai berikut:
            a. Jenis Kelamin
            Wanita cenderung lebih mudah melakukan konformitas, kecuali yang mengarah pada        perilaku menyimpang (konsumsi NAPZA, tawuran, bullying)
            b. Tingkat Sosial Ekonomi
            Individu dari sosial ekonomi rendah cenderung lebih mudah melakukan konformitas.
            c. Hubungan Orang tua
            Individu yang kurang diterima kehadirannya oleh keluarga cenderung lebih mudah            melakukan konformitas pada hal-hal negative.
            d. Faktor Kepribadian
            Individu yang kurang percaya akan kompetensi dirinya cenderung melakukan        konformitias pada temannya.
            Menurut Sears (2004) ada 4 faktor yang mempengaruhi konformitas, antara lain:
1.      Rasa Takut terhadap Celaan Sosial
            Alasan utama terjadinya konformitas adalah agar memperoleh persetujuan atau      menghindari celaan dari anggota kelompok. Misalnya, alasan mengapa tidak menggunakan pakaian yang cerah ke tempat pemakaman karena semua pelayat yang     hadir menggunakan pakaian yang gelap.
2.      Rasa Takut terhadap Penyimpangan
            Rasa takut dipandang sebagai individu yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir             dalam semua situasi sosial.Setiap individu menduduki suatu posisi dan individu    menyadari bahwa posisi itu tidak tepat. Individu cenderung melakukan suatu hal yang          sesuai dengan nilai-nilai kelompok tersebut tanpa memikirkan akibatnya nanti.
3.      Kekompakan Kelompok
            Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan   utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain,           akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui dan semakin menyakitkan bila mereka mencela.
4.      Keterikatan pada Penilaian Bebas
            Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk    melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat        suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok        yang berlawanan.
                        2.1.1.3 Aspek-aspek Konformitas
            Sears dkk (1994), berpendapat bahwa konformitas akan mudah terlihat serta mempunyai   aspek-aspek yang khas dalam kelompok. Adapun aspek-aspek yang dimaksud di        dalamnya, yaitu:
1.      Aspek Kekompakan
            Jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang    membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakkan mengacu pada kekuatan     yang menyebabkan para anggotanya menetap dalam suatu kelompok.
2.      Aspek Kesepakatan
            Individu yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat     tekanan yang kuat, untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak      bersatu, akan tampak adanya penurunan konformitas.

3.      Aspek Ketaatan
            Konformitas merupakan bagian dari persoalan mengenai bagaimana membuat individu      rela melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin mereka lakukan. Salah satu caranya     adalah melalui tekanan sosial.
            2.1.2 Keputusan Membeli
                        2.1.2.1 Pengertian Keputusan Membeli
            Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan suatu keputusan membeli sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternative. Menurut Setiadi (2003), pengambilan keputusan yang diambil oleh seseorang dapat disebut sebagai suatu pemecahan masalah.
            Menurut Swastha dan Irawan (2008) keputusan pembelian adalah pemahaman konsumen tentang keinginan dan kebutuhan akan suatu produk dengan menilai dari sumber-sumber yang ada dengan menetapkan tujuan pembelian serta mengidentifikasi alternatif sehingga pengambil keputusan untuk membeli yang disertai dengan perilaku setelah melakukan pembelian. 
            Irawan dan Farid (2000) mengemukakan keputusan pembelian adalah tahap penilaian keputusan yang menyebabkan pembeli membentuk pilihan di antara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan dan membentuk maksud untuk membeli.
            Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa keputusan membeli adalah pemilihan suatu tindakan atau keinginan dan kebutuhan yang diambil seseorang melalui dua atau lebih pilihan alternative yang menjadikan sebuah keputusan untuk membeli. Jadi, keputusan pembelian brand iPhone5 pada remaja adalah suatu tindakan, keinginan dan kebutuhan yang diambil seorang remaja melalui beberapa alternative pilihan kemudian menimbulkan sebuah keputusan untuk membeli brand iPhone5.






                        2.1.2.2 Tahapan Proses Membeli

            Proses pengambilan keputusan pembelian yang akan dilakukan oleh konsumen akan melalui beberapa tahap, antara lain sebagai berikut (Kotler, 1996):
1.      Problem Recognition
            Proses membeli dimulai dengan tahap pengenalan masalah atau kebutuhan. Kebutuhan      dapat berasal dari dalam pembeli dan dari lingkungan luar. Selain itu pembeli juga akan          menyadari adanya suatu perbedaan keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya.
2.      Information Search
            Ketika seorang konsumen merasa bahwa ia harus membeli suatu produk untuk memenuhi kebutuhannya, maka konsumen akan berusaha untuk mencari sebanyak mungkin    informasi mengenai produk yang akan mereka beli. Jumlah informasi yang ingin       diketahui seseorang konsumen tergantung pada kekuatan dorongan kebutuhannya.
3.      Alternative Evaluation
            Dalam tahap ini konsumen diharuskan menentukan satu pilihan diantara berbagai macam   pilihan merek yang ada di pasar.
4.      Purchase
            Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan      faktor eksternal. Faktor internal adalah persepsi konsumen tentang merek yang dipilih.         Seseorang konsumen cenderung akan menjatuhkan pilihannya kepada merek yang mereka sukai. Sedangkan faktor eksternal adalah sikap orang lain dan situasi yang tak           terduga
5.      Postpurchase
            Setelah konsumen melakukan keputusan pembelian, maka pemasar akan mendapatkan       dua kemungkinan tanggapan dari konsumen mereka. Konsumen mungkin akan merasa            puas atau tidak puas atas produk yang telah mereka konsumsi.

                        2.1.2.3  Tipe Perilaku Pembelian Konsumen

            Henry Assael (1995) merumuskan bahwa perilaku pembelian yang dilakukan oleh konsumen dapat dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu sebagai berikut:

1.      Perilaku membeli yang kompleks
            Keterlibatan konsumen dalam proses pemilihan dan pembelian produk sangat tinggi.          Keterlibatan konsumen dalam proses pemilihan dan pembelian akan menjadi semakin     tinggi apabila produk yang akan dibeli merupakan produk berharga tinggi, jarang dibeli,      berisiko, sangat berkesan, dan informasi yang dimiliki konsumen mengenai produk        tersebut sedikit.
2.      Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
            Keterlibatan konsumen dalam proses pemilihan serta pembelian produk tinggi, namun        konsumen akan melakukan proses pembelian dengan waktu yang lebih cepat karena            perbedaan dalam hal merek tidak terlalu diperhatikan.
3.      Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan
            Keterlibatan konsumen dalam proses pembelian ini relatif kecil. Selain itu tidak terdapat    perbedaan yang mencolok antar berbagai merek dalam kategori produk sejenis, sehingga      pemasar dapat memanfaatkan promosi harga dan penjualan agar konsumen tertarik untuk    membeli produk tersebut.
4.      Perilaku membeli yang mencari keragaman
            Keterlibtan konsumen dalam proses pembelian relatif kecil, namun terdapat perbedaan      yang mencolok antar berbagai merek. Dalam kondisi ini loyalitas konsumen kecil karena     konsumen sering kali bergantiganti merek dalam kategori produk sejenis.
               2.1.2.4 Komponen Dari Keputusan Membeli
            Swastha (1990), mengungkapkan bahwa keputusan pembelian yang dilakukan konsumen sesungguhnya merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan. Setiap keputusan yang        diambil konsumen terdiri dari tujuh komponen, yaitu sebagai berikut:
1.      Keputusan tentang jenis produk
            Para konsumen akan menggunakan uang yang mereka miliki untuk memenuhi berbagai      kebutuhannya. Oleh karena itu, produsen harus bisa menarik konsumen agar mau    membelanjakan uang yang mereka miliki untuk membeli produk tersebut.
2.      Keputusan tentang bentuk produk
            Ukuran, mutu, corak dan berbagai hal lainnya mungkin akan menjadi bahan            pertimbangan konsumen sebelum mereka melakukan keputusan pembelian. Oleh karena         itu, perusahaan harus dapat memaksimalkan hal-hal yang biasanya dijadikan bahan     pertimbangan oleh konsumen.
3.      Keputusan tentang merek
            Dalam melakukan keputusan pembelian, konsumen juga akan menentukan merek mana      yang akan mereka pilih diantara sekian banyak pilihan merek yang ada di pasar. Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui alasan yang mendasari konsumen memilih    merek tersebut.
4.      Keputusan tentang penjualnya
            Seorang konsumen mungkin akan memilih toko pengecer kecil, pasar, atau supermarket     sebagai tempat untuk membeli produk tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui alasan yang mendasari konsumen dalam memilih tempat mereka melakukan      keputusan pembelian.
5.      Keputusan tentang jumlah produk
            Konsumen akan menentukan berapa banyak produk yang akan mereka beli dan      konsumsi. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu memperkirakan berapa banyak       produk yang akan dibeli oleh konsumen.
6.      Keputusan tentang waktu
            Waktu yang dipilih kponsumen untuk melakukan keputusan pembelian akan dipengaruhi   oleh ketersediaan dana. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat memperkirakan kapan           konsumen akan melakukan keputusan pembelian agar perusahaan dapat merencanakan        waktu produksi dan kegiatan pemasarannya.
7.      Keputusan tentang cara pembayaran
            Konsumen mungkin akan memilih cara tunai ataupun cicilan untuk membeli produk yang mereka butuhkan. Cara yang akan dipilih konsumen terkait dengan besarnya dana yang          mereka miliki. Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui cara yang dipilih konsumen     dalam melakukan pembayaran.
2.1.3        Remaja
                  2.1.3.1 Definisi Remaja
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
Piaget (Hurlock, 1991) mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.
Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengaham dan 18-21 tahun masa remaja akhir.
Berdasarkan dari pengertian yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa dengan batasan usia 12-20 tahun. Pada masa ini remaja banyak mengalami perubahan baik itu secara fisik, kogntif, dan psikososial.
                        2.1.3.2 Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) ciri-ciri masa remaja antara lain :
a.      Masa remaja sebagai periode yang penting.
Semua periode perkembangan merupakan periode yang penting, namun, ada yang lebih penting karena akibatnya yang secara langsung terhadap sikap dan perilaku serta akibat jangka panjang. Sebagaimana Tanner mengatakan “ usia antara 12-16 tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan “ perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja.
b.      Masa remaja sebagai periode peralihan.
Dalam masa peralihan, terdapat keragu-raguan terhadap status dan peran seseorang.  Pada masa ini seseorang bukan lagi anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Di sisi lain, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
c.       Masa remaja sebagai periode perubahan.
Tingkat perubahan  dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejalan dengan tingkat perubahan fisik.  Ada empat perubahan sama yang bersifat universal: (1) meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, (2) perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok social, (3) niali-nilai, (4) bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.
d.      Masa remaja sebagai usia bermasalah.
Masalah remaja sering menjadi masalah yang rumit untuk diatasi baik oleh laki-laki maupun perempuan. 2 alasan kesulitan ini adalah dulu ketika ada masalah ada orang orang yang senantiasa membantu kita, seperti orang tua, guru dll, dan yang kedua bahwa anak merasa dirinya sudah mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri.
e.       Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun, mereka mulai mendambahakan identitas diri dan tidak puas lagi jika selalu sama dengan teman-temannya dalam segala hal, seperti sebelumnya. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah dia masih anak-anak atau sudah dewasa, dan apakah mereka mampu untuk percaya diri.
f.       Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih yang tidak dapat dipercaya dan berperilaku merusak menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stereotip juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja pada dirinya sendiri.
g.      Masa remaja sebagai masa yang tidak realistic.
Remaja melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang dia inginkan, bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
h.      Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Semakin dekatnya usia kematangan yang sesungguhnya, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip stereotip remaja dan memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.
                        2.1.3.3 Tugas-tugas Masa Remaja
Zulkifli (2005) mengungkapkan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut :
a.       Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
b.      Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.
c.       Menerima keadaan fisik sendiri
d.      Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
e.       Memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga
2.2 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, hipotesa yang ditawarkan peneliti adalah :
ada hubungan positif antara konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan pembelian brand iPhone5 pada remaja.

















BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena hal ini menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan kesimpulan hasil penelitian. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian korelasional yaitu salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain.
3.1 Identifikasi Variabel
            Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam penelitian dan fungsinya masing-masing.
            Dalam penelitian ini variabel-variabel yang terlihat adalah :
1.      Variabel Tergantung         : Keputusan Pembelian
2.      Variabel Bebas                  : Konformitas

3.2 Definisi Operasional
            3.2.1 Konformitas    
            Konformitas dapat didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk menyesuaikan diri atau mengikuti keinginan orang lain dengan mengubah perilaku pribadinya sesuai dengan tekanan dari kelompok agar dapat menjaga keharmonisan dengan anggota kelompok lainnya.
3.2.2        Keputusan Pembelian
            Keputusan pembelian adalah pemilihan suatu tindakan atau keinginan dan kebutuhan yang diambil seseorang melalui dua atau lebih pilihan alternative yang menjadikan sebuah keputusan untuk membeli.
            3.2.3 Remaja
Remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa dengan batasan usia 12-20 tahun. Pada masa ini remaja banyak mengalami perubahan baik itu secara fisik, kogntif, dan psikososial.
3.3 Populasi dan Sampel
            3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah semua individu, untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan. Dalam penelitian ini populasi yang diteliti adala seluruh siswa SMA AL-ULUM MEDAN. Jumlah siswa SMA AL-ULUM MEDAN adalah  100 orang.
            3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi. Karena populasi tergolong kecil, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi, yaitu 100 orang siswa SMA AL-ULUM MEDAN.
            3.3.3 Teknik Sampling
Pada penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah teknik nonprobability sampling, tepatnya sampling jenuh karena seluruh anggota populasi dijadikan sampel.
3.4 Alat Ukur
            3.4.1 Alat Ukur Skala Konformitas
               Pada penelitian ini, variabel yang akan diukur ada dua, yaitu konformitas dan keputusan membeli. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Likert yang berbeda untuk konformitas dan keputusan membeli.
Skala ini dibuat berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Deutsch & Gerard (dalam Myers, 1983). Skala ini memuat 60 aitem yang terdiri dari dua aspek, yaitu :
 a. Aspek Normatif
Aspek ini mengungkap adanya perubahan atau penyesuaian persepsi, keyakinan maupun tindakan individu sebagai akibat dari pemenuhan pengharapan positif kelompok agar memperoleh persetujuan, disukai dan terhindar dari penolakan. Aspek ini memuat 30 aitem.

b. Aspek Informasional
Aspek ini mengungkap adanya perubahan atau penyesuaian persepsi, keyakinan maupun perilaku individu sebagai akibat adanya pengaruh menerima pendapat kelompok atau mayoritas sebagai bukti tentang realitas objektif yang dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat pandangan yang akurat tentang realita sehingga mengurangi ketidakpastian. Aspek ini memuat 30 aitem.

            3.4.2 Alat Ukur Skala Keputusan Membeli
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mendapatkan informasi tertulis yang diperlukan. Daftar pertanyaan kemudian diberi alat ukur yang dimakan skala interval, yang terdiri dari lima skala poin yang nantinya responden diminta untuk memilih salah satu alternative pilihan. Dengan urutan skala, sebagai berikut :
·         (1) Sangat Tidak Setuju (STS)
·         (2) Tidak Setuju (TS)
·         (3) Ragu-ragu (R)
·         (4) Setuju (S)
·         (5) Sangat Setuju (SS)
Bobot nilai pada masing-masing jawaban dalam kuesioner, yaitu :
·         Pilihan pertama, memiliki bobot nilai 1
·         Pilihan kedua, memiliki bobot nilai 2
·         Pilihan ketiga, memiliki bobot nilai 3
·         Pilihan keempat, memiliki bobot nilai 4
·         Pilihan kelima, memiliki bobot nilai 5


3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
            3.5.1    Alat Ukur Skala Konformitas
            Suatu kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0.30 (Azwar, 2005). Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi alat ukur. Teknik yang digunakan untuk mendapat konsistensi dari alat ukur ini yaitu dengan teknik Alpha Cornbach. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.918.
            3.5.2    Alat Ukur Skala Keputusan Membeli
            Suatu kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0.30 (Azwar, 2005) atau dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi Spearman rho dengan level signifikansi 5% sebagai nilai kritisnya. Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan valid atau sebaliknya.
            Dalam penelitian ini, reliabilitas diuji dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha ( karena nilai skor instrument dalam penelitian ini berbentuk skala likert yaitu mulai dari sangat tidak setuju dengan skor 1 hingga sangat setuju dengan skor 5. Nilai Cronbach’s Alpha ( yang dapat diterima sehingga instrument dapat dikatakan reliable yaitu sebesar 0,6 atau lebih (Arikunto, 1998)
3.6 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi Product-Moment dari Pearson yaitu untuk mengetahui hubungan  antara konformitas  dengan keputusan membeli pada remaja di SMA SWASTA AL-ULUM MEDAN di mana perhitungan statistik dan pengujian hipotesis dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.00.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda