Kamis, 13 Juli 2017

Prinsip-Prinsip Investasi Syari’ah



1.1  Prinsip-Prinsip Investasi Syari’ah
                  Gusnawan Yasni, salah satu anggota Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dalam Modal (2004) mengungkapkan bahwa dalam berinvestasi selain harus mempunyai entitas investasi yang sesuai dengan syari’ah Islam, juga dalam cara mentransaksikan subtansi tersebut harus sesuai dengan syariah islam. Jika investasi disini diterjemahkan sebagai membeli satu sekuritas atau surat berharga tertentu, maka seorang investor muslim semestinya harus memerhatikan karate emitennya (perusahaan yang menerbitkan sekuritas tersebut).
                  Yang mana kegiatan investasi tersebut harus diawali oleh akad yang jelas dan transparan. Hal ini menjadi ketentuan yang berlaku di dalam syari’ah Islam, dan terhindari dari hal-hal yang bersifattadlis (penipuan)maysir (perjudian), gharar( ketidakjelasan), dan riba. Hal tersebut yang mencerminkan bahwa kegiatan di dalam investasi tersebut sudah sesuai dengan kaidah islami.
Dengan itu, adapun prinsip-prinsip investasi syariah yang mengatur untuk menjadi landasan bagi penetapan investasi syariah dalam implementasi praktik investasi, antara lain:

a.       Haram karena bendanya (zatnya)
Benda atau zat yang menjadi objek dari kegiatan tesebut berdasarkan Al-Qur’an dan hadist telah dilarang (diharamkan) seperti: daging babi, bangkai, darah, dan binatang sembelihan tanpa menyebut nama Allah adalah zat yang haram (QS. Al-Baqarah [2]:173).
Contohnya di pasar modal, transaksi saham yang aktivitas emtimennya memproduksi barang atau jasa haram adalah haram hukumnya semisal saham perusahaan rokok, minuman keras, dan lembaga keuangan konvensional.
Yang dapat dikatagorikan haram apabila sesuatu yang memberikan dampak negatif bagi umat manusia.Termaksuk dalam kategori media informasi yang mempromosikan ide-ide buruk dan merusak, hiburan yang merusak moral dan segala sesuatu yang dapat mengikis akidah dan etika.
b.      Haram selain zatnya
            Selain zat yang jelas-jelas haram, suatu transaksi juga dapat dikategorikan haram apabila dalam transaksi tersebut terdapat unsur tadlis (penipuan) dan saling menzalimi.Tadlis adalah sesuatu yang mangandung unsur penipuan.Tadlis dapat terjadi dalam empat hal yaitu hal kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.
Selain tadlis, suatu transaksi hendaknya juga terhindar dari unsur saling menzalimi, antaranya seperti riba, gharar, masyir, riswah, ihtikar, dan ba’i najasy.
c.       Tidak sah akadnya
Akad merupakan pertalian ijab (pernyataan meakukan ikatan) dan Kabul (pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak syariat yang berpengauh pada objek perikatan.Atau seperti suatu perbuatan hokum yang melibatkan dua pihak atau lebih, yang melakukan perjanjian.
Selain itu akad di dasari pada asas sukarela (ihktiyari), menepati janji (amanah), kehati-hatian (ihktiyati), tidak berubah (luzum), saling menguntungkan, kesetaraan (taswiyah), transparan, kemampuan, kemudahan (taisir), itikad baik, dan sebab yang halal.
Akad syariah berbeda dengan kontrak konvensional dimana dalam akad syariah terdapat prinsip konstan (pada nilai objek jual belinya atau nisbah) serta transparan, nilai objek jual beli (pada akad jual beli) atau proporsi nisbah (pada kerjasama bagi hasil) adalah satu atau tidak berubah.Selain itu, transaksi juga dilakukan secara transparan dan tidak ada tipu muslihat antara setiap pihak yang terlibat.
1.2  Kriteria Investasi Islami Menurut Dewan Syari’ah Nasional MUI
Kriteria investasi islami yang dikeluarkan dewan syari’ah Dow Jones Islamic tersebut sering dijadikan rujukan bagi penetapan kiteria investasi islami, tidak terkecuali di Indonesia.Dikarekan adanya sedikit perbedaan terutama ketika berbicara rasio finansial, asalkan tidak menentang dengan sumber hokum yang ada.
Kriteria dikemukakan oleh fatwa DSN-MUI untuk pedoman pelaksanaan investasi syari’ah.
Kriteria Investasi Halal Menurut Dewan Syari’ah Nasional
Dengan syarat dan kriteria halal yang terpenuhi ini maka investor muslim dapat berinvestasi ke dalam bentuk usaha sebagai berikut :
a.       Sektor Usaha
Para investor muslim dapat menginvestasikan dananya ke dalam investasi di bidang financial asset atau rill asset selagi investasi tersebut diperbolehkan oleh syari’ah.
b.      Perusahaan yang mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dana dari utang tidak lebih dari 30% modal.
c.       Pendapatan bunga yang diperoleh perusahaan tidak lebih dari 15%
d.      Perusahaan yang memiliki aktiva kas atau piutang yang jumlah piutang dagangnya atau modal piutang tidak lebih dari 50%

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda